11. Menghilang.

107 35 73
                                    

Asya membereskan buku-bukunya.

Bel pulang sudah berbunyi seperempat jam yang lalu. Gadis itu baru selesai mengumpulkan tugas seni pada PJ mapel, nyaris saja terlupa.

Menggendong ransel biru mudanya, Asya keluar kelas. Tubuhnya dilapisi sweter rajut navy yang membuat sosoknya terlihat elegan. Memandang hujan yang lagi-lagi masih setia membasahi bumi sejak tadi. Meski hanya gerimis.

" Bandung hujan terus ya.." gumamnya pelan. Langkahnya berbalik, menuju kelas 12 IPS 2. Kelas Fandi. Dia ingin bertemu pemuda itu.

Ketika mendekati pintu, Asya menemukan sosok Tama yang sedang mengunci pintu kelas. Selain menggendong tas miliknya, dia juga membawa tas lain. Tas hitam yang Asya kenali bahwa itu tas milik Fandi.

" Eh ada Asya, " sapa Tama sambil tersenyum. Menyimpan kunci kelas di saku celana.  "Kunaon atuh ka dieu? Eh, lupa kalo lu pacar si Pandi." Sambil menepuk dahinya.

" Nyari Pandi?"

Asya tersenyum. "Iya. Fandi...ada?" Tanyanya sambil melirik tas mas pacar yang di pegang Tama.

Tama mengernyit. " Kelas udah  kosong, Sya. Ini aja gue kebagian piket, jadinya gue yang ngunci kelas. Anak-anak udah pada pulang dari tadi."

" Itu...tas nya Fandi kan?" Tunjuk Asya ragu-ragu.

" Iya, ini tasnya si curut!" Ujar Tama kesal. "Dia ngechat gue tolong bawain tasnya pulang gitu. Etdah, kemana tuh bocah." Dumelnya.

"Lho, bukannya Fandi udah balik sebelum bel Ishoma?"

" Mana ada!" Seru Tama. "Dia gak pernah balik ke kelas tau. Gue kira juga masih di Warbet barengan sama Osis. Ternyata enggak."

Asya mengedipkan mata kosong.

Jika Fandi tak kembali sejak bel istirahat tadi, berarti dia tidak masuk kelas bahkan sampai jam pulang dong?

" Si curut tuh enggak masuk sampe mapel terakhir, Sya. " Tutur Tama memberitahu bahwa tebakannya benar. "Dia lupa apa gimana sih kalo tadi ada presentasi?"

Asya terdiam.

" Gue udah chat Dilan, dia malah bingung. Taunya Pandi balik kok ke sekolah pas ujan tadi, pinjem payung Bu Retno katanya. Bareng sama Mut— eh?" Cerocos Tama tanpa rem pakem langsung terdiam ketika dia sadar sedang bersama Asya.

" Mut? Mutia?" Asya menatapnya lekat. "Payungan sama cewek itu? Berdua?"

Tama mengumpat dalam hati. Mengutuk perbuatan Fandi yang begitu sembrono. Apa yang akan dia katakan pada Asya coba?!

" E.... itu—"

" Berdua sama cewek itu?"

" Sya, " Tama buru-buru menjelaskan. Tapi Asya lebih dulu menghindar. Enggan mendengarnya.

" Udah ya Tama. Aku mau balik, sopir ku udah jemput." Pamitnya kemudian bergegas meninggalkan Tama yang gelisah sendiri. Dia ingin mencegah Asya tapi tertahan oleh dering handphone miliknya

Sementara Asya melangkah cepat menelusuri koridor dengan tangan yang men- dial nomer Fandi.

Hanya ada suara operator.

Mata gadis itu berkaca-kaca. Bukan sekali dia mencoba menelepon Fandi meski gagal. Entah ada dimana kekasihnya itu. Rasa kesal, khawatir, marah, semua bercampur jadi satu apalagi mengingat ucapan Tama bahwa Fandi kembali ke sekolah bersama Mutia. Berpayungan berdua.

Sebenarnya hal itu mungkin biasa. Teramat biasa malah. Tapi entah kenapa Asya tidak suka. Gadis itu merasa ada yang salah saat mendengar cerita Tama tentang Fandi. Pikiran buruk mulai menghinggapinya.

LAKUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang