Dua Cincin [Bab 18]

127 7 0
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa tandai typo! Ditulis pada Jumat 26 Januari 2024







Bersama sakit, berpisah pun ternyata jauh lebih sakit. Jadi, pilihan terbaik adalah mari bersama untuk menyembuhkan.

Akhirnya, pilihan itu yang diambil Hera. Keyakinannya akan pelangi setelah badai menariknya untuk bangkit bersama sang kekasih hati. Kepercayaannya bahwa Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan hamba-Nya membuat Hera sadar jika dia harus bersabar. Menemukan bahagianya yang hilang beberapa hari lalu.

Ranjang besar di ruangan inap VIP yang ditempati Hera kini terisi dua orang. Dia dan Mandala tidur sambil berpelukan.

Kepala yang berbaring nyaman di dada Mandala yang terbungkus kemeja abu-abu, lalu elusan lembut di punggungnya membuat Hera memejamkan mata. Ah, dia rindu dimanjakan Mandala.

"Mas."

"Iya, Sayang."

"Apa Bunda nggak masalah ngurusin Abang sampai aku sembuh. Aku takut ngerepotin Bunda."

Usapan di punggung Hera terhenti, Mandala menarik dagu sang istri agar menatapnya. "Kenapa mikirnya gitu, sih? Bunda sama sekali nggak ngerasa repot. Justru Bunda senang."

"Aku cuma nggak mau Bunda kecapean," sahut Hera.

"Kamu mikirnya kejauhan, Sayang." Mandala mengecup lembut bibir Hera. "Nggak usah mikir yang lain-lain. Pokoknya kamu harus sembuh. Urusan Abang biar aku sama Bunda aja," ujar Mandala tepat di bibir Hera.

Hera hanya mengangguk pelan. Lengkungan bulan sabit di bibirnya menyita atensi Mandala untuk kembali memagut lembut sepasang bibir pucat Hera.

"I miss you so much, Ra. Hari-hariku tanpa kamu benar-benar nggak enak, Sayang." Suara serak yang memenuhi rungu Hera terasa syarat akan ketulusan.

"Maaf. Maaf karena aku terlalu larut dalam kesedihan sampai-sampai aku lupa kalau kamu juga sedih."

"Nggak, Sayang. Jangan bilang maaf." Mandala menggeleng. "Wajar kalau kamu lebih sedih. Kamu Ibunya. Kamu selalu bersamanya."

Selalu bersamanya.

Tapi sekarang, tidak.

Mandala langsung menghela napas berat kala Hera kembali menenggelamkan wajahnya ke dada Mandala. Menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Aku rindu dia, Mas. Sangat."

Spontan, Mandala memejamkan mata. Merasa nyeri mendengar suara pilu sang istri.

"Nggak apa-apa. Kita bisa menjenguknya saat kamu sudah sehat." Mandala menghibur Hera.

Hanya anggukan kepala, selebihnya Hera hanya diam sambil menggerakkan jari-jari tangan di dada Mandala.

Baik Hera maupun Mandala tidak lagi berbicara, keduanya menikmati kebersamaan mereka dalam diam. Waktu yang hilang beberapa waktu lalu.

Kecupan kecil di puncak kepalanya semakin membuat Hera nyaman. Diam-diam dia membayangkan bagaimana jika physical touch ini menjadi milik orang lain. Tidak. Hera tidak rela. Bahkan di dalam mimpinya pun tidak.

Mandala punyaku. Aku nggak akan membaginya dengan siapapun.

Pelukan Hera menguat. Seakan takut lelaki di sampingnya ini pergi.

"Mas."

"Iya, Sayang."

"Nanti malam Abang boleh nginap sini? Aku kangen sama dia," pinta Hera dengan senyum manis.

Dua Cincin [New Version]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora