Bab 4

133 20 4
                                    

Ian menatap gedung menjulang yang ada di depannya. Ini adalah kali pertama baginya menginjakkan kaki di perusahaan ini. Meski bukan perusahaan penyiaran yang besar, Nusantara TV termasuk stasiun televisi yang banyak memiliki program acara berrating tinggi. 

"Ayo!" Vino memimpin jalan.

Ian mengikuti tanpa banyak bicara. Sepanjang koridor, banyak pasang mata yang memperhatikannya, Ian sungguh lumrah dan biasa dengan tatapan-tatapan itu. 

"Pak Vino dan Ian, mari!" Devon sengaja menunggu di dekat pintu guna menjemput dan menuntun arah menuju ruang pertemuan.

"Kami merasa sangat bersyukur karena Anda bersedia untuk bekerja sama dengan kami." Devon berusaha membuka obrolan agar hubungan menjadi lebih akrab dan tidak canggung.

"Kami juga merasa terhormat." Vino tersenyum di akhir ucap.

Semua nampak berdiri menyambut kedatangan Ian dan manajernya.

"Selamat datang, silakan duduk."

Ian membolakan mata, sosok yang saat ini tersenyum menyambutnya adalah Vilona.

"Kau?" Tangan Ian mengepal. Setelah semua yang sudah terjadi, bagaimana dia masih bisa tersenyum seolah semuanya tidak pernah terjadi.

"Saya menolak kerja sama ini." Ucapan Ian barusan membuat semua orang terkejut. Kenapa? Bukankah sebelumnya tidak ada masalah?

"Maaf?" Vilona mengerutkan kening. Apakah Ian berusaha mempermainkannya? Kenapa tiba-tiba membatalkan sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan? Apa ini gara-gara dirinya? Wah ia tidak menyangka kalau Ian bisa melakukan ini. Sungguh tidak profesional.

Ian membalikkan badan dan keluar ruangan tanpa ucapan apapun.

"Ian?" Vino yang bingung dengan sikap artisnya hanya bisa menghela napas dan mencoba menampilkan senyum. Sungguh ia merasa tidak enak.

"Maaf. Saya akan bicarakan kembali dengannya." Vino pamit pergi.

Semua yang ada di ruangan nampak bingung dan bertanya-tanya. Ini sungguh tiba-tiba dan mereka sama sekali tidak membayangkan jika hal ini bisa terjadi. Dari awal semua berjalan dengan lancar, lalu sekarang?

"Bu Vilona?"

Vilona tak menjawab. Memilih keluar mengejar Ian. Bagaimana pun ini adalah tanggung jawabnya dan Ian tidak boleh membatalkan kerja sama begitu saja. Ia harus bicara.

Tap
Tap
Tap

Ian berjalan tanpa menghiraukan panggilan Vino yang berusaha menyamakan langkah dengannya.

"Ian!" Panggilnya.

Mempercepat langkah sampai kini ia tepat berada di depan Ian.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba membatalkan tanpa alasan yang jelas? Bukankah sebelumnya kamu tidak masalah dan menyetujui kerja sama ini? Ada apa denganmu?" Vino tak dapat lagi menahan rasa keingintahuannya. Paling tidak Ian memiliki alasan yang masuk akal setelah melakukan tindakan konyol ini.

"Ck, banyak bicara. Bisa minggir?" Tatapan mata Ian berubah. Vino sungguh menyadarinya, tapi ini membuatnya semakin bingung. Sebenarnya ada apa?

"Bisa minggir?"

Vino tak menjawab, tapi ia menuruti perintah Ian tanpa protes apapun.

Greb

Tangan Ian dicekal. Ia menoleh dan terperanjat melihat Vilona yang terengah seraya mengeratkan genggaman pada pergelangan tangannya.

"Lepas!" Ucapnya. Vilona memandang Ian dengan tajam, tapi tak menuruti perintahnya.

"Kita harus bicara!" Menggenggam lengan Ian kuat dan menariknya ke suatu tempat. Meski tidak paham dengan situasi ini, Vino membiarkan dua orang itu untuk berbicara.

Forget Me NotWhere stories live. Discover now