Chapter 1

29 1 0
                                    

Karena Ael baik jd up chp 1 dulu sebelum hiatus mwehehehehe kidding

_______



Ilya melangkah dengan mantap tapi tetap berhati-hati, terutama dengan nampan berisi satu set peralatan minum teh dan sepiring kecil camilan.

Kemarin dia telah membuat kesalahan dengan tidak sengaja menumpahkan teh di atas karpet kesayangan tuan muda-nya yang langsung mendapat kemarahan sang tuan muda selama sejam penuh dengan segala kata-kata kasar yang bisa dia keluarkan.

Kepala pelayan, Evelyn, berkata bahwa Ilya beruntung tidak dipecat atau bahkan lebih buruk, dipenggal, seperti yang terjadi kepada beberapa pelayan baru.

Terdengar sangat mengerikan, tapi gaji yang sangat tinggi dari bekerja di tempat ini membuatnya tidak bisa mengundurkan diri. Yang bisa dia lakukan hanyalah memantapkan fisik dan mentalnya untuk menghadapi tuan muda-nya kedepannya.

Prang!

Deg!

Suara pecahan kaca dari dalam kamar membuat jantung Ilya berdetak tak beraturan. Tuan muda-nya pasti sedang dalam mood yang buruk, terutama karena dia baru saja bertemu dengan orang yang dibencinya.

Setelah sepersekian detik menenangkan diri sebisanya, Ilya akhirnya mengetuk tiga kali pintu kamar sang tuan muda sebelum masuk ke dalam.

Hal pertama yang dilihatnya adalah tuan muda-nya yang berdiri membelakanginya hingga Ilya tidak dapat melihat tatapannya yang mengarah pada taman belakang di seberang balkon. Lalu di samping tuan muda-nya terdapat cermin full body, yang telah hancur berkeping-keping.

Ketika pandangannya berakhir pada luka di punggung tangan dan jemari tangan kiri tuan muda-nya yang masih meneteskan darah, Ilya dengan cepat dan cekatan meletakkan nampan di atas meja kemudian mengambil dari dalam rak ketiga sebotol alkohol, anestesi, segumpal kapas, pinset, obat tetes luka, dan segulung perban. Tak lupa dia mengambil sebaskom kecil air dan dua kain bersih dari kamar mandi.

"Permisi sebentar, tuan muda," izinnya sebelum mulai dengan membersihkan, dengan kain yang telah dibasahi di satu sisi, area sekitar luka di tangan tuan muda-nya. Di sisi lain kain dia basahi sedikit dengan cairan anestesi lalu mengelapnya di tempat yang sama.

Ilya membasahi pinset dengan alkohol dan setelah mengelapnya pada kain bersih yang lain dia lalu mulai dengan teliti menarik keluar serpihan-serpihan kaca yang tertinggal di tangan tuan muda-nya. Setelah memastikan tidak ada serpihan yang tertinggal, Ilya lalu menyiram tangan tuan muda-nya dengan air bersih, membiarkan air yang bercampur dengan darah menetes dari ujung jemari lentiknya dan membasahi apron putihnya.

Mengangkat kepala sejenak, Ilya bertanya, "apa rasanya sakit, tuan muda?"

"Bukankah kau sudah menggunakan anestesi?"

Ilya tersenyum. "Saya akan pelan-pelan. Katakan jika mulai terasa sakit, tuan muda."

Dia mulai dengan meneteskan obat pada kapas, kemudian menjepit kapas itu dengan pinset yang sekali lagi telah dibersihkan dengan alkohol. Ilya kemudian mengoleskannya pada luka di tangan tuan muda-nya, secara vertikal, pelan tapi pasti.

Setelah memastikan tidak ada yang terlewati, Ilya mengambil perban dan melilitkannya di tangan tuan muda-nya, erat tapi tidak sampai dapat membuat tangan kram. Sentuhan terakhirnya, dia mengikat kedua ujung perban di telapak tangan tuan muda-nya.

"Kau sangat ahli. Apa kau masuk sekolah kedokteran?"

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Ilya terkejut tapi masih dapat mengendalikan diri. "Benar, tuan muda. Tapi saya berhenti setelah tahun pertama."

OLEANDERWhere stories live. Discover now