14. hari(s) patah hati

183 19 48
                                    

Jarum pendek pada jam dinding menunjuk ke angka 12. Gak heran kalau siang ini, udara terasa sangat panas karena matahari sedang berada tepat di atas kepala.

Calvin baru saja menutup pintu kamar rachel setelah mengantar minuman dingin yang gadis itu titip ketika ia dalam perjalanan pulang dari kampus. Saat tubuhnya berbalik, ia mendengar suara berdebum pelan dari kamar paling ujung dekat balkon. Matanya menyipit penasaran. Suara itu terdengar seperti suara barang-barang yang jatuh ke lantai. Calvinpun mengurungkan niat untuk turun dan pilih menghampiri tempat datang suara yang merupakan kamar renjani.

Tok tok tok.

"Jan?" Calvin mengetuk dan memanggil si pemilik kamar.

Aneh, tidak ada sahutan.

Tok tok tok

"Jani?"

Masih belum ada respon.

Tok tok tok.

"Renjani!"

Kali ini ada suara yang terdengar, tapi bukan sahutan, melainkan suara tangis samar dari dalam kamar. Bulu kuduk calvin langsung berdiri kala teringat cerita chris soal ucapan lia saat melihat kamar ini. Namun, kekhawatiran mengalahkan ketakutannya, sehingga tanpa berpikir dua kali ia langsung memutar kenop dan mendorong pintu itu ke dalam.

Suasana kamar itu terang. Namun berantakan. Meja belajarnya kosong karena buku-bukunya berhamburan di lantai. Koleksi action figure milik renjani juga berserakan di atas karpet. Dan sosok yang menghuni kamar itu terduduk dengan kepala tenggelam di lutut. Bahunya naik turun. Gadis itu menangis.

Calvin yang nggak tahu penyebab renjani menangis, langsung maju mendekat menghampiri, kemudian menyentuh bahu gadis itu pelan.

"Jan?"

Yang dipanggil sontak mendongak. Matanya merah dan wajahnya basah. Renjani maju untuk memeluk calvin.

"Papa gue, kak," lirihnya.

Calvin balas mendekap renjani. Mengusap punggung gadis itu berusaha menenangkan.

"Papa gue ketahuan selingkuh."

"Jehan, astaga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jehan, astaga." Chris sontak bangkit dari kursi dan menghampiri jehan yang hampir limbung di depan pintu rumah kos yang terbuka.

Tubuh pemuda itu lemas, lunglai seperti nggak berdaya menopang berat sendiri. Wajah dan bibirnya pucat. Tangan dan kakinya juga gemetaran.

Chris bersumpah, jehan nampak seperti orang sekarat.

"Je, lo gak apa-apa? Gue anter ke dokter, ya?"

Jehan menggeleng kuat. Nampak gugup menunjuk ke arah kamarnya. Chris langsung mengerti, menuntun pemuda itu menuju kamar.

"Lo beneran gak mau gue anter ke dokter, je? Badan lo gemeteran gini loh. Kayak mau pingsan."

Indekos | skitzyWhere stories live. Discover now