2. kita semua

69 12 0
                                    


Masih Juli, 2022

Huft! Kelas lagi lagi ricuh.

Ini masih pagi, tapi Luara dan Arsya sudah ribut saling tunjuk untuk siapa yang piket.

"Kau lah njir yang nyapu!" Laura melemparkan sapu lantai ke Arsya yang sedang memainkan hp nya.

Cowok itu mendegus. Tapi, Arsya sepertinya pemalu untuk mengelak, walau tadi cekcok, tapi cowok itu malah berlaga bingung.

"Aku ngepel aja," katanya.

"Ah! Enggaklah! Masa aku sendiri yang nyapu, gede ini ruangan." Laura tak setuju.

Aku pun bingung, 36 siswa kenapa tidak ada yang mau menyapu.

Eh aku juga? Tentu tidak, aku sudah kebagian hari kemarin.

Karna kelas belum diatur, bahkan perangkat kelas pun belum ada, jadi, belum ada yang buat jadwal sementara. Entah, kami sekelas malas.

Seharusnya kami rembukkan dulu. Apalagi awal awal seperti ini, murid yang lain masih berlaga sombong. Memegang sapu seperti disuruh megang tai, padahal sama sama dari desa. Sekolah dikota.

"Udah udah!" Aku bersuara.

Ntah kenapa, anak anak lain sepertinya 'sedikit' manut ke aku, apa karna waktu itu aku sempat dijadikan ketua kelas sementara.

"Ditya,"

"Hmm?"

Akhirnya, aku berani. Tapi, aku pribadi memang sudah mengenal semua teman kelasku. Ku usahakan mengobrol, dan aku sudah kenal dengan Ditya.

"Kamu, bantui Arsya, ya, ngepel didepan, mau?" tanyaku pelan, takut dia tak mau.

"Oke," ia malah merespon simpel, tak lupa dengan senyum malu malunya.

Arsya dan Ditya ber- tos, lalu mengambil alat pel.

Aku menoleh lagi, mencari lagi siswa yang sekiranya enak, dan tak merasa terperintah.

"Uci," ku panggil anak yang duduk di pojok itu, ia menoleh. "Kamu mau, kan, bantui Laura nyapu?"

"Boleh," Uci langsung berdiri, mengambil sapu dan menghampiri Laura, kedua tersenyum.

Ah senangnya.

"Waduh, kamu aja, sih, yang jadi ketua kelas nanti, Ef." Ariri berkata.

Aku membalik badan ke arahnya, karna dia duduk dibelakang ku.

"Enggak ah, repot!"

"Tapi anak anak kayaknya nurut ke kamu."

"Itu karna Efta keliatan enak orangnya, jadi mau nggak mau orang nurut. Keliatan, sih, Efta ntar bakal bisa jinakin anak anak." Rahma menambahi, sontak aku tergelak. Apa itu menjinakkan? Ada ada saja, memangnya kandang kambing? Hahah.

Tak lama, Bu Diara datang setelah kelas sudah rapi. Dia membawa kertas dan buku.

"Anak anak, hari ini ibu bakal membagi perangkat kelas." Bu Diara berdiri didepan papan tulis. "Siapa yang mau jadi ketua kelas?" lanjutnya menatap anak anak antusias.

Tapi, nol besar. Anak anak tidak ada yang menjawab.

Tiba tiba Ariri menyenggol bahu ku, dan berteriak kencang, "Efta, buk!"

Aku sontak menoleh tak setuju, "enggak, buk, enggak, Ariri aja."

"Enak aja, lu aja, Bu Diara, Efta aja buk, Efta."

"Oke, 1. Efta." Bu Diara mencatat namaku di papan tulis.

Aku mendengus kesal, ah Ariri setan! Aku itu tipikal tak bisa dipaksa, akhirnya aku rela.

di ini Januari | JaeliceOnde histórias criam vida. Descubra agora