46. Menjadi lebih baik

3.5K 273 2
                                    

Seperti biasa, hari Jumat merupakan hari paling santai di kantor Oci dan Radhit. Seluruh karyawan mulai masuk pada pukul 08.30, lebih siang dari hari-hari biasanya.

Radhit dan Oci sudah berangkat dari rumah satu jam lebih awal karena pagi tadi tiba-tiba Oci ingin makan bubur ayam yang berada di dekat kantornya.

"Udah." Oci memberikan mangkok bubur ayam kepada Radhit.

"Kenapa?"

"Udah kenyang."

"Masih banyak, loh, ini." Radhit mengambil mangkok itu dari tangan Oci.

"Iya, udah kenyang," ujar Oci yang sedang mengambil botol minumannya di kursi penumpang.

"Sayang, loh, kalau nggak dihabisin."

"Kamu aja yang habisin, mas."

Radhit menghela napas, "Kamu nggak lihat perut aku," ujarnya sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit. "Jadi sama kayak kamu," lanjutnya.

Oci terkekeh, "Wih, ada bayinya juga," balasnya sambil mengelus perut Radhit. "Sixpack-nya udah hilang," lanjutnya.

"Habis ini aku mau diet," ujar Radhit lalu menghabiskan bubur ayam milik Oci.

"Kamu, tuh, nggak perlu diet cuma perlu olahraga aja. Akhir-akhir ini kamu jadi jarang olahraga."

"Emang siapa yang bikin aku nggak bisa olahraga?" sindir Radhit. "Setiap aku mau olahraga kamu malah minta ditemenin terus," lanjutnya.

Oci tersenyum lebar, "Ya, kan bisa olahraga kalau aku udah tidur. Kamu aja yang males."

"Iya, deh, iya."

Setelah menyelesaikan sarapannya, mereka segera menuju kantor. Suasana kantor sudah cukup ramai. Namun, suasana ruangan editor sedikit sepi. Semua itu karena kedua karyawan magang, yaitu Namira dan Pandu yang sudah kembali ke kampus.

"Sepi banget, deh, nggak ada yang ngerecokin." Jessica menghela napas. Biasanya setiap pagi, Namira selalu merecoki Jessica untuk membantunya menyelesaikan laporan magang yang harus dikumpulkan setiap akhir pekan.

Oci mengangguk setuju, "Walaupun mereka banyak tanya, tapi nggak bisa dipungkiri kalau mereka banyak bantu kita nyelesaiin kerjaan."

"Jujur aja selama hampir 7 tahun gue kerja di sini. Cuma tiga orang anak magang yang bener. Lo, Pandu, sama Namira, yang lainnya bikin pusing berkali-kali lipat." Oci terkekeh mendengar ucapan Jessica.

Jessica menghela napas pelan, "Udahlah, kerja yuk kerja!"

~~~

Ketukan pintu membuat Radhit mengalihkan pandangan dari komputernya, "Masuk!"

Seorang wanita masuk ke dalam ruangan dengan senyuman manisnya. "Maaf, Pak. Saya ganggu nggak?"

"Nggak, Kamila. Silakan." Radhit berdiri dan duduk di sofa ruangannya disusul dengan Kamila yang ikut duduk di depannya.

"Maaf, ini aku boleh ngobrol sebagai teman nggak, kak?" tanya Kamila ragu, mengingat hubungannya dengan Radhit tidak baik-baik saja.

Radhit mengangguk, "Boleh."

Kamila menyodorkan sebuah kertas tebal, "Mau kasih ini, kak."

Radhit tahu bahwa itu adalah sebuah undangan. Ia tersenyum lalu melihat ke arah Kamila, "Selamat, ya."

Kamila tersenyum tipis, "Makasih, kak," ujarnya. "Dateng sama Mbak Oci, ya, kak," lanjutnya.

Our Traumas [End]Where stories live. Discover now