Lee Haechan ; 𝐬𝐞𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐦𝐩𝐚𝐮

1.2K 106 18
                                    

Sepasang lengan kekar itu melingkari pinggang ramping itu, membuat si manis yang tengah menuangkan teh panas ke dalam cangkir kembali terkejut karena ulahnya.

"Tunggu sebentar Mark, sedikit lagi selesai." Ucapnya setelah menghela nafas. Namun pria dibelakangnya yang ia panggil 'Mark' tersebut malah makin nyaman memeluknya —menghirup betapa harum aroma yang menguar dari rambut dan ceruk lehernya.

"Kamu tahu Sayang.." Helaan nafas terasa samar ketika ia menjeda.

"––sepertinya aku menyesali keputusanku karena telah membawamu. " Lanjut Mark, kali ini kalimatnya membuat si manis melepaskan kedua lengan Mark dari pinggangnya.

"––aku takut, tapi aku tidak bisa menolak saat kamu bersikeras untuk ikut. Bagaimana menurutmu dengan firasat burukku ini?" Sambungnya meraih kedua tangan kecil Haechan untuk ia genggam.

"––ada apa dengan Seoul?"

"Mark.. Aku rindu tempat kelahiranku." Dari nada bicaranya, kentara sekali bahwa Haechan jengah ditanyakan hal yang sama berulang kali.

"Lalu sebagai gantinya, setelah kembali dari sini kita akan menikah, jangan kabur lagi Lee Haechan." Sedikit penekanan terdengar dari setiap kata yang diucapkannya selagi menatap kedua manik cantik itu, seolah mengingatkan dan menagih janji dari sana.

Tipis, Haechan tersenyum. Setelahnya ia mengalihkan pandangan dari Mark, kemudian mengambil secangkir berisi teh yang baru ia buat.

"Minum teh mu.." Begitu cangkir berpindah ke tangan Mark, Haechan beranjak meninggalkan pria itu.

"Sayang~" Sambil merengek Mark mengikuti langkah kecil kekasihnya yang berjalan menuju ruang tamu, Haechan mendudukkan dirinya di single sofa.

"Lee Haechan.." Pun Mark turut mendudukkan dirinya pada sofa panjang disebelah Haechan —setelah meletakkan cangkir tehnya diatas meja.

Fuhh..

Lagi-lagi helaan nafas panjang Haechan udarakan.

"Sepertinya aku lelah Mark, bisa kan aku istirahat?" Tanya Haechan mengalihkan pembicaraan, membuat Mark Lee mengernyit bingung. Dia baru saja ingin mengobrol, apakah baru saja ia di usir?

"––artinya kamu bisa kembali ke kamarmu?" Benar, Mark diusir.

Sebelum menjawab Haechan, Mark kembali mengambil cangkir tehnya untuk ia minum seteguk.

"Izinkan aku disini malam ini." Ucap Mark seraya menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

"––aku masih merindukanmu sayang..." Lanjutnya menoleh ke arah Haechan, berharap si manis akan luluh melihat tatapan memujanya.

Namun..

Sialnya Haechan malah kembali sibuk dengan ponselnya —abai untuk balas menatap Mark yang masih tak lepas darinya.

"––apa salahnya? Kita juga akan menikah kan?"

"Kalau begitu menetaplah." Balas Haechan, ekor matanya yang masih sibuk melihat layar ponsel tak sempat menangkap wajah berbinar Mark saat ia menjawab.

"––dan ku pastikan kamu tidak akan pernah menikahiku." Haechan melanjutkan.

Huh––?’

Tentu Mark terbelalak.

"Chan??"

"Tolonglah Mark Lee, aku benar-benar lelah."

Butuh beberapa detik dua pasang obsidian saling menatap, masing-masing menuntut pengertian.

"Aah.. aku memang tidak akan bisa berdebat denganmu, ancamanmu menakutkan." Akhirnya Mark  mengalah —lagi-lagi. Ia berjalan mendekati Haechan yang sedikit mendongak balas menatapnya.

Siapa Kau, Mama? - 𝐍𝐚𝐡𝐲𝐮𝐜𝐤Where stories live. Discover now