Rahasia Lukisan Bibi

0 0 0
                                    

Happy Reading


Dua remaja berbeda gender terlihat berlarian di ruang tamu, anak laki-laki terlihat kesal sedang anak perempuan tertawa dan sesekali mengejek anak laki-laki yang mengejarnya.

“Siana, Fedrik, Berhenti berlarian!” Seruan keras dari dapur tak membuat keduanya berhenti, hingga terpaksa wanita paruh baya itu keluar dan menjewer telinga mereka.

Ketiganya duduk di Sofa, Maria selaku tante dari kedua bocah itu mulai mengomeli dua anak yang tengah menunduk menatap lantai.

Setelah Maria beranjak kedua bocah itu menyenderkan punggung ke sofa dan menghela napas, meskipun sudah mendapat omelan nyatanya gadis itu tak merenungi perbuatannya. Kembali ia mengganggu kakaknya, Fedrik yang kesal berniat mencubit pipi adiknya.

Siana yang mendapat alarm bahaya di kepala lantas berlari menuju lantai atas dengan disusul Fedrik, ia tak berbelok ke koridor kiri di mana kamar mereka berada, tetapi malah menerobos koridor kanan yang notabenenya tempat yang tak boleh dimasuki siapa pun selain bibi mereka.

Saat menyadari itu, ia terlanjur masuk lebih dalam. Koridor itu cukup bersih seolah Bi Maria selalu membersihkan setiap waktu, cahaya yang ada hanya berasal dari lilin yang menggantung di dinding.

“Aaahhhh!” Siana yang terkejut oleh tepukan di bahunya lantas berteriak, membuat Fedrik panik dan menutup mulut adiknya, bisa berbahaya jika bibi mereka yang galak itu mendengar.

“Ini aku, Fedrik.” Siana menjadi tenang kemudian, ia melepas bekapan tangan Fedrik. “Mengapa kamu berlari masuk ke sini!? Kau tahu kan bahwa ini area terlarang untuk kita.” Fedrik memarahi adiknya, membuat Siana jengah.

“Aku reflek berlari ke sini, tapi memangnya Kakak nggak penasaran sama sesuatu di koridor ini?” Pertanyaan Siana mengusik hati Fedrik, jujur saja rasa penasaran anak laki-laki itu jauh lebih besar dari adiknya, tapi ia tak seberani Siana untuk sekedar menuntaskan rasa ingin tau, sebab resikonya adalah mereka harus tidur di gudang selama berhari-hari, seperti yang terjadi lima tahun lalu.

Siana menarik tangan Fedrik, memaksa anak laki-laki itu mengikuti langkahnya memasuki koridor yang seolah tak berujung, tetapi sejauh apapun mereka berjalan pada akhirnya mereka hanya kembali ke tempat yang sama.

Kembali mereka mencoba, kali ini Siana memilih berbelok ke koridor sebelah kanan. Namun, sia-sia saja pada akhirnya, mereka tetap kembali ke tempat yang sama, di depan lukisan besar kesayangan sang bibi.

Ilustrasi 🖼️

Sumber; Pinterest

Lukisan kesayangan Bibi 📍


“Huh, Koridor jebakan?” Siana mendengus kesal pertanyaannya terdengar seperti pernyataan yang tak butuh jawaban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Huh, Koridor jebakan?” Siana mendengus kesal pertanyaannya terdengar seperti pernyataan yang tak butuh jawaban. “Sudah lah, Sia. Ayo kembali,” pinta Fedrik yang mulai menyadari ada yang salah dengan koridor ini, tak ada ruangan apapun, hanya koridor tak berujung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Magic PowderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang