BAB 9 : API DAN LOLIPOP

50 11 17
                                    

"APA yang sebenarnya terjadi, Nuna? Kenapa tiba-tiba dia mau pindah ke rumahku?" Wajah Paris tampak bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"APA yang sebenarnya terjadi, Nuna? Kenapa tiba-tiba dia mau pindah ke rumahku?" Wajah Paris tampak bingung. Ia berkali-kali mengintip dari balik tembok pemisah rumah tetangga ke arah Alaric yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang di depan pintu rumahnya.

"Kukira, kalian sudah sepakat?" Arabella mengernyit.

Paris menggeleng. "Nggak."

Arabella menggigit bibir, menimbang-nimbang bagaimana cara memberitahu Paris tentang kegilaan sementara atasannya itu. Masalahnya, hal ini sangat jauh dari pemikiran logis manusia mana pun. Apakah pria di hadapannya ini akan percaya begitu saja?

Wanita itu menghela napas panjang.

"Oke," ucap Arabella akhirnya. "Dengar. Setelah ini, aku cerita. Tapi, tolong, jangan menyela, karena ini akan terdengar sangat-sangat-sangat absurd."

Paris menatap lurus Arabella, tampak berpikir. Sejurus kemudian, ia mengangguk.

"Pak Alaric lagi sakit," ungkap Arabella. "Untuk sementara."

Pria yang tubuhnya lebih tinggi dari Arabella itu menaikkan alis. "Maksudnya? Untuk sementara? Apa hubungannya sama dia minta pindah?"

Arabella akhirnya bercerita, mulai dari mereka yang tersesat dan menemukan sebuah kedai misterius, hingga keadaan Alaric saat ini. Paris mendengarkannya dengan saksama meski wajahnya tampak tidak percaya. Sesekali pria itu juga menggaruk tengkuknya.

"Nuna yakin, itu karena efek samping dari ramuan itu?" tanya Paris setelah Arabella selesai mengatakan semuanya. "Gimana kalau ini cuma akal-akalan dia aja? Biar bisa deketin Nuna?"

Arabella terkikik.

"Dalam keadaan sadar, orang itu nggak akan pernah bersikap kayak gini, Ris," elaknya. "Tahu sendiri, tipenya dia, kan, ya, yang kayak Izora begitu."

"Memangnya Nuna kenapa?" Paris menyahut tidak terima. "Nuna nggak kalah cantik, kok. Pintar. Mandiri. Cerdas. Baik hati. Saking baiknya, sampai mau repot-repot bujuk aku buat ngizinin Pak Alaric buat tinggal di rumahku. Iya, kan?"

Arabella meringis. "Kasihan, tahu. Nyebelin-nyebelin begitu, sekarang kondisinya lagi nggak normal. Tapi, kita bakalan cari jalan keluarnya secepat mungkin, kok. Dia nggak akan lama-lama tinggal di rumah kamu."

"Tapi ... kenapa harus rumahku?"

"Lantas, apa ke rumahku saja?"

"Nuna!" Paris menghela napas frustasi. "Maksudku ... kenapa dia nggak sewa rumah sendiri atau apa gitu, kek? Lagi pula, kenapa ... kenapa Nuna mau dibuntuti terus sama dia? Apa Nuna mau bikin aku cemburu?"

"Ris, kita udah bahas ini berkali-kali, loh," ujar Arabella. "Mau berapa kali lagi aku bilang kalau aku sama sekali nggak tertarik dengan hubungan semacam itu? Kita teman. Bahkan, kamu sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Ngapain aku punya niat bikin kamu cemburu?"

AMORVENCY (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang