jadi begitulah kisah panjangnya

5 2 0
                                    

Adrian

Setelah memastikan Kyla kembali ke hotelnya dengan aman, aku memutuskan untuk mengendarai mobilku lebih lama, menyusuri jalan asing ini tanpa tujuan, hingga berhenti di antah berantah.

Cerita Kyla mengenai temannya masih terngiang jelas di kepalaku. Dari social bullying, kemudian merembet ke verbal bullying, hingga suatu saat sampai ke physical.

Bukan. Aku bukan korban bullying seperti teman Kyla. Aku juga bukan pelaku yang menyerang seseorang secara langsung.

Akan tetapi, aku juga tidak sepenuhnya tidak bersalah. Seperti yang dikatakan Kyla lagi, mereka yang menyadari perlakuan buruk itu tetapi hanya diam—tidak andil maupun menghentikan mereka, sama bersalahnya seperti para pelaku. Dan hal itu yang saat ini seperti memakanku hidup-hidup.

Tanganku meraih ponsel di saku celana, kemudian membuka ruang percakapan baru dengan Arlisha, setelah sekian lama tanpa nyawa.

Adrian:
Sha...

Arlisha mungkin mengalami hal yang sama seperti teman Kyla, bahkan mungkin lebih buruk. Ditinggal sahabat sejak kecilnya dan dijauhi anak kelas tanpa sebab. Sampai akhirnya ia tidak tahan kemudian meninggalkan sekolah.

Arlisha:
Mau apa?

Tidak sampai di situ, setelah meninggalkan lingkungan toxic untuk hidup yang lebih baik pun, segalanya kembali kacau setelah kedatanganku.

Adrian:
Bisa ketemu?

Arlisha:
Malam-malam begini?

Arlisha yang kukenal pasti sedang mengumpati roomchat ini dengan kalimat seperti, kau enggak lihat jam berapa sekarang?

Adrian:
Kalau kau sempat saja.

Arlisha:
Memang kenapa?

Adrian:
Ada yang mau kubicarakan.

Arlisha:
Tumben sekali.
Nggak bisa dibahas lewat chat?

Adrian:
Lebih enak diomongin langsung.
Tapi kalau kau nggak bisa, it's okay.

Arlisha:
Kalau gitu boleh aku usul tempat bertemu?

Adrian:
Di mana pun kau mau.

Arlisha:
mengirim koordinat lokasi.
Kalau besok jam makan siang?

Adrian:
Oke.

Aku beralih pada kontak "Ayah", dan mengetik pesan bahwa aku tidak akan kembali ke hotel dan akan langsung pulang sekaligus memberi alasan bahwa ada hal mendadak yang akan kulakukan besok pagi di kampus.

Setelah menyimpan ponselku, aku menghidupkan mobil dan memulai perjalanan panjang kembali ke kota.

***
 

Siang itu aku berhenti di depan sebuah warung sembako kecil di tengah perkampungan, tepat seperti koordinat lokasi yang Arlisha berikan.

Di depan, kulihat gadis itu telah duduk santai pada kursi depan warung. Tangannya memegang sebuah es krim coklat yang kutebak ia beli di warung itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 05 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kelas Bulan FebruariWhere stories live. Discover now