Chapter 2. Another Mission.

15 6 0
                                    

"Bukankah kau sudah bilang untuk tidak mencampuri takdir manusia?" Orion bertanya pada Archer tanpa menampakkan dirinya. Suara pukulan samsak terdengar keras di sela-sela kalimat.

Archer hanya menyeringai sambil terus memainkan game di komputernya. "Aku tidak mencampuri urusannya, aku hanya menyelamatkan perasaannya."

"Aku sudah mengingatkanmu," ujar Nash pada Archer. Tangan kirinya terlihat penuh menenteng banyak bungkusan camilan, dan tangan kanannya menggenggam satu cup latte yang baru dibuat oleh Leo di lantai bawah, tempat Cafe Oddinary beroperasi.

Archer menoleh sebentar pada Nash, lalu kembali menatap layarnya sambil berdecak kesal. "Kau mengadukannya pada Orion, ya."

"Tidak sama sekali. Kau lupa kalau Orion tahu semua hal tentang kita?" Nash meletakkan barang bawaannya di atas meja makan depan tv. Setelah melakukan hal yang berat, menikmati kudapan dan bersantai sambil menonton adalah cara Nash untuk membuat energinya kembali lagi.

Suara gebukan samsak berhenti, menyisakan napas Orion yang tersengal setelah melatih otonya. "Nash benar. Aku bisa tahu apa pun tentang kalian. Bahkan saat ini Leo sedang melayani pelanggan saja aku tahu." Orion melepas hand wrap sambil berjalan mendekati meja Archer. Helaan napasnya terdengar berat saat ia menyadari betapa kacaunya tempat ini.

Lantai dua yang memang dikhususkan untuk ruang kegiatan terlihat penuh dengan barang-barang. Mulai dari alat gym, matras bela diri, meja gaming, meja makan, satu tv layar besar; lengkap dengan alat game, galeri mini milik Rigel tempat ia biasa melukis, dapur di ujung ruangan; wilayah kekuasaan Leo, bahkan ada ring tinju yang sering digunakan mereka untuk sparring satu lawan satu.

"Kalau nanti Neil bangun, suruh dia untuk mengangkut baju-bajunya itu ke dalam kamarnya sendiri," tunjuk Orion pada ceceran baju yang berada di sofa depan tv.

"Relax, Pak tua. Kau semakin terlihat tua kalau terus marah-marah." Sky yang baru keluar dari kamar mandi menyeringai pada Orion. Di antara tujuh lainnya, hanya Sky yang sering meledek Orion dengan sebutan Pak Tua.

"Ah, iya aku hampir lupa. Apa katamu semalam? Tumbal dan sejenisnya?" tanya Archer tanpa mengalihkan pandangannya dari layar pc.

"Tumbal?" tanya Sky. "Kau bertanya tentang ucapan Neil?" Ia mencoba untuk memperjelas.

Archer mengangguk. "Yap, hal yang berkaitan tentang itu. Aku tidak begitu memperhatikan semalam."

"Seorang pelanggan cafe datang dengan membawa sekarung emas. Katanya dia warga baru di Hellven. Tapi gerak-geriknya mencurigakan. Neil beranggapan kalau dia telah menumbalkan sesuatu untuk ditukar dengan emas dan hak tinggal di Hellven." Sky membuka pintu kulkas, mencari-cari yogurt yang disimpan di sela-sela kaleng bir. "Ketemu!" serunya.

"Jadi begitu caramu menyembunyikan sesuatu?" Tiba-tiba, Hunter telah berdiri di belakang Sky dengan tatapan penuh selidik.

Sky menoleh, lau mengumpat pelan. "Setelah ini aku akan mencari cara lain agar makananku terbebas darimu!"

Hunter menatap Sky yang telah meninggalkan dirinya dengan kedua matanya yang menyipit tajam. "Definisi makhluk tidak berperasaan," desisnya.

"Setelah ini aku mencari tahu tempat tinggal pria itu, nanti malam kita bergerak lagi setelah jam cafe berakhir. Kalau Neil sudah bangun, suruh dia segera turun ke ruang kendali." Orion menatap mereka bertiga bergantian sebelum naik ke kamarnya di lantai atas.

"Jadi dia menyuruhnya untuk membereskan barangnya dulu, atau segera ke ruang kendali dulu?" gumam Archer pelan tanpa berniat untuk bertanya.

"Another mission, huh?" Hunter menghempaskan tubuh besarnya di atas sofa. Kepalanya menengadah ke langit-langit sambil memejamkan kedua matanya. "Setiap hari selalu penuh dengan misi. Sepertinya kita memang tidak ditakdirkan untuk bisa bersantai menikmati hidup."

"Apa lagi yang kau harapkan di kehidupan kita saat ini?" Archer menimpali tanpa mengalihkan pandangannya pada permainan game yang hampir ia menangkan. Suara berisik yang berasal dari ketukan cepat keyboardnya menjadi suara yang paling mendominasi.

Sky tertawa kecil sambil menyuap yogurtnya. "Itulah alasan kita berdelapan dihidupkan kembali dari kematian, kan?"

***

Satu ruang bawah tanah di bawah Cafe Oddinary terlihat tenang dengan banyak layar monitor yang menyambung ke semua area CCTV di distrik Hellven. Dengungan mesin server yang halus tidak membuat konsentrasi Neil menurun saat ia mengawasi semua pergerakan dari puluhan layar yang ditata berjajar di satu dinding. Sambil menyesap americano dingin, matanya bergerak cepat dari satu layar ke layar lainnya.

"Coba perbesar tangkapan layar di dekat gudang penyimpanan milik toko alat perkakas itu," tunjuk Orion pada salah satu layar di bagian paling bawah, tepat di sisi kiri Neil yang sedang duduk di balik meja kontrol; di bawah puluhan layar itu.

"Ini yang kau maksud?" Neil memperbesar bagian belakang gudang yang hanya tampak sebagian. Siluet yang tidak akan tertangkap mata sekilas terlihat samar di sana. Gerakannya terlihat mencurigakan, membuat keduanya mencondongkan badan ke depan untuk lebih jelas mengamati.

"Terlihat seperti pembantaian. Yang dia pegang itu kapak, bukan?" gumam Neil ragu.

"Kurasa, sialnya resolusinya terlalu buruk untuk diperbesar lagi." Orion mulai menyayangkan kenapa ia tidak memasang CCTV di sisi belakang gudang.

"Anehnya, tidak ada tanda kalau orang itu dikendalikan iblis. Semuanya murni karena keinginannya sendiri." Neil kembali mengingat saat semalam ia mengawasi pria itu dari jauh.

Orion menghela napas. "Bukankah itu yang membuatnya menjadi sosok iblis? Tidak perlu pengaruh iblis ketika dia sendiri telah menjadi iblis."

Neil memutar kursinya cepat, lalu menatap Orion seolah ia telah mendapatkan ide paling brilian sepanjang masa. "Daripada kita susah-susah untuk menemukan jejaknya, kenapa tidak meminta data dari malaikat maut saja? Dia pasti memiliki catatan lengkap tentang kasus ini, kan?"

"Kau serius?" Orion menatap ngeri pada Neil. "Sejak kapan malaikat maut mau berbagi informasi dengan kita?"

"Hiissshh!! Kau benar!" Neil menggebrak meja. "Sesama makhluk yang memiliki misi, kenapa mereka tidak bisa sedikit longgar pada kita. Menyebalkan sekali!"

Orion tertawa melihat ekspresi marah milik Neil. "Kita ke sana saja nanti. Pasti ada jejak kejadian yang bercecer."

"Baiklah, kita menurut pada ketua." Neil mengangguk.

Tangan Orion kembali menunjuk salah satu layar berjajar tiga di atas meja. "Perbesar lantai dua."

Neil mengerut bingung. "Kenapa? Kau menemukan hal aneh di sana? Jangan bilang ada penyusup!"

"Perbesar bagian sofa." Orion kembali berbicara.

Neil melakukannya tanpa curiga. "Apa yang kau cari?"

Orion menyeringai, kemudian menunjuk beberapa baju milik Neil yang berantakan di sana. "Kau mengenali barang-barang itu, kan? Kuberi waktu sampai nanti malam untuk membereskannya. Atau... aku akan membuang semuanya di tempat sampah."

Neil membuka rahangnya dengan sorot mata tak percaya pada Orion.

"Aku serius, Neil. Tolong rapikan barangmu sendiri," ucap Orion lagi sebelum ia keluar dari ruangan itu.

"Waah! Pak Tua itu benar-benar kejam!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 05 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Oddinary CafeWhere stories live. Discover now