Arunala • Bab : Tuna netra

30 6 4
                                    

"Aruna, jika di kemudian hari kita tidak bisa bertemu lagi, apa keinginan terakhir mu?"

"Keinginan ku sangat sederhana. Aku hanya menginginkan pertemuan kita di kehidupan selanjutnya."

"Jika pertemuan itu tidak pernah terkabulkan?"

"Itu berarti aku tidak memiliki menginginkan apapun."

-

Kehadiran singkat, namun melekat.
Ya. Itu memang benar. Yang lama belum tentu berakhir amerta, tapi yang singkat, sering kali melekat pada jiwa.

Orang bilang, cinta di umur belasan itu hanyalah omong kosong semata. Akan tetapi, mereka salah besar. Karna pada dasarnya, cinta itu didasari oleh hati. Perasaan nyaman, kasih sayang, perhatian, dan pengorbanan dari pasangan kita sendiri.

Pada suatu waktu, pertemuan singkat itu juga pernah terjadi padaku.
Bahkan pertemuan itu juga yang telah berhasil mengajariku banyak makna.

Sampai sampai, rasa yang indah itu, kini masih saja menghasilkan warna.

"Aruna!" Panggil seorang laki-laki yang tengah berlari menghampiri gadis tuna netra di tepian pantai

Gadis itu tersenyum mengedarkan pandangannya ke sekeliling lautan. Hembusan angin yang cukup kencang disana terasa begitu menyegarkan ketika menerpa wajah cantiknya.

"Saka? Ngapain kamu kesini?"

Laki-laki itu terduduk disampingnya, "nyari kamu lah, ngapain lagi"

"Kenapa nyari aku?

"Karena... Mau ngasih tau sesuatu!"

Aruna mengeryit bingung, "ngasih taunya jangan setengah setengah dong, biar aku ngerti."

Sakala terkekeh dengan jahilnya.
"Aruna... Kamu mau coba lihat senja kan?"

Aruna mengangguk ragu.

Dengan senyuman yang semakin merekah, Sakala menggenggam tangan yang terasa dingin itu.

"Pakai mataku, ya?" Tawar Sakala yang membuat Aruna terkejut.

"Kamu ngomong apa Saka? Aku nggak suka."

Lagi dan lagi, Sakala menarik tangan itu, kemudian mengecupnya lama.

"Dokter Zen bilang, paru-paru aku nggak bisa bertahan lebih lama lagi. Siapa tau, disaat aku bangun besok, aku udah nggak ada"

"Jadi, aku mau kamu pakai mata aku kalau aku udah pergi, Aruna. Biar organ tubuh aku yang masih berfungsi bisa berguna buat siapa aja, termasuk kamu"

Aruna meneteskan air matanya, kemudian memeluk Sakala erat. "Aku nggak akan pernah mau kehilangan mataku Saka. Cuma kamu satu satunya penglihatan yang aku punya. Kalau kamu pergi, itu artinya aku benar-benar buta selamanya!"

Aruna menjerit histeris. Berbeda dengan Sakala yang terdiam memikirkan gadis didalam pelukannya saat ini.

"Aruna, kamu berhak merasakan kebahagiaan yang lebih daripada aku. Percayalah, kita pasti akan bertemu lagi."

"Tentunya bukan disini, melainkan di tempat peristirahatan terakhir kita nantinya. Disana... Pasti akan jauh lebih indah, Aruna. Kita bertemu disana saja, ya?"

Aruna terdiam beberapa saat. "Apa itu benar?"

Sakala mengangguk antusias. "Tentu saja! Sekalipun mati, aku hanya akan mencintaimu Aruna. Hanya ada kamu didalam sini." Ucapnya sambil meletakkan tangan Aruna di dada-nya.

Aruna termenung beberapa saat, "apa kau berjanji akan tetap mencintaiku? Sekalipun sudah mati?"

"Iya Arunaa. Aku hanya akan mencintaimu, sampai aku mati."

"Kalau begitu, aku menyetujuinya. Aku minta tepati janjimu untuk mencintaiku selamanya. Apa kamu sanggup?"

Sakala tersenyum bahagia, sebentar lagi dia bisa membuat orang yang ia cintai melihat dunia.

"Tentu aku sanggup!"

"Tapi Aruna... Jika di kemudian hari kita tidak bisa bertemu lagi, apa keinginan terakhir kamu?"

"Keinginan ku sangat sederhana. Aku hanya menginginkan pertemuan kita di kehidupan selanjutnya."

"Jika pertemuan itu tidak pernah terkabulkan?"

"Itu berarti aku tidak memiliki menginginkan apapun. Saka"

Sakala tersenyum kemudian mengecup kening di hadapannya. "Aku mencintaimu Aruna"

Aruna benar-benar kalang kabut saat menyadari bahwa Sakala baru saja mengecup keningnya.
"Aku juga mencintaimu, Saka" lirihnya mengusap wajah tampan itu

-

Aruna Kalandra Aleris. Gadis yang merayakan ulang tahunnya setiap 4 tahun sekali itu memiliki julukan Peri Tulip.

Dia sangat cantik. Baik. Dan yap, aku mencintainya. Dia gadis tunanetra yang tidak mengetahui apa apa. dan yang lebih menyakitkannya lagi, dia mengalami itu semua sejak dia lahir ke dunia.
Itu berarti, dia tidak pernah melihat keindahan dan kekejaman pada dunia ini bukan?

Bahkan disaat dia mengalami kesulitan, orangtua nya justru malah mengantarkan dia ke panti asuhan. Dengan alasan, mereka tidak sanggup membeli obat untuk anaknya yang selalu sakit sakitan.

Aku bertemu dengan Aruna saat dia sedang berada di taman, saat itu aku tengah kesakitan. Dia menolongku dengan susah payah. Memanggil pertolongan kepada beberapa orang, karena dia tidak sanggup menolongku sendirian.

Aku dibawa dan di obati di sebuah panti asuhan tempat dia tinggal. Anehnya, panti itu hanya ditempati oleh 3 orang. Termasuk dirinya. Mungkin itu karena yang lain sudah terlepas dari sana.

Dia yang merawatku, menyuapi ku, bahkan rela menemaniku berkeliling pantai selama kaki ku masih cedera parah karena kecelakaan dulu.

Dibalik kekurangannya, bagiku dia adalah kesempurnaan Tuhan yang teramat indah.
Ikhlas dan tulus yang sesungguhnya, itu berada pada dirinya.

Bahkan disaat aku menawarkan mata ku pada hari itu, dia justru malah diam diam memberikanku paru-paru nya.

Dia benar-benar konyol. Dia membiarkanku hidup sendirian dengan perasaan yang tidak bisa lagi aku jabarkan.

Aruna... Gadis tuna netra pecinta suasana samudera... Terimakasih karena telah menyadarkanku untuk terus bersyukur.

Sesuai janjiku, sampai saat ini aku masih mencintaimu. Dan perasaan ini, akan tetap sama, sampai fatamorgana yang aku ceritakan benar-benar menjadi nyata.

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.





































Jangan lupa follow akun dibawah ini juga ya!
Instagram : @psychopathandmafia_wattpad
Tiktok : @psychoandmafia_wattpad26

ARUNALA : Cerpen KomunitasDonde viven las historias. Descúbrelo ahora