Kemungkinan

2.6K 233 11
                                    

Adam mengangguk. "Ya, saat ini aku sudah menyukai cewek lain."

"APAAAAAA?!" Afra dan Adly yang histeris bahkan sampai keluar dari tempat persembunyian membuat Diandra dan Adam terkejut.

Oke, Afra memang berlebihan. Tapi kalau Adly yang mengenal Adam dari bayi saja sampai terkejut parah apalagi Afra. Bisa-bisanya manusia yang bak berhati es seperti Adam jatuh cinta. Afra malah ngeri mendengarnya.

"Sedang apa kalian?" Adam menatap kedua manusia itu dengan datar.

"Se-se-se ...." Afra mendadak lupa kosa kata Bahasa Indonesia.

"Hai Adam. Apa kabar?" sapa Adly dengan wajah ceria tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Hai Adam." Afra ikut heboh. Seakan-akan mereka sudah tidak bertemu selama bertahun-tahun.

Adam semakin melihat mereka dengan tatapan datar dan dingin. "Gak tahu malu sekali kalian berdua. Sudah mendengar pembicaraan orang lain tanpa izin dan gak minta maaf."

Afra dan Adly langsung saling lirik dengan salah tingkah.

"Gak tahu malu? Waduh ...." batin Afra. Kehilangan muka di depan Adam.

"Se-sejak kapan ...." Diandra malu dan merasa ingin kabur saat itu juga. Dia benar-benar merasa tak sanggup lagi.

Tiba-tiba perhatian Adam menyorot tangan Afra yang tengah menggenggam pergelangan tangan Adly itu.

"Kenapa kamu memegang tangan Adly? Apa kamu bebas memegang tangan semua laki-laki?"

"Eh ...." Afra baru sadar. Secepat kilat dia melepaskan tangan Adly. Rupanya dia lupa melepaskan tangan sepupu dari Adam itu saat menariknya untuk bersembunyi.

"Jadi Adam, kamu menyukai siapa?" Adly sangat penasaran mewakili Afra membuat Adam sedikit kesal.

"Kalian berdua mengintip dan mencuri dengar pembicaraan orang lain itu saja sudah gak sopan dan gak pantas. Terus dengan gak ada rasa bersalahnya bertanya begitu? Tck!" Adam memilih berlalu meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Adly dan Afra yang kembali saling lirik dengan salah tingkah.

Diandra menghapus air matanya dan berjalan cepat keluar ruangan dengan menunduk malu.

"Diandra kita minta maa--" Belum selesai Adly mengucapkan permintaan maaf, Diandra sudah pergi lebih dulu. Gadis itu benar-benar malu dengan kejadian itu.

"Yah ... jadi gimana?" Afra bingung.

"Nanti kita coba minta maaf lagi dengan Diandra dan Adam saat situasinya sudah memungkinkan, Kak."

"Oke ...." Afra merasa sangat bersalah karena sudah mencuri dengar pembicaraan Diandra dan Adam.

Tiba-tiba Adly mulai tersenyum simpul. "Tapi, aku benar-benar bersyukur mengetahui Adam menyukai seorang perempuan, Kak."

"Hah?" Afra heran.

"Jujur, Adam itu gak pernah dekat dengan perempuan manapun, Kak. Dia banyak mengabaikan cewek-cewek cantik yang rela mengejar dia. Jadi saat mengetahui dia menyukai seseorang perempuan, sebagai saudara sepupunya, aku sangat lega. Berarti dia laki-laki normal."

"Hah?" Afra lebih tak habis pikir.

Adly langsung tampak berpikir. "Eh, tapi siapa ya yang disukai Adam?"

Afra menganggukan kepala. "Itu dia, Dly. Siapa yang bisa meluluhkan makhluk hidup seperti Adam?"

Adly berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan. "Tunggu Kak, siapa yang Kakak tahu sering menemui Adam? Maksudku perempuan."

Afra mengerutkan dahi. "Aku dan Bu Bunga," jawabnya ragu.

Adly belum puas. "Ganti pertanyaan, siapa cewek yang sering menghabiskan waktu bersama Adam?"

Tentu saja Afra tahu. "Aku."

"Ganti pertanyaan, Kakak kan sering memegang ponsel Adam dan diberikan izin melihat isi ponsel Adam dengan bebas. Siapa cewek yang biasa chat WhatsApp dengan Adam atau sering melakukan panggilan telepon dengan Adam?"

Afra tak kesulitan. "Aku."

"Selain, Kakak?"

"Beberapa cewek memang mengirim chat ke Adam, tapi gak pernah dibalas oleh Adam."

Adly terdiam sejenak sembari berpikir. "Jadi menurut Kakak, siapa cewek yang paling mungkin disukai oleh Adam?"

"Ya mana aku tahu, Adly. Mungkin mereka bertemu di acara perusahaan, karena Adam hampir gak pernah gak hadir di acara perusahaan menemani Pak Arka."

Adly angguk-angguk kepala. "Ah, iya. Beberapa siswi di sekolah ini memang orang tuanya memiliki hubungan bisnis yang baik dengan ARS Group. Mereka pasti juga setidaknya diajak hadir saat acara perusahaan."

Entah kenapa Afra sedikit berkecil hati mendengar fakta itu.

***

Afra duduk di tribune sambil mengetik tugas kuliahnya di laptop. Sesekali dia mendongkak melihat Adam yang tengah latihan di lapangan bersama timnya. Wajah seriusnya yang tampak berkeringat, ekspresinya yang selalu datar, tatapannya yang dingin membuat Afra terlena.

"Astaga ... nih orang memang gak pernah terlihat jelek, ya?" batinnya sambil geleng-geleng kepala.

Tak lama latihan selesai dan Adam hendak berlari menuju Afra, tapi panggilan Deril menghentikannya.

"Dam? Kami akan nongkrong di rumah Glenn. Kamu mau bergabung?"

"Tidak, terima kasih. Saya sudah ditunggu oleh asisten saya."

Afra mengamati percakapan mereka, tapi dia tak paham isi percakapannya karena menggunakan Bahasa Inggris.

"Oh ayolah, hanya asisten, Dam. Dia bisa menunggu, kan? Atau kamu suruh pulang saja."

"Saya tidak mau. Itu jawaban saya." Adam langsung berjalan menuju Afra yang sigap menyodorkan handuk kecil untuk mengelap keringat. Tapi bukannya menerima sodoran itu, dia malah duduk di samping Afra dan langsung menyandarkan punggungnya ke tubuh Afra yang membuat gadis itu sedikit kesulitan menopang tubuhnya.

"Aduh ... berat, Dam. Bersandar saja di kursi!"

"Perutku gak nyaman dari pagi."

"Hah? Kamu sakit?" Afra terkejut.

"Sepertinya. Aku muntah tadi pagi dan masih mual saat pelajaran di kelas."

"Kenapa kamu gak beritahu aku?" Afra panik. Tentu saja, karena pria itu seharga 25 juta sebulan.

"Aku malas beristirahat di rumah."

"Apa karena hari sebelumnya kamu makan bakso?" Afra lebih panik lagi. Takut disalahkan oleh Arka dan Bunga. "Aduh ... aku kan sudah melarang kamu dari awal!" Dia frustasi sendiri.

Bukannya menanggapi, Adam yang sedikit pucat itu merasa perutnya semakin melilit. "Mph ...." Sontak dia berlari menuju toilet yang diikuti Afra dengan panik. Pria itu kembali muntah untuk kedua kalinya.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora