Bagian 1

4 1 0
                                    

"Gua balikan sama Risa."

Dion dan Kent yang baru saja membuka bungkusan keripik sontak membeku sesaat. Keduanya saling lempar pandangan kemudian sama-sama menatap lelaki yang baru saja mengungkapkan sebuah kejujuran. Viko Radya, lelaki cuek bebek yang baru saja bicara tampak sedang menggaruk belakang telinganya salah tingkah.

Kent yang pertama kali sadar dari keterkejutan. Dia merangkak mendekati Viko lalu menampar wajah lelaki itu cukup kuat. Akibatnya, Viko jadi berdecak kemudian melempar bungkus keripik yang sudah terbuka ke arahnya.

"Tolol anjir! Sakit muka gua lo tampar-tampar!" ujar Viko naik darah.

Tanpa menghiraukan amarah temannya itu, Kent memungut keripik yang jatuh di dekatnya. "Gak mimpi berarti gua," katanya sambil memakan keripik yang dia pungut tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Belum lima menit kok.

"Orang mah nampar atau nyubit diri sendiri. Ini malah gua yang ditampar. Bego banget sih lo."

"Lo bener balikan sama Riris, Ko?" Dion bertanya, mengabaikan emosi Viko yang masih berantakan.

"Engga, boongan gua!" balas Viko sarkas. "Ya beneran lah anjir. Gua mah gak pernah boong."

"Dih, howak banget," Kent menimpali. "Catetan dosa lo kayaknya penuh dah tuh ama dosa darmaji, dahar lima ngaku hiji."

"Itu mah Dion juga penuh catetannya anjir."

"Lah? Kent lebih parah, gila! Jajan 20 rebu malah minta kembalian 10 rebu padahal duit yang dikasih goceng," Dion mengungkapkan sisi gelap Kent.

Viko tertawa. "Lebih bejat dari iblis anjir."

"Iblisnya malah berguru ama dia cok. Ampe sujud sambil bilang Puh ajarin dong, Puh."

"Si anjir!" Kent melemparkan keripik yang dia pegang ke kepala Dion. "Tapi gua sekalinya bayar, uang kembaliannya gak gua ambil."

"Ya itu karena duit lo pas anjir!"

"Sial, lo jangan buka kartu dong!" Kent gantian melemparkan keripiknya ke arah Viko.

"Kan ini kita lagi main ToT. Gak ada rahasia di antara kita, Dek," balas Viko santai.

"Iya, gua juga tau ini lagi main ToT. Tapi kan bukan giliran gua yang buka rahasia. Gak adil lah!"

"Iya, anjir, udah, cukubbb!" Dion menengahi. "Bisa gak nyebutnya tuh T-o-T? Jangan disambung anjrit!"

"Suka-suka gua lah!" Kent meraih pena hitam di tengah-tengah mereka yang digunakan untuk mengundi siapa yang akan mengungkapkan kejujuran berikutnya.

Bagi Dion, pena hitam itu adalah pena keramat karena sejak pertama kali digunakan untuk memainkan game dare or dare, dia selalu menjadi pihak yang paling apes. Tapi, sekarang justru Dion menjadi pihak yang belum pernah ditunjuk sejak permainan dimulai.

Entah kesambet setan apa, sepuluh menit lalu Viko yang muak dengan kekalahan dalam game Mobile Legend menyeletuk tanpa pikir panjang.

"Eh, gimana kalau kita main truth or truth aja?"

Dion yang saat itu sedang mengantuk parah langsung mengangkat kepalanya, tertarik. Sementara itu, Kent hanya senyam-senyum sendiri dengan ponsel miliknya di dekat ranjang.

"Kent, pinjem pena lo." Viko mengambil pena yang diselipkan di saku seragam Kent tanpa menunggu diizinkan.

Kent yang melihat itu sontak saja meletakan ponselnya di lantai. "Tiba-tiba banget dah. Lose streak lagi lo?"

"Ah, diem gak usah dibahas. Frustasi gua." Viko akhirnya memutar pena hitam di tengah-tengah mereka.

Setelah berputar beberapa kali, pena itu berhenti menunjuk Kent. Kent hanya bisa menghela napas panjang dan siap menerima tantangan apapun.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 08 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Truth or Truth : Rahasia DionWhere stories live. Discover now