i.

1.7K 158 59
                                    

Renjun as: Alsaki Widyanata/ Saki

Donghyuck as: Haikal Sagara / Haikal

Tags: Romance, strangers to lovers, open ending, age gap, mature content for explicit scene (please be aware of this), local setting, local name.

Cameo no face claim: Pak Djaya Widyanata, Ibu Tiana Widyanata, Pak Agus, Bu Darsih dan nama cameo lainnya yang disebutkan di dalam cerita.

✿✿✿

"Pokoknya aku gak mau pindah! Titik! Terserah kalau ibu mau tinggal di pedalaman! Saki nggak mau ikut!"

Rasanya suasana pagi yang cerah di hari Minggu tidak bisa meredam emosi Saki yang meledak-ledak seperti petir dikala hujan. Bahkan sarapan pagi yang lezat seketika terasa hambar, tergantikan dengan luapan kemarahan yang diperlihatkan seorang pria dewasa muda, yang baru merayakan ulang tahunnya yang ke-22 satu minggu lalu.

Kemarahannya bukan tanpa alasan. Saki marah luar biasa saat tahu kalau keluarganya akan pindah rumah. Bukan ke kota besar apalagi ke luar negeri, melainkan pindah ke wilayah perkebunan yang jauh dari hiruk pikuk dan kemacetan kota Jakarta yang biasa ia rasakan.

Alsaki Widyanata terlalu modern untuk hidup di daerah pinggiran apalagi perkebunan. Sang ibu hanya bisa menghela nafas, sudah menduga reaksi Saki akan sama kerasnya dengan batu kerikil. Ia bahkan belum menjelaskan bagaimana kondisi di sana, tapi Saki sudah berteriak dan meninggalkan meja makan.

"Biar ayah yang ngomong."

Pak Widyanata, Ayah saki datang dari arah pekarangan belakang setelah mendengar suara teriakan anaknya di meja makan. Sudah sangat paham dengan tabiat anak satu-satunya itu.

Pindah rumah memang seperti sebuah momok yang menyeramkan bagi Saki, tak lain karena sang ayah sering bepergian untuk urusan pekerjaan dalam kurun waktu 3 bulan bahkan pernah hingga 2 tahun lamanya. Saki tidak menduga kalau ketakutannya itu akan benar-benar terjadi. Ia tidak ingin melepaskan diri dari kemudahan akses transportasi, mall-mall besar dan mewah, juga teman-teman dekat yang tentu akan tetap bisa bepergian ke cafe-cafe setiap akhir pekan tanpa dirinya.

"Saki, buka sebentar. Ayah mau ngomong."

Saki menelungkup, membenamkan wajahnya pada bantal dan berteriak sekencang yang ia bisa. Berhadapan dengan sang ayah artinya tidak ada negosiasi. Keputusan ini sudah valid dan tidak bisa diganggu gugat.

"Alsaki."

Sang ayah memanggil untuk yang kedua kali dan Saki akhirnya bangkit meninggalkan tempat tidurnya, berjalan gontai menuju pintu. Ia masih berharap kalau ini hanya mimpi buruk, tapi ketika ia memutar gagang pintu dan melihat wajah sang ayah, Saki tahu kalau ini bukan mimpi.

Tidak ada yang bisa Saki lakukan setelah mendengar ceramah selama satu setengah jam dari sang ayah. Keputusan pindah diambil karena ayahnya akan membuka perkebunan baru, dan sebagai efisiensi, Pak Widyanata turun tangan untuk melakukan pengawasan.

Sebetulnya Pak Widyanata bisa saja memerintahkan bawahannya yang lain untuk mengambil alih. Tapi ia terlalu antusias untuk bisa melihat perkembangan perkebunan yang akan ia buka tiga bulan ke depan. Memiliki lahan perkebunan kayu manis memang sudah jadi impiannya sejak lama.

Ketika mendengar ada lahan perkebunan kayu manis yang dilelang, Pak Widyanata tak pikir panjang dan langsung membeli area tersebut. Sudah ada ratusan pohon kayu manis yang ditanam. Hanya saja tidak terawat karena pemilik sebelumnya terseret kasus korupsi bersama pejabat setempat beberapa tahun silam. Alhasil area perkebunan disita pemerintah kemudian dilelang.

Kayu ManisUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum