47. Sudah berdamai

3.4K 254 1
                                    

"Ci, belum selesai juga?" Radhit mengetuk pintu kamar. Sudah satu jam sejak Oci menyelesaikan mandinya, tetapi Oci belum juga keluar dari kamar.

Oci membuka pintu kamarnya untuk Radhit. Ia menatap ke arah Radhit dengan pandangan sedih.

"Kenapa?"

"Dress yang biasa aku pake nggak ada yang muat," ujar Oci lalu menghela napas pelan. Ia menunjukkan resleting belakang yang tidak tertutup sempurna.

"Ya udah cari dress yang lain. Nggak sama kayak warna batik aku juga nggak papa," ujar Radhit sambil menggiring Oci masuk ke dalam kamar.

"Aku udah coba empat dress yang biasa aku pake tapi nggak ada yang muat," ujar Oci sambil menunjukkan tumpukan dress yang tergeletak di kasur.

"Mau beli dulu?" tanya Radhit kepada Oci.

"Telat nggak? Aku nggak enak kalau datengnya telat."

"Acaranya masih dua jam lagi kok. Setahuku di daerah sana ada butik punya Cantika," ujar Radhit sambil mengelus puncak kepala Oci.

Oci mengangguk lemas, "Ya udah, aku ganti baju dulu."

Radhit mengangguk, "Jangan sedih gitu dong."

Setelah bersiap, mereka pergi menuju salah satu butik milik Cantika yang dekat dengan venue dimana acara pernikahan Kamila dan David dilaksanakan.

"Selamat Sore." Seorang wanita muda menyambut kedatangan Radhit dan Oci. Tidak dipungkiri bahwa butik milik Cantika merupakan salah satu tempat favorit kaum hawa selain toko baju di mall besar. Tata ruangan yang aesthetic membuat mata kaum hawa tertuju pada aneka dress indah yang tersusun rapi. Mulai dari dress santai, formal, hingga gaun untuk pernikahan.

"Ada yang bisa dibantu?" Wanita yang menyapa mereka menghampiri pasangan suami istri itu.

"Mbak, mau dress ibu hamil yang warna biru kayak batik saya gini," ujar Radhit. "Jangan yang terlalu ribet, ya, mbak," lanjutnya.

Beberapa menit kemudian pegawai tersebut datang membawa empat buah dress selutut berwarna biru.

"Semua dreas inj didesain khusus untuk ibu hamil," ujar pegawai tersebut.

"Kamu mau coba yang mana?" tanya Radhit kepada Oci.

Oci tampak berpikir sejenak, "Mau coba yang ini." Ia menunjuk dress satin berwarna biru navy dengan lengan panjang broklat bermodel balon."

Oci diarahkan untuk menuju fitting room. Beberapa saat kemudian Oci keluar dengan dress yang ia pilih.

Radhit tersenyum, "Cantik," ujarnya. "Kamu suka ini?" tanyanya lagi.

Oci mengangguk, "Iya, ini aja."

"Nggak mau coba yang lain juga?"

Oci menggeleng, "Ini aja yang lengan panjang."

"Okey," ujar Radhit lalu ia kembali melihat ke arah pegawai. "Mbak, ini bisa langsung dipakai nggak, ya?" tanyanya.

"Bisa, pak. Saya ambilkan yang baru dulu, ya."

"Aku bayar dulu, ya," ujar Radhit dan diangguki oleh Oci.

Oci memandang seluruh dress yang tertata rapi pada mannequin yang berjajar. Matanya tertuju pada satu buah gaun putih satin polos dengan bordiran pada bagian dada. Gaun itu memang paling mencuri perhatiannya di antara gaun-gaun yang lebih terlihat mewah dengan payet-payet kecil dan rapat. Rasanya lebih terlihat mewah dan elegan.

"Bagus, ya? Mau beli?" tanya Radhit yang tiba-tiba berada di samping Oci.

Oci terkekeh, "Buat apa beli begituan?" ujarnya.

Our Traumas [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora