[CHAPTER 9]

109 7 0
                                    


"Betapa pengaruhnya peran orang tua untuk anaknya."

————————————————————


Pukul 05.30 pagi.

Danda telah siap dengan seragamnya, ia sungguh tampan dengan seragam barunya. Ia sedikit menyemprotkan parfum  AXE dark chocolatte scent. Tak lupa juga ia membenarkan posisi dasinya agar terlihat rapi. Dan untuk yang terakhir, ia mengenakan topi yang ia buat semalam.

Selesai, semuanya sudah ia kenakan.

Danda keluar dari kamarnya, ia turun ke lantai bawah, lebih tepatnya ke kantin untuk sarapan. Saat ia ingin turun, ia berpapasan dengan Rojali dan juga Aldo.

“Anjay, cakep bener.” Puji Jali sambil tersenyum menggoda pada Danda.

“Udah, nanti kita ketinggalan bus.” Sahut Aldo, dia takut jika tertinggal oleh bus yang akan mereka tumpangi.

Aldo menarik tangan Rojali untuk pergi, jika tidak seperti ini Rojali akan menghabiskan waktunya untuk mengobrol dengan Danda hingga siang nanti.

“Danda, semangat sekolahnya!” Teriak Rojali yang ditarik paksa oleh Aldo.

Danda terkekeh dengan aksi mereka berdua, selalu saja mereka berdua membuatnya tertawa.

Danda kembali melanjutkan langkahnya, hingga ia telah sampai di kantin. Ia sedikit terkejut, ternyata teman-temannya telah menyantap sarapan sepagi ini di kantin.

“Kalian udah makan?” tanya Danda, ia berjalan mendekati bangku di pojok kantin, dimana ditempati oleh Ronal, Bambang dan Johan.

“Belum, masih nunggu.” Sahut Ronal.

“Kenapa dia?” tanya Danda pada Ronal.

Ronal melirik ke arah sebelahnya, ternyata Johan sedang tertidur dengan kepala yang diletakkan di atas bangku kantin. Dia menarik napas pasrah, baru saja dia menasehati jika hari pertama sekolah itu harus semangat, namun sepertinya ucapan Ronal tidak didengarkan oleh Johan.

“Ini makanannya,” ucap seorang ibu-ibu sambil meletakkan empat piring nasi pecel di atas meja.

“Makasih, Bu.” Ucap Ronal.

“Gue kan belum pesen,” Danda heran, mengapa ada nasi di hadapannya, bukannya ia belum memesan apapun.

“Udah gue bayarin, sekarang lo makan.” Ucap Ronal.

Kemudian Danda membalas dengan senyuman, “makasih, Nal.”

“Johan! Bangun! Makanan lo udah dateng nih!” panggil Ronal beberapa kali, namun Johan tetap tidak bangun.

Karena kesabaran Ronal setipis tissue, alhasil dia memukul belakang kepala Johan. “Jojon! Bangun!”

Johan terperanjat, dia terbangun dengan ekspresi ketakutan. “Gue masih hidup kan?” tanyanya sambil memegang wajah Ronal, namun Ronal segera menepis tangan Johan dari wajahnya.

“Gue barusan mimpi di kejar sama zombie, dan zombie nya itu lo, Nal. Lo seriusan Ronal kan? Coba cubit gue,” pintah Johan pada Ronal. Ronal pun segera mencubit pipi Johan cukup keras.

“Awwwww, ishhh sakit…”

“Lah, lo sendiri kan yang minta.”

“Udah, udah. Yuk makan, gue laper banget ini.” Ajak Bambang yang sedari tadi sangat menantikan nasi pecel di hadapannya.

Mereka berempat menyantap sarapan bersama, tidak ada pembicaraan lagi, hening, hanya ada suara sendok dan piring yang saling bertautan.

“Woy! Yuk berangkat!” ajak Rahmat yang baru saja turun dari lantai atas. Lalu berjalan menuju ke parkiran untuk mengeluarkan mobil pick up-nya.

SAMPOERNA [ON GOING]Where stories live. Discover now