BAB 2

6 2 0
                                    

Peter sangat bahagia ketika cucu kesayangannya tiba di Indonesia. Ia memeluk Joshua dengan begitu hangat dengan tak henti-hentinya melemparkan pujian kepada cucunya tersebut. Bahkan sejak siang ia sudah menunggu Joshua di serambi depan sambil mengelus kucing kesayangannya. Peter merasa bangga dengan cucunya tersebut, karena ia berhasil membesarkannya sebagai pria yang tangguh dan bertanggung jawab.

"Mama dan papa belum bisa pulang tahun ini kek...." Kata Joshua di tengah acara makan malam mereka. "Mereka mungkin baru bisa pulang pertengahan tahun baru, atau mungkin lebih dari itu."

Peter menyesap air minumnya. "Tidak masalah. Aku tau jika mereka sibuk. Apalagi saat ini mereka sedang mengembangkan bisnis di Timur Tengah." Ia menjeda kalimatnya. "Kakek hanya butuh kamu untuk berada di samping kakek Shua, karena kau membawa harapan besar untuk kakek agar bertanggung jawab dengan perusahaan. Kakek sudah tua, dan sejujurnya kakek sudah mulai lelah mengurusi semuanya. Mata kakek sudah tidak awas seeprti dulu, dan daya ingat kakek juga sudah tidak secakap dulu. Kakek ingin beristirahat di rumah."

Joshua tertawa kecil. "Ya....aku pulang. Sesuai dengan permintaan kakek. Jangan khawatir kek. Yang penting kakek sehat." Ia menyuapkan nasi kedalam mulutnya.

Peter tersenyum puas. Ia memperhatikan cucunya tersebut. Setelah lulus SMP, Joshua lebih banyak menghabiskan waktu di luar negeri untuk bersekolah. Sementara Peter lebih sibuk mengurusi pekerjaan di Indonesia. Meskipun begitu, kakek dan cucu itu terlihat begitu dekat, karena mereka sering bertemu dan berlibur bersama.

"Oh ya, besok Lucas akan mengantarmu ke rumah sakit untuk berkenalan dengan petinggi dan beberapa pemegang saham. Aku ingin semua tau bahwa kau sudah tiba disini Joshua, dan siap menggantikan kakek di Lini Group."

Joshua mengangguk. Meskipun ia masih merasa kurang mampu memimpin Lini Group yang memiliki banyak perusahaan mulai dari rumah sakit sampai perusahaan tekstil dan beberapa mall. Namun ia benar-benar harus melakukannya karena Peter sangat berharap padanya dan sebagai pewaris utama, ia tak mungkin bisa menolak hal itu. Bahkan kakeknya juga mengatur jodoh untuknya. Di dalam keluarga besar Adiguna, hanya dirinyalah satu-satunya anak lelaki. Sehingga Peter memang memberikan hampir sebagian besar asetnya untuk cucunya tersebut.

"Siapa tau kau akan bertemu dengannya besok." Ucap Peter sambil tersenyum.

"Maksud kakek?" Joshua mengerutkan keningnya.

"Gadis itu. Bukankah kau sudah mengatakan pada Lucas jika kau menerima perjodohan itu?"

Joshua terdiam sesaat, jadi yang kakeknya maksud adalah Zia.

"Apa dia bekerja di Lini Hospital juga kek?" tanyanya penasaran.

Peter mengangguk. "Tentu saja. Aku tidak ingin jauh-jauh darinya. Kau tau Shua?" ia terlihat sangat bersemangat, sampai meletakkan sendok dan garpunya di piring untuk mejelaskan banyak hal pada cucunya tersebut. "Dia gadis yang sangat cantik dan juga terpelajar. Setiap bulan ia pasti akan datang kemari untuk menge-cek kesehatanku kemudian ia akan memberiku vitamin. Rasa kemanusiaannya juga sangat tinggi, selain bekerja di rumah sakit, ia juga bekerja di sebuah klinik kecil di pinggir kota, untuk membantu orang-orang tidak mampu. Dia sangat energik, penuh semangat dan—"

"Kakek....." potong Joshua cepat.

Peter menatap cucunya tidak mengerti. wajahnya yang keriput itu terlihat heran kenapa Joshua tiba-tiba menjeda kalimatnya. Padahal ia sedang bersemangat menjelaskan secara detail tentang calon cucu mantunya tersebut.

"Kakek terlalu bersemangat membicarakan tentang dia. Bukankah kakek harus menyimpan beberapa cerita, agar aku tetap penasaran dan mencari tau sendiri?" Joshua menaikkan salah satu alisnya. ia tidak ingin tau tentang gadis itu dari mulut orang lain, meskipun itu dari kakeknya. Joshua ingin mengenal gadis itu sendiri, bertemu untuk pertama kalinya lalu menilai seberapa baik dia. Ia tidak ingin menarik kesimpulan karena omongan orang lain.

Peter tertawa. "Baiklah....baiklah....maafkan kakek karena terlalu bersemangat. Karena kakek yakin jika kalian akan menjadi pasangan yang cocok nanti."

Joshua tersenyum simpul. "Sekarang habiskan makan malam kakek, lalu minum obat dan vitamin."

Peter mengangguk dengan patuh lalu kembali menyendok nasinya. Ia tidak sabar untuk segera mempertemukan Joshua dengan gadis pilihannya.

******

Para petinggi dan pemegang saham rumah sakit menerima kedatangan Joshua dengan begitu baik. Mereka bahkan meneyediakan jamuan makan siang yang luar biasa. Meskipun Joshua terbilang masih muda, namun mereka tau jika pengalamannya tidak main-main. Joshua sudah bekerja di perusahaan-perusahaan besar di Eropa sebelum akhirnya kembali ke Indonesia dan meneruskan bisnis kakeknya.

Setelah acara makan siang, para petinggi rumah sakit tersebut mengajak Joshua untuk melihat pembangunan gedung baru di Lini Hospital. Mereka sedang merencanakan sebuah gedung yang dikhusus-kan untuk penyakit jantung dan stroke. Gedung setinggi sepuluh lantai itu akan selesai dalam beberapa bulan.

"Karena penyakit jantung dan stroke yang terus meningkat setiap tahun, kami berencana untuk membuat sebuah gedung khusus penyakit jantung yang nyaman dan aman....." papar salah satu petinggi rumah sakit yang memakai stelan jas berwarna dark blue.

"Lalu dilengkapi dengan alat-alat canggih dan dokter yang berkualitas, sehingga masyarakat tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk mencari alat yang bagus. Karena kami akan menyediakannya di sini...."

"Jangan lupa tentang pelayanannya juga. Itu hal paling utama. Percuma peralatan canggih dan gedung bagus, jika pelayanan rumah sakit kita buruk. Buat mereka nyaman, dan percaya kepada pelayanan kita. Hal itu tentu saja akan membuat perasaan mereka menjadi lebih baik."

"Tentu tuan muda, kami juga mempertimbangkan hal tersebut...."

Joshua mengangguk mengerti. di belakangnya, Lucas dan beberapa orang mengikutinya dengan patuh. Meskipun Joshua tidak begitu paham dengan peralatan rumah sakit, namun ia tahu jika rumah sakit ini akan berkembang pesat jika memiliki peralatan yang lebih bagus dari pada rumah sakit lain dan juga SDM yang lebih unggul.

"Bagaimana kalau kita juga memberikan reward kepada pegawai dengan kinerja bagus dan juga memiliki loyalitas tinggi untuk rumah sakit." Kini mereka berjalan di luar gedung, dekat dengan IGD. "Seperti memberikan liburan gratis, atau sejumlah uang tunai agar—" kalimatnya terjeda, karena tiba-tiba saja sirene ambulance masuk ke pelataran rumah sakit, lalu melewatinya dan berhenti tepat di depan IGD. Beberapa orang turun dari dalam ambulance, dan tak berselang lama pintu IGD terbuka lalu sosok seorang gadis dengan jas dokter muncul dari sana diikuti oleh beberapa perawat.

"Pasien apa....?" Tanya gadis dengan rambut dikucir kuda tersebut. Ia mengalungkan stetoskop di lehernya kemudian membantu petugas ambulance menurunkan brankard.

"Keracunan." Jawab petugas amblunace berjenis kelamin laki-laki tersebut.

"Bagaimana kondisinya?" Tanya gadis itu lagi. Ia melakukan beberapa tindakan untuk mengecek respon nyeri pasien.

"Saturasi terus menurun dok." Pria itu menutup pintu ambulance dengan cepat. Sementara sang dokter dengan cepat membantunya memasang pengaman tempat tidur.

Joshua dan beberapa orang yang bersamanya, tak bergeming. Mereka menyaksikan bagaimana dokter itu sibuk dengan pasiennya. Bibir Joshua mengulum senyum kecil. Ia seperti mendapatkan jackpot karena tanpa sengaja bertemu dengan gadis yang sejak kemarin terus kakeknya singgung tanpa ia duga.

"Cepat bawa masuk, dia harus selamat!" kata dokter itu, lalu kembali membantu mendorong pasien untuk masuk ke dalam IGD.

Dia sangat cepat, bahkan sampai tak sadar jika ponsel yang berada di dalam saku jas putihnya jatuh.

"Maaf tuan muda, perjalanan kita terjeda sesaat." Kata salah satu petinggi rumah sakit.

Joshua mengangguk, kemudian berjalan mendekati ponsel yang tergeletak di lantai tersebut. Dari pintu IGD yang kembali tertutup rapat, sepertinya sang pemilik ponsel tidak menyadari jika ponselnya terjatuh.

"Jadi dia bekerja dengan rajin..." gumam Joshua sambil menunduk untuk mengambil ponsel itu, lalu menimangnya sebentar sebelum akhirnya kembali meneruskan langkah menuju gedung baru.

***** 

Love Has No LimitsWhere stories live. Discover now