Chap. 15 - Cemas

222 6 1
                                    


"Maaf gus, ini ada laporan dari beberapa wali santri yang komplain karena cemas dengan perkembangan putranya setelah mendengar kasus David. Bagaimana kalau gus ada kesempatan, kita merapatkan ini?"

"Terima kasih Zaki, insyaallah besok saya akan kesana." Alsan memijat pelipisnya.

Sebenarnya dirinya ingin cepat-cepat pulang setelah ini, tapi ternyata masih ada banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan.

Drrt.. drtt..drrt...
Benda pipih persegi panjang itu bergetar, menampilkan kontak bertuliskan 'telepon rumah'

Alsan mengernyitkan dahi, semoga tidak terjadi apa-apa.

"Assalamualaikum nak Alsan, anu, maaf mengganggu." Ucap bi Sri tak enak.

"Waalaikumussalam, bi. Tidak
Pa-pa. Apa ada sesuatu bi?"

"Itu, bi sri boleh izin pulang agak awal nak? soalnya cucu lagi di RS."

"Innalilahi wainnailaihi rajiun, silahkan bi."

"Kalau boleh tau nak Alsan pulangnya jam berapa? Biar nak Inggit tidak sendirian."

"Alsan usahakan pulang cepat. Inggit bagaimana bi?"

"Gak kenapa-napa. Baru aja bi Sri ke kamarnya, nak Inggit habis minta anter ke taman depan, bosen katanya, trus balik lagi ke kamar."

"Terimakasih bi, tolong Inggit jangan sering-sering menggerakkan tangannya ya bi."

"Iya nak, tenang aja. Nak Inggit sama Bi Sri nurut."

"Alhamdulillah kalau begitu."

Setelah mengucapkan salam, Telepon berakhir.

Jam di ponsel sudah menunjukkan pukul 16.40. Seharusnya ia sudah pulang, apa dirinya tega meninggalkan Inggit sendirian?

"Bib, tolong atur jadwal saya pulang hari ini ya. Saya ada urusan yang gak bisa ditinggalkan."

Sang sekretaris yang dipanggil Habib itu keheranan, pasalnya baru saja bos nya ini masuk malah minta pulang cepat, pasti ada sesuatu dengan istrinya yang kabarnya sakit.

Alsan mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.

Akhirnya tiba dirumah pukul 17.15, ya, tentu ia terlambat lima belas menit.
Ia mendapati pagar sudah tergembok, Berarti bi Sri sudah pergi. Mobil sudah terparkir rapi di garasi. Ia mencuci kaki dan tangannya di kran depan, sebelum membuka pintu.

Alsan yang tiba dikamar mendapati Inggit berbaring kaku di ranjang dengan wajah pucat pasi.
"Kamu kenapa Inggit?" Tanya Alsan khawatir.

"Perut gue sakitt." ucapnya sembari meringis.

"Sudah lama begini?"

"Lumayan."

"Saya ambilkan minyak angin dulu." Ia mengambil langkah cepat menuju kotak p3k.

Setelah mendapat minyak kayu putih, Alsan melepas jasnya yang masih melekat, menuju inggit.

"Saya panggilkan dokter, ya?"

"Gak usah." Potong Inggit cepat. Sebenarnya ia lelah minum obat.

"Kenapa??"

"Biasanya cuman mau datang bulan, udah gausah banyak cingcong." Tapi apa benar dirinya datang bulan? Jika benar, berarti apa yang dikhawatirkannya tidak akan terjadi? Atau justru sebaliknya?? Arrghhh.

"Kalau begitu saya olesi ini dulu di perutmu."
Ia mendekati Inggit.

"Gue bisa sendiri!" Tukasnya cepat. Alsan menurut dan menyerahkan benda itu pada tangan kiri Inggit. Dahi Alsan sedikit mengernyit heran, padahal biasanya Inggit selalu menerima bantuannya.

"Awshh" ringis Inggit ketika tangannya terasa nyeri.

"Tidak usah keras kepala, tanganmu masih belum pulih. Sini, biar saya yang olesi."

Kenapa pas ustadz semakin menyebalkan? Sungguh ia tak sudi berlama-lama dengan pria ini. Bayangan kebahagiaan yang ia lakukan di kehidupan nya semakin menjauh, rasanya ia ingin pergi saja dari dunia ini. Ia rela jika kehidupannya berakhir saat ini juga.

Setelah berbagai cara Alsan lakukan untuk meredakan sakit perut Inggit, mulai dari mengompres dengan air hangat, membuat jahe, dll. Akhirnya sakitnya mereda juga.

"Gue ngerasa lo harus beliin pembalut deh."

"Yang bagaimana?"

"Gue jelasin, gak akan paham. Nih, foto nya. Kalo gatau tanya aja kekasir." Tunjuk Inggit pada ponselnya. Ia meraih ponsel itu.

"Kalau begitu, tunggu sebentar."

Alsan segera keluar.

"Lo tu sebenarnya bodoh apa gimana, sih?" monolog Inggit setelah melihat Alsan menghilang dari ambang pintu.
"Ternyata masih ada orang sepolos elo didunia ini," lanjutnya tertawa sendiri.

"Dia manusia apa malaikat ya? Apa dia sebenernya bukan spesies manusia? Hah? Masa iya?" Inggit bertanya sendiri.

Tak urung, Inggit tersenyum lega akhirnya apa yang dia khawatirkan tidak  terjadi. Ia tidak hamil atau semacamnya.

_________

"Kok lo mau sih gue suruh gini, lo gak jijik?"
Ya, Alsan yang membantu semua nya, bukan hanya membelikan pembalut saja.

"Untuk apa saya begitu? Bukankah ini hal yang biasa perempuan alami setiap bulan? ini sudah kewajiban saya. Siapa lagi kalau bukan saya yang membantumu disini?"

"Cih, malah sombong."

"Bukan sombong"

"Songong," timpal Inggit.

Alsan hanya menanggapi tertawa.

"Lo bisa ketawa?"

"Memang kamu kira saya ini robot?"

"Lo biasanya kan tanpa ekspresi"

_________

Pukul tujuh malam, ponsel Inggit berdering, menampilkan panggilan video dua orang.
Siapa lagi kalau buka Vela dan Michelle.

"Woylah, ngapain aja tuh," ucap Michelle terlihat celingukan di layar hp.

"Gak tanya kabar gak apa, " protes Inggit.

"Hehe iya iya sorry, kabarnya lo habis kecelakaan kan.. yaudah besok kita jenguk lah."

"Hmm.."

"Lo sendirian Nggit? Mana calon suami idaman gue?" Tanya  Vela.

"Hah?"

"Hah hoh, gue besok mau kerumah pak ustad, niat awal mau ketemu dia, sekalian jenguk lo sih."

Inggit memutar bola mata.

"Kasian, dia tu masih suci, jangan nodain penglihatannya sama pakaian lo pada yang kayak gitu." Sewot Inggit.

"Kayak lo nggak aja, nggit."

"Kalo gue, beda."

"Wah, suaminya udah di ACC nih." timpal Michelle.

"Kapan ya gue bilang gitu."

"Halah, udah, palingan lo habis ngapa-ngapain, ya kan."

"Masih aja nyebelin nih anak."

"Btw, dia denger gak ya, dia dimana nggit?"

"Mana gue tau? Lagi tapa di masjid kali, kenapa sih lo kepo banget."

"Wah bener bener suami idaman, kalo lo gamau kasih gue aja nggit."

"Silahkan. Dasar cewek ganjen, mau cowok bentukan semen juga pasti lo gebet."

________



Bersambung ..

VOTE KOMENNYA MANAA YA.. THANKS YANG UDAH BACA, MAAF UPDATE NYA LAMA, SOALNYA LAGI BANYAK YG HARUS DIURUS DI REAL LIFE. SEMOGA YANG UDAH BACA DAN VOTE MENDAPATKAN THR YANG BANYAK PAS IDUL FITRI NANTI😂

🫶🫶🫶

Married with Pak Ustadz?Where stories live. Discover now