Page 2

15 2 0
                                    

.
.
.

Mungkin ini terdengar aneh bagi dirinya yang tak suka disuruh-suruh oleh orang lain tersebut. Tetapi, ia menantikan tugas dari ibunya untuk mengantarkan barang ke rumah nenek. Tidak biasanya, atau mungkin saja, lelaki itu sudah mengalami proses dewasa yang sepersekian persen dari keseluruhan. Bagian mana pun itu, ibu Hyouma merasa senang dan membiarkan saja. Toh, pemuda itu sudah besar.

Dengan langkah penuh antusias kembali menuju hutan, sosok berambut merah itu berjalan ke arah ladang bunga kemarin. Tentu saja, berbekal harapan besar, ia menginginkan untuk melihat lagi dirimu. Kepalanya dipenuhi oleh sosokmu.

Namun, sesampainya di sana, hanya perasaan kecewa saja yang tiba. Di hamparan berbagai bunga yang bermekaran, Hyouma mengampil tempat, duduk dan menunggu. Mungkin, belum datang. Begitulah pikirnya, tak ingin berprasangka buruk.

Semenit, lima menit, sepuluh menit, lima belas menit.

Detik demi detik berlalu, dihabiskan oleh lelaki itu untuk menunggu dirimu. Kesan pertamanya padahal tidak begitu buruk. Tetapi, salahkan dirinya untuk berharap bahwa dirimu akan datang lagi karena rasa penasaran?

Ia tidak bisa berlama-lama, mengingat orang yang menunggu di rumahnya akan khawatir bila dirinya pulang telat. Hanya saja, Chigiri Hyouma masih setia untuk menetap di tempat itu. Ia menantikan untuk kembali merasakan sesuatu yang bergejolak di dadanya. Sebuah perasaan asing, namun juga begitu bahagia. Antusias, bisa dibilang seperti itu.

"Apa itu?"

Sebuah suara yang Hyouma kenal tiba-tiba saja menginterupsi keheningannya bersama alam. Iris merah itu bergulir, mendapatkan dirimu yang telah berada di belakang entah sejak kapan, memperhatikan keranjang yang dibawa. Terkejut, mungkin ini adalah perasaan yang kau rasakan tatkala merasa kaget oleh kehadirannya. Senyuman ia ulas, tertawa pelan lalu membalas, "Haha, hanya persediaan makanan dan sedikit obat. Biasanya nenekku meminta jus anggur dan roti pisang. Tapi, hari ini aku membawa lebih. Mau mencobanya, tidak?"

"Eh, tidak ... bukan begitu, maksudku. Aku hanya bertanya saja karena cukup harum," jawabmu kikuk, mencoba mengalihkan wajah, sedikit malu karena seolah tak mempunyai pengetahuan sama sekali.

"Yah, kalau kau bilang begitu, artinya kau lapar, bukan? Oh, atau mungkin, manusia setengah serigala cuman bisa makan daging saja, yah?"

Hyouma mengerutkan dahinya, berpikir. Ia mengelus dagunya, berusaha mencari jawaban. Lantas kau menghela napas, ikut duduk di sebelahnya meski sedikit berjauhan. Lagipula, kau merasa tak pantas untuk mengobrol dengannya. Namun, kesempatan itu tetap kau ambil juga.

"Aku juga makan seperti kalian. Hanya saja, inderaku lebih tajam," tanggapmu, sedikit gusar.

Dia cukup aneh, terkadang tak bisa mengutarakan apa yang ia inginkan. Di satu sisi pula, ia tak gentar dan terlihat percaya diri, menarikmu ke dari dunia yang sepi.

Bagaimana bisa kau menilai sosoknya tersebut hanya dalam dua kali pertemuan seperti ini?

Ditemani oleh angin yang menerpa pelan, membiarkan kesejukan menghampiri kalian berdua. Di tengah-tengah ladang, bersama dengan bunga bermekaran yang ikut bergoyang menari menikmati arah angin, seolah tengah menyaksikan kedua insan berbeda itu berusaha bercengkrama.

Setelah sibuk meyakinkan diri sendiri, akhirnya kau bisa menatap matanya. Iris merah yang indah seperti permata, helaian rambut merah panjang yang setengah dikepang, dan kulit putih bersih. Mulutmu membuka, mengutarakan pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di hati, "Apa ... kau kemarin baik-baik saja?"

"Huh, apa maksudmu? Seperti yang kau lihat sendiri, bukankah aku dalam keadaan sehat?" Hyouma bertanya balik, kebingungan.

Raut wajahmu sedikit murung, menekuk wajah dengan masam, juga nampak sorot kekhawatiran darinya.

Thread of the Spring ⇢ Chigiri Hyouma × Reader [✓]Where stories live. Discover now