10 | Dialog Perasaan

66 11 5
                                    

KEDUA manik itu tidak berkutik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KEDUA manik itu tidak berkutik. Tetap diam dengan pandangan nanar yang sulit diartikan. Udara terasa sempit mendadak. Menghabiskan seluruh ruang waktu bising yang terjadi sepersekon lalu.

Meluruh sudah pandangan Ody, rautnya menjadi berubah lunak saat Cortes meraih kedua tangannya—sang letnan menggengamnya erat.

Sementara itu, Cortes membuang napas pelan. Netranya sempat merunduk kebawah saat ia dengan rasa-rasa meremat jemari Ody, menuntut kehangatan dari kiasan asmara sentuhan itu.

Mendekatkan wajahnya pada paras Ody, Cortes memejam sempurna. Dahi keduanya ia satukan sebelum perlahan deru napasnya yang menghangat menerpa kulit wajah Ody seketika.

"Ody," bisik Cortes.

Kali ini sebelah tangannya melepas genggaman mereka, membawa jemari besar nan kerasnya untuk merambat naik pun mengusap rahang sayu Ody. Halus saja sembari netranya tertuju kesana.

"Apakah kau tak benar-benar menyukaiku, Ody?" Cortes berusaha mengatur deru napasnya kala berucap. "Perkataanmu malam itu, apakah hanya semata-mata sebuah hiburan untuk pengakuan cintaku?"

Jantung yang berdegup kian kuat hingga netranya tertutup erat, Ody melemah sungguh. Saat Cortes membuat tangannya membentuk pola abstrak di kulit wajahnya, Ody hanya memejam, menerima dan membiarkan.

Bagian dalam dirinya enggan menolak semua ini. Ia tak menemukan penolakan dari dirinya sendiri. Meski, bibirnya terkatup erat, rumit untuk berucap.

Mengangkat dagu Ody sedikit tinggi hingga sontak perempuannya membuka mata, pandangan Ody berubah menjadi bola kristal yang memupuk di bingkai iris kelabu indahnya itu.

"Letnan," Ody turut membisik saat Cortes mengusap dagunya.

Kening yang menyatu dan tangan yang bergenggaman. Rasanya sulit untuk menggambarkan bagaimana desiran kuat tengah menyapu hati keduanya kini.

"Ody..." Cortes memejam. Kali ini kedua tangannya telah menangkup wajah Ody.

Sungguh tak ada jarak waras lagi yang tersisa, bahkan hembusan angin tak dapat melewati celah diantara wajah keduanya.

Tangannya yang terbuka bebas, kini meremat pelan seragam keagungan Cortes. Demi Tuhan, Ody menjadi begitu lemas kini.

"Tidakkah?" tak sanggup melanjutkan kalimatnya, Cortes membuang napas perlahan. "Apa benar malam itu kau hanya tengah menghiburku sejenak? Katakan padaku, Ody..."

Hilang habis sudah kewarasannya kini. Benaknya hanya dipenuhi dengan kelibat kejadian malam itu, lantas berubah menjadi bayang-bayang ledakan diudara yang menghancurkan seluruh bangunan. Meratakan negeri dan menciptakan cipratan merah dimana-mana.

Love Letter From The Sea to The ShoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang