45 : Dilema

759 45 6
                                    

"Doyoung!" Aku setengah berteriak melihat adik duduk sendirian di lorong rumah sakit. Dia nampak frustasi dan sangat lusuh. Mendengar alunan suaraku, anak itu berdiri.

"Kakak!" Tungkainya segera bergerak cepat demi menghampiri ku yang hampir berlari. Begitu kami sudah saling berhadapan, dengan panik aku bertanya, "Bagaimana keadaan ibu sekarang?!"

Air muka Doyoung nampak penuh kepiluan. Tak kunjung mendapat jawaban, aku yang tidak sabar mengguncang lengannya cukup kasar. "Jawab! Jangan diam saja?! Kamu tidak dengar pertanyaan ku? Cepat—"

"Shhtt! Hanni, tenang dulu Sayang. Beri waktu untuk Doyoung merangkai kata." Hyunsuk memungkas, pelan. Dari belakang, dia meraup tubuhku untuk menjauh dari anak itu. Kedua lengannya menahan gerakan ku agar tak lepas kendali.

Doyoung menunduk, melipat bibir sebelum menjawab, "Ibu kritis, Kak. Luka bakarnya sampai derajat tiga. Kata Dokter... hal itu tidak hanya merusak kulit, tapi memicu kerusakan tulang, otot dan tendon dibawahnya."

Kepalaku menggeleng tak percaya dengan buliran air mata yang kian lebat. Dengan cepat aku melepaskan lilitan tangan Hyunsuk untuk memasang, mengintip sosok ibu yang terbaring diruang ICU. Mendapati seluruh tubuh itu dibalut perban dengan berbagai macam alat bantu untuk menyokong kehidupan, napasku mendadak sesak. Dadaku terasa nyeri dan tangisanku semakin menjadi. Demi meredam isakan sendiri, aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan.

Dapat terlihat layaknya tetesan hujan, air mataku merintik dilantai rumah sakit. Padahal rasa kehilangan bayiku belum sepenuhnya sembuh dan sekarang timbul musibah baru. Ya, Tuhan kenapa semua ini harus terjadi padaku?!

Mengetahui aku mulai tak berdaya, Hyunsuk datang mendekap ku penuh kelembutan. Jemarinya yang hangat terus mengusap punggung ku untuk menyalurkan ketenangan. "Kita harus yakin, ibu pasti mampu melewati masa kritisnya. Percayalah... ibu akan segera sehat dan bisa berkumpul lagi dengan kita, optimis ya... Hanni~"

Aku ingin sekali percaya, berharap ada keajaiban suatu hari nanti. Jemariku meremas pakaian Hyunsuk kuat-kuat, kian menenggelamkan muka dalam dadanya. Aku yakin bajunya pasti basah setelah pelukan kami berakhir.

Doyoung kembali duduk di kursi umum, berulang kali dia menghela napas frustasi. Mengusap wajah dengan kasar, lalu menyugar rambutnya. Jelas sekali kebingungan tengah membanjiri hati dan pikirannya.

Hyunsuk mengajakku duduk di dekat Doyoung, tak ada lagi percakapan diantara kami bertiga. Kecuali bisikan yang bergema sesekali demi memberikan secercah ketenangan padaku. Lambat laun hal yang dilakukan Hyunsuk berhasil, tangisanku mereda dengan perasaan sedikit lebih lega. Aku kembali bertanya pada Doyoung,

"Bagaimana bisa kedai keluarga kita kebakaran?"

Doyoung berdeham, lalu menatapku dengan serius. "Sewaktu dijalan pulang aku sudah menyadari ada kepulan asap hitam membumbung tinggi, Kak. Awalnya aku tidak terlalu memperdulikan itu, sampai dijalan dekat rumah aku terkejut... ternyata itu dari kedai kita. Aku terburu berlari, begitu tiba... api sudah sangat besar dan orang-orang berusaha memadamkannya sebisa mungkin. Saat itu pemadaman kebakaran belum datang, ketika aku mengedarkan pandangan tidak ada ibu ditengah kerumunan. Aku berusaha masuk, tapi tidak bisa. Api sudah hampir melahap semuanya dan beberapa orang menahan niatku untuk menyelamatkan ibu karena itu terlalu berbahaya. Rumah kita pun terbakar separuh, mungkin sekitar lima belas menit kemudian petugas pemadam kebakaran baru datang."

Doyoung menghela napas kembali dan memalingkan irisnya, tatapan itu mulai kosong sekarang. "Belum diketahui penyebab kebakaran, orang-orang di sekitar bilang api membesar begitu saja, tidak ada suara ledakan gas atau apapun."

Aku terdiam, memikirkan berbagi macam kemungkinan penyebab kebakaran itu. Namun otakku tak mampu menemukan sebuah prediksi di masa lalu. Hari berikutnya barulah kami bisa masuk menjenguk ibu ke dalam ruang ICU, itu pun satu persatu. Dokter tidak mengizinkannya banyak orang masuk. Aku dan Doyoung bergantian menjaganya, kadang Hyunsuk juga. Hanya sebentar. Dia harus tetap bekerja dan aku paling banyak menghabiskan waktu di rumah sakit, karena Doyoung harus tetap menjalani tes masuk mahasiswa baru dan juga bekerja paruh waktu.

Soft Serve || Choi HyunsukWhere stories live. Discover now