12. Kamar Revan

3.3K 98 5
                                    

Hai haii🌟🌟

Kembali lagi bersama Revan dan Laurent 💗💗

Ada yang nungguin cerita ini?

Pliss absen yang nungguin, biar aku semangat lanjutinnya

Absen disini yaaaww

Dapet cerita ini darimana guyss?

***

12. Kamar Revan

“Siniin handphone gue!”

“Enggak!”

“Siniin!”

“Enggak!”

“Siniin gak!”

“Gak!”

“Lo nyebelin banget sih!” Laurent menghela napas panjang dengan tangan yang kini ia silangkan di depan dada. Pandangannya menetap lurus ke depan, wajah cantiknya terlihat ditekuk sebal.

“Gak akan gue balikin sebelum lo bilang mau kemana!” Tanpa memberikan perhatian pada ekspresi gadis di sampingnya yang jelas tengah merajuk, Revan kembali fokus menavigasi kemudi mobil.

Laurent menyusurkan pandangannya ke arah jendela samping. “Gue gak akan bilang.” Bibir gadis itu tertutup rapat, menolak untuk memberitahu. Dia tahu bahwa dengan tidak mengucapkannya, ia menjaga kendali dan menolak memberi kemenangan kepada Revan.

Laki-laki itu tersenyum enteng. “Gak masalah, kita bisa muter-muter di jalan ini terus sampai malem.” Mobil memang terus melaju tanpa arah yang pasti, sudah lebih dari 20 menit sejak mereka memasuki perjalanan tanpa tujuan. Revan hanya membawa Laurent mengikuti jalan yang membentang di depan.

Laurent mengubah posisi duduknya, menoleh tajam ke arah Revan. “Lo beneran gila ya?!”

“Iya,” jawab Revan tanpa ragu. Ia melempar pandangan singkat ke arah Laurent sebelum kembali fokus menghadap ke depan. “Gua bahkan bisa lebih gila kalau lo selalu ngebantah.”

“Kenapa harus gue sih yang jadi bahan gilaan lo itu?”

Revan terkekeh kecil sejenak sebelum kembali menyuguhkan wajah datar. “Karena lo juga gila, maka dari itu lo butuh cowok yang jauh lebih gila,” ujarnya. Gila yang dimaksud bukanlah kebodohan, melainkan kegilaan yang dapat menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai.

Laurent tidak membalas. Ia duduk anggun di kursi dengan wajah yang terpancar ketegangan, membuatnya terlihat galak.

“Laurent.” Tiba-tiba Revan bersuara di tengah keheningan yang menyelimuti. “Inget baik-baik ucapan gue.”

Laurent menoleh pada Revan dengan tatapan wajah garangnya itu.

“Semakin lo ngelawan gue, semakin gue bikin gak tenang juga hidup lo.”

Laurent tidak bisa berkata-kata.

Saat mobil berhenti karena lampu merah, Revan memfokuskan perhatian sepenuhnya pada Laurent. Lelaki itu memandang gadis di sebelahnya dengan lembut. “Padahal cukup simpel, Laurent. Tinggal lo bilang mau kemana, terus gue anter, selesai, kan?” Suaranya terdengar tenang, seakan mencoba membuka ruang untuk komunikasi yang bersahabat.

The Hard Love Where stories live. Discover now