4. Calon Suami?

31.6K 3.5K 3.4K
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Pernikahan bukan ajang perlombaan, bukan tentang siapa yang paling cepat. Tapi bagaimana menemukan orang yang tepat di waktu yang tepat pula, untuk diajak hidup bersama menikmati perjalanan dalam ibadah terpanjang."

—Arsyila Farzana Ghaziullah El-Zein—

Lentera Hati
by Alfia Ramadhani

"Abang harus bersyukur saya buat nyungsep

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Abang harus bersyukur saya buat nyungsep. Ada hikmahnya loh, Bang," celetuk Bian sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Kita akhirnya diberi izin menginap sampai besok. Kalau gini, kan, masih ada kesempatan buat ketemu Mbak Zana," sambungnya, kemudian ikut duduk di samping Ghazi. Mereka duduk di kursi bambu yang ada di depan rumah Pak Kades.

"Nggak usah bawa-bawa saya kalau kamu yang kesenengan karena Zira," balas Ghazi memutar bola mata malas.

Bian senyum-senyum. "Kalau seneng ya seneng aja, Bang," ujarnya sambil menyenggol lengan Ghazi. "Menurut saya ini memang kekuatan doa ibu, Bang. Tadi saya denger ibu Abang notice Mbak Zana, pasti beliau mendoakan Abang biar jodoh sama Mbak Zana," sambungnya.

Ghazi menoleh pada Bian sambil menaikkan kedua alisnya. "Oh," ujarnya singkat, padat, dan tidak jelas. Kemudian laki-laki itu beranjak dari duduknya.

Bian geleng-geleng kepala mendapat respon tidak jelas itu. "Eh Bang, mau kemana?"

"Siap-siap ke langgar, sebentar lagi maghrib," jawab Ghazi tanpa menoleh. Langgar dalam bahasa Jawa adalah masjid kecil atau surau.

"Ikuuuut, Bangg!" Bian ikut beranjak mengejar Ghazi.

Beberapa menit kemudian kedua laki-laki itu keluar dari pintu samping rumah Pak Kades dengan pakaian sholatnya. Baju koko putih dipadukan dengan sarung dan kopyah yang membuat aura laki-laki sholih terpancar dari keduanya.

Ya, setelah tragedi tadi siang, mereka memberitahukan semuanya pada Pak Kades. Alih-alih mendapatkan amarah karena sepeda putrinya rusak, Pak Kades justru mengkhawatirkan Ghazi dan Bian. Apalagi mereka pulang dengan pakaian basah kuyup. Melihat itu Bu Kades langsung menyuruh mereka mandi dan ganti baju. Setelah mandi, mereka mendapatkan telpon dari Komandan Lanud, Marsda Yuda. Beliau memberi izin mereka untuk tinggal di rumah Pak Kades sampai besok.

"Kalian mau ke langgar?" tanya Pak Kades yang juga baru keluar dari rumah bersama Bu Kades.

"Nggih, Bapak, kita mau ke langgar," jawab Ghazi sopan.

"Yaudah ayo berangkat bareng aja. Saya sama Bu Kades juga mau ke langgar."

Akhirnya Ghazi dan Bian berangkat bersama Pak Kades dan Bu Kades menuju langgar. Di sepanjang perjalanan, mereka berpapasan dengan warga yang juga berangkat ke langgar. Di desa ini memang belum dibangun masjid, namun setiap waktu shalat, utamanya subuh, maghrib, dan isya' selalu dipenuhi jamaah.

Lentera HatiWhere stories live. Discover now