• Bagian 1 [Tuhan, aku juga manusia seperti mereka, kan?"

767 112 24
                                    

“Terlihat sepele. Namun, bagi Taehyung, setiap langkah kecil adalah kemenangan"

~~

Di dalam rumah yang sunyi, suara langkah kaki ringan memecah keheningan malam. Taehyung, dengan wajahnya yang penuh harapan, melangkah menuju dapur dengan langkah hati-hati. Matahari telah lama tenggelam, dan sekarang saatnya bagi Taehyung untuk menikmati ritualnya yang paling disukainya: minum susu malam.

“Ibu, Tae mau minum susu,” ujarnya dengan ceria sambil menuruni tangga dengan sangat hati-hati.

Namun, ketika Taehyung tiba di dapur, dia merasakan kekosongan yang menggantung di udara. Meja makan kosong, kursi-kursi teronggok tanpa seorang pun di sekitarnya. Yerin, Junho, dan Jungkook telah makan terlebih dahulu, tanpa sepatah kata pun untuk mengajak Taehyung ikut serta.

Dengan senyuman kecil yang masih terpatri, Taehyung melangkah menuju lemari es. Dia membuka pintu dengan gemetar, mencari susu yang biasa ia minum setiap malam. Tangan gemetar Taehyung meraih botol susu dingin, dan dia berusaha membukanya dengan canggung.

“A–aku bisa membuat s–susu sen–sendiri.” Suara kecil itu keluar dari mulutnya dengan sedikit kesulitan.

Namun, jari-jari gemetarnya yang bergerak tidak sesuai dengan keinginannya. Botol susu hampir terlempar ke lantai saat Taehyung berusaha membuka tutupnya dengan keras. Matanya berkaca-kaca ketika ia merasakan kegagalan, namun tekadnya tetap teguh.

"Bisa, Tae bisa!" Semangatnya pada diri sendiri.

Dengan perlahan, Taehyung akhirnya berhasil membuka tutup botol susu. Dia memegangnya dengan gemetar, berusaha untuk tidak menumpahkan isinya saat menuangkan susu ke dalam gelasnya dengan penuh kehati-hatian.

Setelah berhasil, Taehyung duduk di kursi kosong di depan meja makan. Wajahnya yang polos dipenuhi dengan ekspresi campuran dari kegembiraan dan kesedihan. Dia menatap botol susu dengan penuh kebanggaan, seolah-olah telah menaklukkan gunung yang tinggi.

“Ibu, aku bisa! Ibu, Ayah, Kookie!!” sebuah sorakan bahagia meletus dari bibir Taehyung. Suaranya, yang terlalu keras dan berisik, memenuhi ruangan dengan keceriaan yang tulus. Bibirnya yang penuh warna merekah menjadi senyum yang lebar, dan matanya yang berkilauan dari kebahagiaan memancarkan cahaya yang memenuhi ruang makan.

Namun, sorakannya yang penuh sukacita segera terhenti ketika Yerin, ibunya, muncul dari kamar dengan ekspresi yang memerah karena kemarahan. Langkah-langkahnya yang cepat menghentikan kegembiraan Taehyung seperti badai yang tiba-tiba mematikan cahaya lampu.

“Diam! Apa yang kau lakukan, Taehyung?” bentak Yerin dengan suara yang penuh kemarahan, matanya memancarkan sinar kekecewaan yang menusuk.

Taehyung menatap ibunya dengan kebingungan yang tak berujung, tidak bisa memahami mengapa kebahagiaannya membuat Yerin begitu marah. Bibirnya yang sebelumnya merekah menjadi kembali terkatup rapat, dan matanya yang bersinar penuh kebahagiaan menjadi redup.

Binar cerah itu berganti dengan ketakutan.

“Kau, anak idiot yang tidak tahu waktu! Untuk apa berteriak-teriak seperti itu, hah? Kau pikir ini hutan, Taehyung?!” lanjut Yerin, suaranya bergetar karena emosi yang meluap kemudian kembali masuk ke kamar.

Taehyung tersentak, anak itu mundur beberapa langkah sambil menggeleng kecil. Dia ketakutan.

Namun, di balik sorotan cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui jendela, Taehyung tetaplah gambaran dari ketulusan dan keberanian. Meskipun ditumbuhi oleh ketidakpahaman dan penolakan, cahaya kebaikan yang menyala di dalam dirinya tetap bersinar layaknya lentera malam hari, menantikan waktu di mana ia akan diterima dan dihargai sepenuhnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 28 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

UNCONDITIONAL (Hujan & Januari Series)Where stories live. Discover now