7

2.1K 279 20
                                    

Hai reader's tersayangku...
Post lagi, kali ini POV-nya Reynold ya.

Sekedar informasi, aku akan menghapus beberapa bab berangka genap dan jika kalian masih ingin membaca lagi nanti, bisa langsung ke Karya karsa.

Selamat membaca...

“𝘔𝘰𝘰𝘯… kamu kemana? Aku harus mencarimu kemana lagi?"

Aku menyandarkan kepalaku ke sandaran jok mobil saat lagi-lagi kerabat Luna yang ku datangi tidak tahu kemana Luna dan ibu pindah. Luna benar-benar pergi tanpa kata tepat setelah 15 hari kepergian bapak. 

“𝘉𝘢𝘱𝘢𝘬, 𝘙𝘦𝘺… 𝘥𝘪𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪… ”

“𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢𝘮𝘶, 𝘙𝘦𝘺. ”

“𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘛𝘢𝘯𝘵𝘦 𝘚𝘪𝘭𝘷𝘪𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘥𝘪𝘢 𝘪𝘣𝘶𝘮𝘶. "

“𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢𝘮𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘬𝘶 𝘵𝘶𝘬𝘢𝘳 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘱𝘢𝘬. ”

“𝘓𝘦𝘱𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶, 𝘙𝘦𝘺. ”

“𝘒𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘫𝘢. 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘛𝘢𝘯𝘵𝘦 𝘚𝘪𝘭𝘷𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘫𝘢𝘩𝘢𝘵 𝘭𝘢𝘨𝘪. ”

Dadaku terasa sesak setiap kali ingat ucapan-ucapan Luna saat meminta berpisah. Ah… seandainya ku iyakan saja dulu permintaannya sambil menunggu duka dan luka hatinya membaik. Jika dia enggan melihatku, setidaknya aku bisa menatapnya dari jauh. Tidak menghilang seperti ini membuat aku seperti ingin mati saja. 

Setelah berdiam diri beberapa menit akupun memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuaku. Aku belum minta maaf secara pribadi pada papa karena sudah membuat papa malu saat aku mengumumkan kalau pertunangan ku dengan Laura tidak bisa aku lanjutkan tepat saat  acara tukar cincin di depan para tamu undangan. Papa memang tidak begitu dekat denganku dibanding dengan Raven. Sejak lulus sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, aku sudah dikirim ke asrama dan pulang hanya saat Natal atau ulang tahun Raven. Kuliah pun aku di luar kota yang membuatku semakin jarang pulang. 

Papaku seorang penggila kerja dan hal itulah yang membuat kami jarang berkomunikasi. Tapi aku senang saat Raven lahir dia sedikit berubah. Raven lahir saat aku berusia 13 tahun dan itupun setelah mama dan papa berobat ke Jerman dan melakukan program bayi tabung disana. Mungkin karena proses sulit yang papa jalani membuat dia sadar dan sedikit memperbaiki perlakuannya pada Raven. Dia tidak mengirim Raven ke asrama dan membiarkan Raven bebas memilih di sekolah mana dia ingin menuntut ilmu. 

Aku sengaja tidak memasukkan mobilku ke 𝘤𝘢𝘳𝘱𝘰𝘳𝘵 karena tidak akan menginap. Saat hendak memasuki rumah, Raven keluar dari pintu depan dan terkejut melihatku. Dia begegas menghampiriku dan mengajakku pergi tapi terjeda oleh suara pertengkaran dan bunyi benda pecah dari dalam rumah. 

“Ayo pergi, Kak. Mama dan papa sedang bertengkar. Kepalaku sakit mendengar mereka bertengkar sejak tadi. ”

Aku mengabaikan ajakan Raven yang terlihat panik dan memilih masuk saat suara pertengkaran mereka semakin terdengar jelas. Aku mempercepat langkahku saat kudengar namaku disebut-sebut dalam pertengkaran mereka. 

“… tidak pernah memperdulikan kelakuan Reynold! Jika kau peduli, kau akan melarang saat dia berhubungan dengan perempuan murahan itu. ”

“Reynold sudah dewasa, Silvia. Dia berhak memutuskan dengan siapa dia akan menikah. ”

BACK TO YOUWhere stories live. Discover now