10. Berubah

408 80 12
                                    


Sorry for typo(s)



Sekolah bagi Junada memang begitu asing, tetapi ia sudah mulai terbiasa dengan keadaan di sana. Seperti saat ini, ia menikmati permainan yang ada di lapangan. Dari yang mulai hanya duduk di depan kelas sekarang si sulung Melviano bisa berlarian. Kebanyakan yang mengajak bermain justru perempuan, mereka menyukai sikapnya yang tidak jahil seperti teman-teman yang lain. Selalu membela jika ada yang keterlaluan. Sering kali juga membawa jajanan sebagai ucapan terima kasih mereka.


Dari semua perubahan itu, tentu yang tidak akan berubah adalah kesenangannya saat bel pulang sekolah berbunyi. Junada begitu bersemangat memasukkan barang-barangnya ke dalam tas bergambar mobil itu. Manik si sulung memperhatikan teman-temannya yang berlomba keluar kelas, ia memilih untuk menunggu semua pergi. Baru setelahnya, ia berjalan santai.


"Ju?!"

Tubuh anak itu sedikit terperanjat kala mendapati Ibu Mita datang, raut wajah beliau seakan lega menemukan Junada masih ada di kelas. "Nak, tunggu sebentar di kelas ya. Tadi ayah telpon Bu Mita dan minta tolong sampaikan untuk menunggu karena ayah akan sedikit terlambat sampainya."


"Oh. Ya udah, Ju di sini ndak apa-apa, Bu?"


"Gak apa-apa, Sayang. Di sini dulu aja ya. Maaf Ibu tinggal, masih ada pekerjaan di ruang guru ya, Nak."

Junada mengangguk dengan sopan. Anak itu kembali duduk pada salah satu bangku yang dekat dengan pintu kelas. Kedua tangannya terlipat di atas meja kemudian menumpukan kepala sembari memperhatikan pemandangan luar yang sudah mulai sepi.


Entah berapa lama waktu berlalu, si sulung Melviano sudah mulai mengantuk. Biasanya, ia sudah terlelap di dalam mobil yang dikendarai sang ayah. Manik anak itu mengerjap kala melihat seorang petugas keamanan lewat dan menjatuhkan barang bawaannya yaitu papan tulis yang sudah lapuk serta kursi patah.


Si kecil segera berdiri mendekati kemudian mengambil patahan kursi yang terjatuh yang beruntung tidak ada paku di sana.


"Loh, belum pulang, Dek?" tanya beliau.


Suara tersebut membuat Junada mendongak, ia belum menjawab karena memperhatikan bahwa satpam sekolahnya sudah berganti orang. Manik anak itu mengerjap, topi yang digunakan sangat berbeda dari yang biasa dipakai oleh petugas bahkan celana saja berbahan jeans yang sering dipakainya jika keluar bersama ayah dan bunda. Namun, mungkin saja mereka bisa bergantian seperti Bu Mita dengan guru yang lain. Anak itu mengangguk untuk menjawab pertanyaan.

"Nunggu ayah?"


"Iya. Om mau aku bantu, boleh?"


Lelaki itu tersenyum, keduanya berjalan berdampingan menuju ke gudang. Suasana sudah mulai sangat sepi, hanya terdengar kendaraan dari rumah sekitar yang lewat. Pada belokan terakhir, Junada baru pertama kali masuk ke area ini. Bahkan ia jarang berada di toilet sekolah.

Pintu yang terbuat dari kayu itu dibuka.


"Mas Ju!"

Tubuh anak itu sontak berbalik kala mendengar suara sang ibu. Namun, belum sempat menjawab tubuhnya sudah terdorong masuk ke dalam gudang. Kepalanya terbentur pada patahan kursi yang dibawa.

"Junada!"

Ruangan tersebut gelap seketika. Pintu tertutup rapat setelah terdengar bunyi klik dari luar. Si kecil berdiri mengabaikan rasa sakit di kepala, tubuhnya sudah tidak asing dengan situasi seperti ini bersama Adheesa karena dilatih langsung oleh Noah dan ayahnya. Tidak ada waktu untuk merengek bagi Soehardjo.

SeimaWhere stories live. Discover now