2. Penyihir Lain

122 33 2
                                    

***

Malam ini, Shinae menginap di rumah Glynrie. Papa dan Mamanya tiba-tiba kebanjiran pasien di rumah sakit, sehingga terpaksa menginap di sana. Gadis itu tengah menonton film di laptop barunya sambil memakan keripik kentang. Sedangkan Glynrie duduk di depan meja belajar, membaca buku pelajaran yang sebenarnya tidak perlu ia baca lagi.

"Glyn!"

"Hmm?"

"Kau yakin ingin mendaftar ke Akademi Drainsyl?"

"Hm," jawab Glynrie dengan tenang. Tangannya kembali membalik halaman buku sejarah yang sedang ia baca. "Kau tidak takut? Ibumu saja bilang kalau orang penting akademi yang membunuh Ayahmu."

"Justru karena surat dari Ibuku lah, aku memutuskan untuk ke sana Shinae." Shinae terdiam mendengarnya. Sudah sejak lama, sejak Glynrie membaca surat dari Ibu kandungnya, Glynrie bersikeras ingin mendaftar ke Akademi Drainsyl, demi mencari Ibu kandungnya. Tentu saja keinginan Glynrie dibantah oleh Bunda, karena Bunda sudah berjanji menjaga Glynrie tetap aman. Dan rahasia itu hanya Glynrie, Shinae, dan Bunda yang tahu.

"Lagi pula, anak mana yang tahan saat tahu Ayahnya dibunuh dan Ibunya menghilang, tapi pelakunya bisa saja masih berkeliaran bahagia di luar sana. Aku juga ingin bertemu dengan Ibuku Shinae, walau sudah menjadi mayat sekali pun."

Shinae menoleh, tak kuasa mendengar nada sedih terucap dari bibir Glynrie. Shinae menjeda film yang ia tonton, lalu bergeser memeluk Glynrie yang duduk di depan meja belajar. "Kalau begitu, saat kau sampai di sana, kumpulkan informasi tentang pria tampan ya!"

Glynrie menggeleng pelan, tak habis pikir dengan pikiran Shinae. Dia melepas paksa pelukan Shinae, menutup bukunya, mematikan lampu belajar, bersiap tidur. Dia menggeser paksa tubuh Shinae, lalu berbaring dan memejamkan matanya.

Tunggu lah kau manusia sialan! Akan kubunuh kau dengan tanganku sendiri!

***

"Aku tidak mau, Shinae!"

"Ayo lah, Glyn! Sekarang musim semi, pasti bunga-bunga sedang bermekaran di padang."

"Aku tetap tidak mau, Shinae! Kau tidak ingat kita pernah hampir mati di sana?"

"Kan hampir, tidak mati ini." Glynrie menghela napas. Ia tidak bisa mengingat di mana pertama kali ia berkenalan dengan perempuan gila ini. Saat bepergian dengan Shinae, ada saja hal buruk menimpa dirinya dan Shinae. Seperti waktu itu, dia pergi bermain ke padang bunga, ia dan Shinae hampir diterkam harimau di hutan. Kalau Glynrie ingat itu, ia langsung bergidik ngeri. "Pokoknya tidak!"

Pundak Shinae langsung turun mendengar itu. Dia duduk menjauh dari Glynrie, menenggelamkan wajahnya di lutut kaki, terisak pelan. Glynrie yang mendengarnya langsung panik. "Hei! Mengapa menangis?"

"Kau kan sebentar lagi pergi! Kau tidak mau mengantarkanku ke padang bunga untuk yang terakhir, hah?"

Glynrie memutar matanya. Menghela napas, ia beranjak, mengambil syal miliknya, lalu berkata, "Ya sudah ayo, jangan lupa pakai syalmu!"

***

Shinae tersenyum lebar melihat bunga hasil petikannya. Glynrie menggeleng pelan melihat senyum lebar yang tampak bodoh itu. Pasti bunga-bunga itu akan Shinae rangkai dan gadis itu berikan kepada laki-laki di kelasnya. Hah, gadis itu memang unik.

Mereka berdua semakin mempersempit jarak saat memasuki hutan kota Scylerion. Entah karena berbatasan langsung dengan kota Xenopia atau karena alasan lain, yang jelas aura hutan ini sangat mencekam. Baru menginjakkan kaki ke tanahnya saja, bulu kuduk langsung dibuat berdiri semua. Apa lagi cahaya matahari tidak bisa menembus ke dalam hutan sebab pohon-pohon yang menjulang tinggi. Seolah hutan kota Scylerion itu tidak pernah mengalami musim lain selain musim dingin. Keduanya saling menggenggam tangan saat mendengar geraman binatang buas di hutan itu. Suara auman serigala yang aneh pun terdengar di siang hari ini.

Pedang CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang