4. Kota Xenopia

88 24 1
                                    

***

Memang hutan ini tidak lebih luas dari hutan kota Scylerion, tapi hutan ini sangat membingungkan. Glynrie dan penyihir lainnya sudah berjalan selama 45 menit ke arah utara, tapi belum juga keluar dari hutan itu. Gadis itu masih memegangi belati di tangan kirinya, bersiaga jika ada hewan buas atau ancaman lain di dalam hutan yang menyerangnya.

"Kau mengapa terus memegangi tanganmu? Tanganmu sakit?" tanya seorang penyihir perempuan yang usianya lebih muda darinya. Glynrie tersenyum lalu menggeleng pelan. "Namamu siapa? Kau umur berapa?"

"Aku Anna, umurku sepuluh tahun." Glynrie tersenyum manis mendengarnya. Beda 7 tahun dengannya. Gadis itu merendahkan kepala, menatap dekat Anna. "Aku Glynrie, umurku tujuh belas tahun. Kekuatanmu apa?"

"Aku bisa menyalakan api ... eum, Kak." Glynrie kembali tersenyum manis. Seorang penyihir elemen api. Gadis itu lantas mengedarkan pandangannya, menatap penyihir yang bersamanya satu persatu. Apakah ada penyihir dengan elemen campuran seperti diriku?

Tiba-tiba salah satu penyihir laki-laki yang berjalan di depan berhenti begitu saja. Dia berteriak kencang di hutan itu, tapi anehnya tidak ada hewan buas atau serangan yang muncul. "Aku sudah tahu sejak awal. Pasti tidak ada yang istimewa di hutan ini. Lihat, aku berteriak saja tidak ada yang datang."

"Tidak, aku yakin hutan ini pasti berbeda dengan hutan kota Scylerion," batin Glynrie berbicara. Tangannya semakin erat menggenggam gagang belati miliknya saat kesunyian melanda mereka.

"Agar lebih cepat, bagaimana kalau aku bakar saja hutan ini? Lagi pula tidak ada yang menghuni hutan ini, kan?"

"Kau akan membakarnya memakai apa memang?"

"Kekuatanku yang pasti!"

"Jangan!" cegah Glynrie. Semua penyihir yang ada di sana langsung menatap heran Glynrie. "Kata penjaga perbatasan tadi, kita tidak boleh menggunakan sihir sembarangan karena kita pendatang baru."

"Lalu? Ini hanya hutan biasa, dan kau, tidak bisa menghalangiku." Pohon-pohon di depan sudah mulai terbakar api sihir. Glynrie memijat kepalanya yang berdenyut sakit. Apa aku bunuh saja dia?

Tiba-tiba, semua pohon yang terbakar, apinya padam begitu saja, tanpa ada bekas bakaran di batang dan bagian pohon lain. Atmosfer hutan itu berubah seketika. Glynrie sudah menduga ini. Tidak mungkin hutan di kota sihir hanya hutan biasa. Glynrie menarik lepas belatinya, lalu berbisik kecil pada semua penyihir, "Lari!"

Mereka lalu lari lurus ke arah utara sesuai perintah Glynrie. Glynrie sesekali berhenti saat Anna jatuh tersandung akar-akar pohon. Bahkan akar pohon saja hidup, kota ini benar-benar kota sihir.

"Kak, aku tidak sanggup lagi berlari, kakiku sakit sekali," rengek Anna. Glynrie memindahkan tasnya ke depan, lalu berlutut, "Ayo, aku gendong."

Anna susah payah naik ke punggung Glynrie. Glynrie segera berlari dengan tangan kirinya yang menjaga Anna agar tidak jatuh. Suara geraman hewan buas membuat Glynrie berusaha sekuat tenaga berlari untuk menemukan jalan keluar. Tidak, jangan sekarang! Ada anak kecil di sini.

Saat Glynrie melihat secercah cahaya di depan sana, seekor singa menghadang dirinya dan Anna. Glynrie menghela napas, apakah dirinya akan terluka hari ini? Ini masih pagi tapi ada saja ujiannya.

Glynrie menurunkan Anna, dan menyuruh gadis kecil itu bersembunyi di balik pohon yang aman. Glynrie kemudian bersiap dengan kuda-kuda dan belati di tangan kanan. Namun tidak disangka, singa itu malah menyerangnya dengan ilmu sihir.

"Apa ini? Mengapa singa itu malah menyerangku dengan ilmu sihir bukannya menyerang dengan fisik?" batin Glynrie. Tapi gadis itu sadar, ilmu sihir singa itu lebih tinggi dibanding dirinya. Aku harus menyerang titik lemahnya.

Pedang CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang