Bab 2

113 16 1
                                    

"Lepasin tangan gue ... lepas." teriak Andin, berulang.

Namun, empat orang anggota gang Sabit Hitam yang membawa Andin dalam mobilnya, tak menanggapinya.

"Heh, kalian punya kuping nggak. Gue bilang lepasin gue! Mana bos kalian." seru Andin.

"Aaahhh brisik loe, Diam! Gue kepret juga loe." ucap seorang lelaki disamping Andin, yang sebagaian tangannya dipenuhi tato.

"Tutup saja mulutnya, biar nggak brisik." timpal seorang lainnya.

"Jangan! Jangan lakukan itu, awas saja kalau kalian berani, gue adukan ke bos kalian. Mana bos kalian." Andin menaikkan dua oktaf nada suaranya, matanya melotot bergantian kearah doa orang yang duduk mengapit dirinya.

Keempat orang tersebut terbahak, mendengar ocehan Andin. Lalu salah satu dari mereka, menutup mulut Andin dengan kain, hingga gadia itu tak bisa berbicara.

"Beres?" tanya lelaki yang duduk disamping supir.

"Beres."

"Kita ke rumah bos sekarang." titah lelaki itu, setelah membawa pesan chat yang entah dikirimkan oleh siapa.

"Cewek brisik ini, gimana?"

"Ya kita bawa kerumah bos."

"Nggak salah."

"Ini perintah bos Al, loe berani bantah. Sudah bosan hidup loe."

"Biasanya kan---."

"Penculikan kali ini tidak seperti biasanya sepertinya." potong lelaki tadi lagi.

Sejurus kemudian, mobil yang membawa Andin itu melaju dengan kecepatan tinggi memecah jalanan kota.

*

Tiga buah mobil berhenti tepat di salah satu rumah mewah dikawasana elit. Beberapa orang yang berpakaian serba hitam turun dari dua mobil inova, mereka semua berdiri berjajar disamping sebuah mobil Alphard berwarna hitam.

Tak lama, seorang lelaki yang mengenakana setelah jas lengkap berwarna biru dongker dengan dasi kupu-kupu, menyusul turun dari mobilnya. Sejenak, ia melihat kesekeliling rumah itu, setelahnya ia mengayunkan langkah menuju rumah mewah bernomer 17.

Dua orang lelaki berperawakan tinggi besar, dan memakai jaket kulit berwarna coklat,  menyambut kedatangan pria berdasi kupu-kupu tersebut, dengan tidak ramah.

"Siapa Anda. Ada perlu apa?" tanya pria itu sangar.

"Saya ingin bertemu bos Anda. El Nino, tolong panggilkan." ucap pria berdasi kupu-kupu itu sombong.

"Jawab dulu pertanyaan kami jika tidak---."

Seorang Anak buah pria berdasi kupu itu melangkah maju, matanya menatap bergantian  dua orang lelaki penjaga rumah itu.

Pria berdasi kupu mengebaskan tangannya, menyuruh agar Anak buahnya itu untuk kembali mundur.

"Saya, Hartawan Al Fahri. Cepat panggilkan bos kamu, atau saya suruh Anak buah saya menghabisi kalian."

Kedua lelaki sangar yang berjaga didepan rumah Nino itu merasa terindimidasi dengan kedatangan tamu yang tak diundang itu.

Bagaimana tidak, jumlah mereka sangat banyak, sekitar dua puluh orang lebih, sedang mereka hanya berdua saja. Dijamin, jika terjadi pertarungan maka kedua orang penjaga tersebut, dipastikan akan kewalahan menangani lawan mereka.

Pucuk dicinta ulan pun tiba, belum sempat kedua orang penjaga itu memanggil bosnya, Nino dengan santainya keluar dari rumahnya.

Nino tersenyum kecut. "Ramai rupanya, ada apa ini? Kenapa keroyokan begini." ucapnya dengan santai.

"Mana Andin." tanya Hartawan berjalan medekat pada Nino, pandangannya tajam nenatap lelaki dihadapannya.

"Andin? Hahaha." Nino terbahak. "Ini bukan rumah Andin. Kenapa kalian nyarinya kesini? Bukankah siang ini dia menikah dengan Anak anda? Atau jangan-jangan Andin kabur gara-gara tak mau menikah dengan anak Anda." sindir Nino tak mau kalah, ia melangkah maju satu langkah, hingga kini Ia dan Hartawan berdiri berhadapan dengan sangat dekat.

"Kamu kan yang menculik Andin."

"Saya? Hahaha." Nino kembali terkekeh. "Anda punya bukti?" Ia lalu membalikkan badannya, dan berjalan kesisi lain, sambil membuang asap r*kok di mulutnya.

"Saya memang tak mempunyai bukti, tapi siapa lagi penculiknya kalau bukan anda. Bukankah selama ini anda adalah pacar Andin? Bisa jadi anda menyewa orang untuk menculik Andin, agar membatalkan pernikahan Andin dan Roy." tuduh Hartawan.

"Wanita didunia ini bukan hanya Andin saja. Tapi Banyak! Buat apa saya bertahan pada satu wanita, amat sangat disayangkan. Lagian apa sih cantiknya Andin, Anak anda saja yang bodoh tergila-gila pada wanita bekas orang. Hahaha." ejek Nino dengan senang hati.

"Jaga mulut anda!" Hartawan maju satu langkah, begitu juga Nino, ia tak mau kalah, dan malah balas menantang.

"Apa!"

"Geledah rumah ini." titah Hartawan kemudian.

"Oh, silahkan ... silahkan cari sampai ketemu jika Andin memang ada disini."

Hartawan tak main-main, ia lalu menyuruh beberapa orang Anak buahnya untuk masuk dan menggeledah rumah itu.

"Aaaaaaa," teriak dua orang wanita berpakaian minim berlari keluar dari dalam rumah Nino, dan disambut dengan lelaki itu.

"Hey ... hey ... kenapa sayang-sayangnya aku." ujar Nino genit, seraya memeluk kedua wanita itu di sisi kanan dan kirinya.

"U see, ada banyak wanita didekatku, kenapa aku harus mempertahankan Andin yang ach ... sudahlah, hanya Anak anda yang mau bekasan. Hahaha."

Hartawan memanas mendengar hinaan yang ditujukan Nino pada Anaknya, namun ia tahan sebab saat ini baginya yang terpenting adalab menemukan Andin, dan menikahkah gadis itu dengan Anaknya.

*

Al sedang berenang dikolam renang pribadinya, setiap sore lelaki itu selalu menyempatkan diri untuk menyalurkan hobby renangnya.

Melihat seorang anak buahnya sedang menunggunya dipinggiran kolam, Al segera menyudahi aktifitasnya itu. Ia lalu naik keatas, dan merebahkan badannya diatas sebuah kursi pantai.

"Bos." sapa salah satu anak buah Al.

"Beres semua." Al mengambil gelas yang berisi air putih, yang diletakkan dimeja dekat ia  berbaring.

"Beres bos."

"Dimana gadis itu sekarang."

"Saya menaruhnya di gudang bawah tanah."

"Gudang bawah tanah? G*blok kalian!" murka Al, melempar gelas beling kearah anak buahnya itu.

Karena takut, anak buah Al itu tak berani menghindar hingga gelas tersebut mengenai pelipisnya, jangan ditanya soal rasanya, sudah pasti sangat sakit beruntung lelaki itu tak sampai pingsan karena ulah bosnya yang arogan.

Bersambung ....

Kekasih Rahasia sang Mafia Where stories live. Discover now