Terrible Life

402 46 13
                                    

DHUARR!!

"Mundur! Mundur!" teriak salah satu pria paruh baya yang ada di kerumunan ini.

Kedua kakiku melangkah mundur dengan cepat. Sedangkan kedua tanganku selalu bersiaga mendekap senjata satu-satunya untuk bertahan hidup. Saat itu juga terdengar jeritan seorang pemuda di kejauhan yang berjarak beberapa meter dariku.

"Aaarghh! Se-seseorang tolong aku! Kakiku tertembak!"

Begitu aku menoleh mencari asal suara tersebut, detik itu juga tubuh pemuda tersebut terpencar-pencar akibat ledakan karena menginjak bom yang tertanam di tempatnya berpijak. Sialnya, salah satu tangannya mendarat tepat diatas kepalaku. Ugh.

Aku tidak bergidik ngeri ataupun mual. Kenapa? Karena pemandangan seperti itu sudah biasa bagiku. Selama ini--di medan perang ini, aku berjuang melawan para penjajah bersama sahabat karibku--Louis.

Dia sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri. Aku sangat menyayanginya.

DHUARR
DOR DOR DOR

Bunyi-bunyi bising macam ini sudah terdengar seperti irama kematian bagiku. Tiba-tiba mataku menangkap sesuatu yang familiar ada beberapa meter didepanku. Terlihat pria dengan posisi tengkurap dan bergelimang darah di sekitar kepala dan dadanya.

Jika dilihat dari keadaannya, sepertinya dia sudah tidak tertolong.

Begitu aku membalikkan posisi tubuhnya, aku membelalakan mataku tidak percaya dengan apa yang kulihat.

Louis.

***

3 tahun sudah aku menjalani masa-masa perangku. Kini saatnya aku pulang ke kampung halamanku, berharap keluarga dan sanak saudara akan merindukan aku.

Aku berjalan tertatih-tatih tanpa penglihatan, berusaha mencapai rumahku dengan selamat. Akhirnya aku menginjak kampung halamanku dengan perasaan rindu yang tak terlukiskan. Setelah penat bertanya pada orang-orang yang hilir mudik untuk menunjukan arah kesini, akhirnya sampai juga.

Kau tahu? Bukan pelukan ataupun tangisan terharu yang kudapat dari keluargaku, malah sebuah tamparan dan tendangan menyambutku.

"Pergi kau buta! Aku tidak ingat pernah melahirkanmu!" desis wanita paruh baya yang kuanggap sebagai ibuku sambil menendangku dan melempariku dengan sendal.

Aku tak percaya ibuku melakukan ini padaku. Aku sungguh tidak percaya ibuku mencampakan aku. Katakan padaku bahwa ini semua hanyalah mimpi tak berujung.

"Ta-tapi.. aku ini an--" belum selesai aku melanjutkan kalimatku, sebuah tamparan sudah dilayangkan oleh tangan ibuku.

PLAAKK

"Kubilang...pergi dari hadapanku! Aku tidak ingat pernah melahirkan anak yang buta dan keras kepala sepertimu!" bentaknya sambil menutup pintu rumahnya dengan keras.

Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, aku menyunggingkan senyum tipis pada ibuku.

"Selamat tinggal, semoga kau sehat selalu, ibu."

Kugunakan sebuah tongkat kayu yang kutemukan dijalan, aku berusaha berjalan meninggalkan rumahku tanpa arah dan tujuan. Aku tidak akan menangis tersedu-sedu, itu akan tambah menguras tenagaku.

Kruyuk.. Kruyuk..

Ah, perutku tidak bisa mengerti keadaanku saat ini. Harus kuakui aku sangat lapar karena perjalanan melelahkan tanpa hasil ini membuatku melupakan nasib perutku.

Terrible Life [one-shoot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang