TMIMG 2

1.5K 99 138
                                    

Decak penuh kagum tak henti-hentinya keluar dari bibir Jenovan sejak ia memasuki area sekolah yang megah menuju kamar asramanya. Fasilitas di sana tak main-main, seolah penghuninya berasal dari keturunan bangsawan dan konglomerat semua. Padahal banyak juga yang biasa-biasa saja seperti dirinya, tapi kemampuan berpikirnya melebihi kemampuan orang-orang biasa.

Selama di kereta, ia belajar menghafalkan denah sekolah. Ia tidak ingin dicurigai hanya karena tidak tahu tempat-tempat yang biasa para siswa gunakan. Ia juga tidak ingin kesasar, mengingat begitu luasnya sekolah sang adik.

Ia berjalan cepat menuju asramanya karena di luar matahari sangat terik. Ia tidak biasa mengenakan baju yang seterbuka ini, hingga rasanya sinar mentari itu menusuk kulitnya.

"Jen! Berhenti! Jen!"

Langkahnya terhenti begitu seseorang memanggilnya dengan sebutan itu. Tidak mungkin kan kalau ada yang mengenalinya sebagai Jenovan? Ia lantas berbalik untuk melihat siapa yang sudah memanggilnya.

Pemuda itu berlari menghampirinya dengan napas yang ngos-ngosan. "Cepet banget sih jalannya sampe aku harus lari ngejar kamu," ujarnya sambil mengernyit heran karena lawan bicaranya hanya berdiri mematung.

"Aku mengirimi pesan tiga hari yang lalu, tapi kau tidak membalasnya. Dan kau tiba-tiba sudah ada di sini sekarang?"

Ah, jadi dia orang yang bernama Harsa itu. Rekan satu grup untuk olimpiade MIPA nanti. Tapi mengapa dia memanggilnya Jen? Sepertinya ia lupa pesan Harsa yang memanggil sang adik dengan sebutan Jene.

"Oh, ma- maaf, aku lupa membalasnya."

"Yaah, kau memang seperti itu. Ayo aku antar sampai ke depan asramamu." Pemuda bernama Harsa itu lalu menenteng tas Jenovan yang lumayan berat. Ia sedikit tak habis pikir, gadis itu membawa tas seberat itu tapi tak menunjukkan kesulitan sedikitpun. Sejak kapan gadis anggun itu sekuat ini? Biasanya ia menggeret koper saja dengan susah payah.

Tapi Harsa tak ingin ambil pusing. Mungkin saja selama sepuluh hari Jenevah liburan, ia banyak menghabiskan waktu untuk berolahraga bersama kakak kembarnya.

"Oh ya, bagaimana liburanmu dengan kakakmu itu? Apakah menyenangkan?"

Hm? Jeno menoleh dengan wajah sedikit bingung. Apa Nevah mengatakan rencana liburannya pada pemuda itu? Ia mulai sedikit curiga padanya. Mungkin saja Nevah tengah dekat dengan pemuda berkulit tan satu ini?

"Kau bilang mau bertemu dengan kakakmu setelah sekian lama, bagaimana keadaannya? Kalau bukan karena kau ingin bertemu dengan kakak yang sudah lama berpisah denganmu, aku tak akan mengizinkanmu pergi. Kita harus belajar dengan giat! Reputasi sekolah kita ada di tangan kita. Selama tiga tahun berturut-turut, sekolah kita tidak pernah kalah. Jadi, aku tidak mau harus menanggung malu karena kalah akibat kurang persiapan," celoteh Harsa panjang lebar.

Haish, cerewet sekali dia. Bagaimana Nevah bisa tahan terus berada di dekatnya? Huh, sekarang aku harus terjebak dengannya gara-gara olimpiade ini, gerutu Jeno dalam hati.

"Kau sakit? Kau tidak pernah sependiam ini sebelumnya."

Jeno gelagapan. Ia takut sandiwaranya terbongkar hanya karena ia irit bicara. Sepertinya ia harus berhati-hati dengan pemuda itu. Bisa saja ia mengetahui identitasnya karena bisa melihat dengan jelas perbedaan dirinya dengan Nevah.

"Ah, maaf. Bicaramu terlalu cepat, aku jadi bingung bagaimana harus meresponsnya."

Harsa lantas tertawa keras. Baru kali ini gadis itu berbicara terlalu jujur kepadanya. Biasanya ia hanya menjawab dengan kata iya, maaf, lalu menjawab dengan jawaban yang singkat padat dan jelas.

Hyuckno StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang