Bab 3

90 22 6
                                    

"Mada tidak datang?"

Ibu selalu mengulang pertanyaan sama setiap ia datang.

"Mada sibuk, Bu." Terenyuh melihat rona kecewa di raut muka dengan keriput tampak jelas. "Ayo kita berangkat, sebelum langit semakin gelap."

Asri tertegun dengan pandangan ke langit. Dua puluh tahun lalu saat mendengar berita gugurnya sang suami dalam sebuah operasi militer di Papua, langit persis seperti ini. Mendung diikuti hujan lebat menjadi peredam tangis pilu dari pendengaran Mika kecil yang sedang belajar.

"Ibu?" Mika memeluk. "Ayo!" Menuntun beliau ke mobil, memasangkan seat belt dalam tatapan penuh kasih sayang.

"Pernikahan kalian baik-baik saja?"

Hampir saja Mika menginjak rem saking kagetnya. Tidak pernah ibu bertanya seterus terang itu.

"Tentu saja! Kenapa Ibu tanya begitu?"

Asri tersenyum sembari mengalihkan pandangan. "Syukurlah. Ibu hanya khawatir karena Mada tidak pernah datang ke rumah kita."

Mika diam-diam menarik napas lega, tak perlu mengarang cerita.

***

Tiba di Taman Makam Pahlawan, harus berburu waktu karena langit semakin gelap. Berjalan sembari bergandeng tangan, letak makam bapak agak jauh ke dalam.

"Capek, Bu?" Langkah ibu mulai memelan.

Asri tersenyum sembari menggeleng. "Ibu sedang berpikir, apa lagi yang perlu Ibu ceritakan kepada Bapak."

"Ibu ada-ada saja." Tertawa sembari menghadiahkan ciuman bertubi-tubi, terbukti ampuh mempercepat langkah.

Sama-sama terdiam begitu nisan dengan nama bapak terlihat. Seperti biasa, ibu akan mencium sembari mengusap-usap. Mata berkaca-kaca mewakili ungkapan kerinduan.

Sepanjang pernikahan mereka, begitu singkat waktu bersama. Bapak selalu berpindah-pindah tugas ke daerah yang tidak memungkinkan ibu ikut serta.

Bapak tidak menyaksikan kelahirannya, pertemuan pertama mereka terjadi setelah ia berusia 2 tahun. Kemudian pergi lagi, khusus pulang untuk mengantar langkah pertamanya memasuki TK lalu SD.

Paling lama bapak berada di rumah 6 bulan saja, lalu pergi lagi. Sulitnya akses ke lokasi tugas, membuat mereka jarang berkomunikasi. Sangat bangga kepada bapak, sosok yang mengajarkan kemandirian sejak dini. Bahwa ia harus belajar banyak hal agar bisa menjaga ibu.

"Ibu tidak bicara sama Bapak?"

Asri menggeleng. "Tidak ada lagi yang perlu Ibu ceritakan. Kamu sudah menjadi istri orang, tanggung jawab Ibu kepada Bapak sudah selesai."

Kesedihan tiba-tiba menusuk sanubari, membuatnya langsung memeluk. Seandainya beliau tahu kenyataan. Alasan lain kenapa harus bertahan selama stok kesabaran masih bisa terus dipupuk.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

How Long Can You Survive?Where stories live. Discover now