Bab [8] Kalau Jodoh, Tak Lari ke Mana

17 4 0
                                    

Salman sekarang seperti seorang remaja yang sedang tergila-gila pada cinta

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Salman sekarang seperti seorang remaja yang sedang tergila-gila pada cinta. Entah apa yang dipunya oleh Masayu, hingga membuat pewaris tunggal takhta kerajaan bisnis keluarga Rhys jadi kegilaan padanya.

Sungguh, semenjak kegiatan penyerahan mahasiswa magang dimulai, guru muda nan tampan itu tak kuasa mengalihkan pandangan dari sang purnama. Gadis yang lebih muda empat tahun darinya tersebut, memiliki pesona yang sulit untuk ditangkis. Pertahanan sekuat apa pun, seketika runtuh dan langsung tunduk pada pesonanya yang ayu. Nama pun ‘Masayu’. Ada kata ‘Ayu’ di sana. Tentu saja si pemilik nama punya paras yang ayu menawan.

Gibran menyikut Salman. Entah dengan yang lain, tetapi dia menyadari sorot memuja dari Salman kepada salah satu mahasiswi magang di depan mereka. Ia mengakui bahwa mahasiswi magang kali ini memang cantik-cantik. Namun, selama mengenal Salman, Gibran tidak pernah melihat sang sahabat segila ini kepada perempuan. Biasanya dia akan bersikap masa bodoh dan enggan meladeni godaan yang dilayangkan padanya. Salman itu tipikal cuek pada seorang gadis. Gibran sampai heran sendiri. Padahal banyak guru muda perempuan yang mencoba untuk dekat, tetapi diabaikan oleh si paling Worldwide Handsome.

“Kedip, Bro,” bisik Gibran mencibir Salman yang terserang masa puber kedua.

Salman gelagapan. Meskipun tahu bakal ada yang menyadari hati kasmarannya, tetap saja terbesit sebuah rasa malu karena tertangkap basah oleh orang lain.

“Yang mana, sih? Kok gue jadi penasaran,” ujar Gibran pelan sembari celingukan mencari sosok yang menarik perhatian Salman. “Kira-kira dia secantik apa, sampai membuat guru muda dengan banyak penggemar ini tergila-gila.”

“Dia ... tidak secantik itu,” tutur Salman lalu tersenyum simpul. Mau sekuat apa pun berusaha menutupi ekspresinya, dia kesulitan mengontrol perasaan yang sejak tadi meletup-letup. “Namun, dia seindah purnama.”

“Mata bulat dengan hidung mancung, bibir mungil yang terlihat padat, pipi tirus, alis nanggal sepisan, gerak-geriknya menunjukkan kelembutan dan keanggunan,” imbuh Salman menjabarkan sekian alasan kenapa jatuh pada pesona Masayu, “pokoknya, gue suka semua yang ada pada gadis—”

“Apakah dia?” Dengan menggunakan dagunya, Gibran menunjuk seorang mahasiswi magang yang rambutnya tergerai indah.

Salman mengikuti arah pandang Gibran dan benar, yang ditunjuk oleh sang sahabat tepat sasaran. Gadis bersurai hitam legam bergelombang dengan segala pesona yang selalu ia sebut dalam hati. Oh, tidak, sepertinya Salman semakin tergelincir ke dalam pesona Masayu.

“Pilihan lo bagus, Sal. Walaupun gak secantik cewek-cewek yang deketin lo, dia punya pesona tersendiri,” tutur Gibran dengan sorot yang tidak putus dari sosok Masayu. “Cantik yang tidak membosankan.”

Salman melempar lirikan tidak suka pada Gibran. Hatinya memanas kala mendengar pujian sang sahabat pada sang puan pujaan hati.

“Kenapa?” tanya Gibran dengan wajah tidak berdosa.

Epiphany [18+]Where stories live. Discover now