27 - Accident

12 3 0
                                    

Selama di perjalanan, tidak ada percakapan antara keduanya. Jevian memilih diam begitu tau kalau Nadia tidak ingin diajak bicara. Ia membiarkan gadis itu menangis dan larut dalam pikirannya sendiri.

Jevian menghentikan mobil yang dikendarainya saat warna merah terlihat di lampu lalu lintas. Sesekali ia menoleh ke arah Nadia untuk mengecek kondisi sang sahabat.

Beberapa kali Jevian melakukan itu hingga terlihat cairan merah mengalir dari hidung Nadia.

"NAD, DARAH!"

Jevian yang panik kini tidak lagi fokus dengan sekitarnya. Ia sibuk mengambil tisu dan menghentikan darah yang terus menetes. Sementara gadis itu tidak melakukan apa-apa dan membiarkan Jevian membantunya.

Nadia tidak lagi peduli dengan darah yang masih menetes. Dirinya terlampau lelah dan sudah terbiasa mengalami itu. Seketika pandangannya buram dan ia menutup matanya.

"NADIA! BANGUN!!" teriak lelaki itu kala Nadia tidak lagi membuka matanya.

Nadia pingsan.

Suara klakson dari belakang membuat Jevian tersadar lalu melajukan mobilnya dengan tergesa.

Brak!

Mobil mereka bergeser akibat tabrakan dari arah kanan. Beruntung truk itu tidak dalam kecepatan penuh hingga mobil mereka tidak terpental dan Jevian pun masih sadar.

Mengabaikan darah yang mengalir di pelipisnya, Jevian memeriksa penumpang di kursi sebelahnya.

Gadis itu mengalami hal yang sama dengannya. Sesegera mungkin ia melepaskan seatbelt milik Nadia dan membiarkan gadis itu dibawa keluar oleh orang-orang yang kini membantu mereka.

Keduanya diangkut menggunakan ambulans untuk bergegas ke rumah sakit terdekat, dengan Jevian yang terduduk di samping brankar Nadia.

"Cepetan, Pak!" pinta Jevian agar pengemudi ambulans melaju lebih cepat.

"Sorry, Nadia," lirihnya.

.

.

Sudah 6 jam lamanya Jevian menunggu Nadia, tapi belum ada tanda-tanda gadis itu akan membuka mata. Dokter berkata, benturan di kepala Nadia membuat gadis itu pingsan.

Omong-omong, Jevian sudah diberi perawatan di pelipis dan lengan kanannya. Benturan awak truk dengan mobil yang dikendarainya membuat lengan lelaki itu terluka. Bahkan ia belum bisa menggerakkan lengan itu dengan baik.

"Jevian, Nadia mana?!"

Suara pria paruh baya membuat Jevian bangkit dan menyingkir dari sisi brankar Nadia. Kepalanya menunduk dan siap untuk menerima kemarahan dari pria di hadapannya.

"Nadia.."

Lirihan pria itu membuat Jevian semakin menunduk dan tidak berani memperhatikan papanya Nadia. Kepalanya memejam kala langkah pria itu mendekat dan sepatu milik sang pria sudah terlihat di depannya.

"Kenapa?"

Pertanyaan yang sangat menyeramkan di telinga Jevian. Pasalnya nada bicara pria itu terlampau tenang namun penuh penekanan.

"Kenapa, Jevian?!"

Lelaki itu meminta maaf dengan lirih. Ia sadar tidak ada yang akan berubah sekalipun minta maaf. Ia tau maaf saja tidak akan cukup untuk pria yang kini menatap putri semata wayangnya dengan sedih.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Hingga detik kelima, pria itu menahan emosi dan tidak lagi memarahi Jevian. Terlebih lagi ketika ia melihat bahwa Jevian sama terlukanya dengan Nadia. Ia sadar, Jevian tidak mungkin sengaja membuat mereka celaka.

My Beloved Friend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang