DUA PULUH SATU-DAPHNEY FAMILY

9 2 0
                                    

Dua Puluh Satu

Adrian itu orang yang baik, Helcia akui itu, dia baik, tampan, cerdas dan berasal dari keluarga terpandang, tetapi Helcia sama sekali belum memiliki perasaan apapun padanya, meskipun Adrian sudah memiliki semua kualitas itu, entah kenapa Helcia merasa ada yang kurang.

Melihat Adrian saja rasanya Helcia sudah malas, apalagi memikirkan bahwa mereka akan hidup bersama. Helcia rasa dia tidak akan sanggup.

Seumur hidup tidaklah sebentar, apala---Helcia tersentak ketika merasa lengannya ditepuk, sontak gadis itu menoleh ke arah kanan untuk melihat pelakunya.

"Kenapa melamun?" tanya Adrian seraya menatap Helcia sekilas lalu kembali fokus pada jalanan.

Helcia yang daritadi menatap ke arah jalanan hanya menggeleng pelan. "Gue nggak melamun, memangnya kenapa?" balas Helcia yang tidak merasa bahwa dia melamun. Helcia hanya sedang berpikir, bukan melamun, jelas saja itu adalah dua hal berbeda.

"Daritadi gue panggil, lo sama sekali nggak nyaut, apa itu namanya nggak melamun?" tanya Adrian.

Apa iya daritadi Adrian memanggilnya? Helcia rasa tidak, pasti cowok ini hanya mengada-ada. Meskipun begitu, lebih baik jika Helcia mengalah saja, dia terlalu malas untuk memperdebatkan hal yang tidak penting.

"Sorry, mungkin gue nggak sadar kalau gue malah melamun."

Adrian menghela napas mendengar jawaban Helcia, cepat sekali cewek ini merubah jawabannya.

"Kenapa lo manggil gue?" tanya Helcia yang mencoba mengalihkan pembicaraan, jangan sampai Adrian merasa kesal dengan sikap Helcia, dia belum mau mendengar omelan Arusu.

"Gue cuma mau tanya, gimana pandangan lo tentang keluarga gue, soalnya kan mereka juga bakalan jadi keluarga lo, setidaknya lo harus nyaman dengan orang-orangnya."

"Keluarga lo semuanya baik, gue nyaman," jawab Helcia seadanya.

Bagi Helcia, keluarga Adrian baik, semuanya baik, hal itu karena tidak ada satupun di antara mereka yang menyinggung perasaan Helcia, jika hal itu tidak terjadi, jelas Helcia merasa nyaman.

"Kenapa jawaban lo nggak meyakinkan gitu? Lo jawabnya kayak terpaksa, jawaban yang dari hati lo sendiri Helcia, jangan terpaksa, jujur aja kalau sama gue."

Sekuat tenaga Helcia menahan dirinya untuk tidak mendengus lantaran kesal dengan respon yang diberikan Adrian, dia sama sekali tidak berbohong, kenapa cowok itu tidak mempercayai ucapannya? Apa Adrian merasa kalau Helcia adalah tukang bohong, makanya dia tidak percaya ucapan Helcia tadi?

"Gue nggak bohong, beneran, kenapa lo anggap gue bohong? Lo nggak percaya sama gue?" tanya Helcia.

Adrian menatap ke arah depan untuk melihat jarak mobil yang sedang dikendarainya dengan kendaraan lain sebelum menatap Helcia dengan seksama meskipun hanya lima detik.

"Menurut lo, gue ini tukang bohong?" tanya Helcia lagi dengan suara yang jauh lebih kecil.

"Bukan gitu," bantah Adrian. "Lo itu kan calon istri gue, menurut gue bisa aja lo nggak ungkapin perasaan lo yang sebenarnya karena mau menjaga perasaan gue, itu bisa aja terjadi, kan? Makanya gue minta lo untuk jujur, bukan berarti gue anggap lo suka bohong," lanjutnya.

Helcia paham dengan maksud Adrian, tetapi sungguh dia tidak berbohong.

"Dari yang gue liat tadi, keluarga lo emang baik, nggak ada satu pun yang nyinggung gue. Setidaknya gue bisa anggap keluarga lo baik, kan? Itu penilaian awal gue, nggak tau kalau untuk selanjutnya."

"Well, keluarga gue kebanyakan bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain, tapi ada juga yang suka gangguin, kebetulan aja tadi beliau nggak datang. Mungkin lo akan langsung nggak suka pas udah ketemu, kalau bisa, lo harus banyak sabar ya."

Itu bisa Helcia anggap sebagai nasehat atau peringatan?

"Lo nggak punya pacar?" tanya Helcia tiba-tiba, dia mengabaikan ucapan Adrian sebelumnya, pertanyaan ini tiba-tiba terbersit di pikirannya.

"Kenapa? Lo takut dilabrak pas kita nikah nanti?" tanya Adrian dengan senyum geli yang terbit di bibirnya.

Helcia menatap Adrian dengan pandangan tak percaya, bagaimana bisa cowok itu berpikir seperti itu, Helcia saja tidak pernah kepikiran.

"Gue nggak pernah kepikiran itu," kata Helcia dengan jujur.

Adrian mengusap puncak kepala Helcia sekilas membuat cewek itu berdesis karena kesal.

"Gue nggak punya pacar, bahkan gue nggak pernah pacaran, jadi nggak akan ada kejadian dimana lo bakalan dilabrak sama mantan gue."

Helcia sangsi mendengar jawaban Adrian, cowok seperti Adrian ini, tidak pernah pacaran? Sangat sulit untuk dipercaya.

"Lo nggak percaya?" tanya Adrian yang paham dengan ekspresi Helcia.

Dengan jujur Helcia menggeleng. "Sama sekali nggak bisa dipercaya," jawab Helcia.

"Gue udah sibuk belajar, organisasi, olimpiade, olahraga, dan kegiatan lain, nggak ada waktu untuk pacaran, waktu gue udah habis, kalau ada waktu luang mending gue istirahat." Adrian hanya tersenyum karena Helcia diam mendengar jawabannya. "Kalau lo gimana? Punya pacar?" Adrian balik bertanya.

Helcia menggeleng. "Gue nggak pernah pacaran," jawabnya.

"Kenapa? Lo juga sibuk sama kegiatan sekolah?"

Helcia menghela napas mendengar pertanyaan yang diajukan Adrian. "Bukan cuma kegiatan sekolah, kegiatan di luar sekolah juga udah banyak, gue ikut banyak les, gue emang sibuk. Selain itu, gue juga nggak bisa pacaran karena dilarang, kalau ketauan, bisa habis gue," kata Helcia.

"Baguslah kalau gitu, kita sama-sama nggak punya mantan, jadi kita nggak akan ada masalah dari masa lalu," balas Adrian.

Tadinya Helcia bertanya karena ingin mencoba peruntungan, bisa saja Adrian punya pacar dan perjodohan mereka bisa dibatalkan. Namun kenyataan berkata lain, Adrian bukan hanya tidak punya pacar, tetapi tidak pernah pacaran.

"Kalau orang yang lo suka ... ada?" tanya Helcia.

Tanpa ragu Adrian mengangguk. "Ada."

Wajah Helcia yang tadinya murung langsung berubah menjadi ceria, ternyata ada harapan agar perjodohan mereka batal.

"Siapa? Rekan kerja? Teman kuliah? Teman dari kecil? Sepu--"

"Bukan," potong Adrian langsung, malas sekali dia mendengar ucapan Helcia yang menebak-nebak padahal tebakannya salah semua.

"Gue suka sama lo," ucap Adrian sebelum Helcia kembali bertanya.

Helcia terkejut mendengar ucapan Adrian, susah payah dia menelan saliva ketika mendengar hal itu. Adrian menyukainya? Bencana macam apa ini.

"Gue suka sama lo, dan kita bakalan menikah, itu udah cukup, kan?" tanya Adrian, tetapi Helcia tidak membalasnya karena dia masih terkejut dengan ucapan cowok itu.

"Helcia? Lo melamun lagi?" tanya Adrian seraya menggoyangkan lengan Helcia pelan.

"Oh? Gue udah ngantuk, masih lama ya sampainya?" tanya Helcia meskipun dia tidak benar-benar memperhatikan jalanan.

"Sebentar lagi juga sampai, kalau lo udah ngantuk banget, tidur aja, nanti gue bangunin kalau udah sampai."

Helcia mengangguk, lebih baik dia pura-pura tidur daripada harus melanjutkan percakapan tadi, Helcia tidak siap jika diminta untuk merespon ucapan Adrian tadi.

Adrian menyukainya? Helcia tidak percaya itu.

🐰🐰🐰

Kamis, 13 Juni 2024

Daphney FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang