All Is Well (END)

775 39 2
                                    

Silakan dibaca pelan-pelan, supaya tidak ada yang terlewat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Silakan dibaca pelan-pelan, supaya tidak ada yang terlewat. Jangan lupa luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah.

-:-:-

Pagi tampak kian meninggi dari balik kaca-kaca jendela. Sebagian wajah ini pun tengah diterpa hangatnya sinaran surya. Seiring si Roda Empat melaju di jalan raya, pemandangan lanskap kota tetangga pun, tampak berlalu cepat di pandangan mata.

Suara riang dua orang penyiar radio menyelip di antara deru kumpulan kendaraan bermotor yang teredam di luar sana. Mata ini sesekali melirik ke arah rearview mirror. Tak kuasa saya menahan lengkungan senyum geli ketika mendapatimu yang duduk di sebelah jendela, Hawa. Sebegitunya kamu berusaha tampak sibuk dengan buku bacaan sementara di sebelahmu ada dua sejoli yang sedang asik pacaran. Siapa lagi kalau bukan Laras dan Cahyo.

"Mar, itu petanya sudah betul, kan, ya?" tanya saya pada Damar yang duduk tepat di kursi penumpang sebelah jok pengemudi.

Tatkala lampu lalu lintas di perempatan besar itu berubah merah, sebelah tangan ini lalu menekan tuas portable hand control yang tersambung pada pedal rem. Perseneling pun saya pindahkan sementara. Pandangan mata ini lalu bergonta-ganti antara jalan raya yang membentang dengan layar ponsel pintar saya yang sudah sengaja ditaruh pada car mount holder di dashboard. Beberapa menit lalu, ketika kami baru saja memasuki Kota Hujan, Damar berisiatif menyalakan GPS yang memberi detail alamat yang hendak kami tuju.

"Sudah, Mas. Tinggal ikuti saja," tanggap Damar kemudian. Saya lalu hanya mengiyakan sederhana.

Perjalanan pun berlanjut lagi selepas beberapa menit kemudian lampu lalu lintas sudah kembali berubah hijau. Hari itu sebenarnya adalah hari ketika saya akan menepati janji yang sudah saya buat beberapa waktu silam pada Damar.

Dua bulan selepas dokter menyatakan saya pulih dari ulkus dekubitus, saya dan keluarga kecil ini akhirnya berhasil merealisasikan rencana road trip dan liburan keluarga yang sudah sedari jauh-jauh hari kami bicarakan bersama. Dengan sangat niat, kami bahkan sudah sampai menyewa mobil khusus yang sekiranya nyaman untuk perjalanan jauh kali ini.

Tak lupa, dalam perjalanan ini, Damar pun diajak ikut serta. Dan, salah satu hal penting, yang tidak boleh ketinggalan dalam rangkaian agenda road trip kami kali ini adalah, rencana untuk terlebih dahulu singgah di Bogor, mengunjungi keluarga Damar.

"Wa, almamatermu sama Bapak dulu, tuh!"

Laras tiba-tiba memekik riang ketika kami melewati salah satu bangunan kampus PTN ternama di daerah Dramaga.

Saya spontan melirik lagi dari rearview mirror. Senyum hangat perlahan tampak terukir di bibirmu seraya matamu menatap lekat-lekat bangunan kampus besar itu dari balik kaca jendela. Saya pun akhirnya tak kuasa menahan senyuman. Haru dan hangat ini juga ikut menjalar ke tengah dada, memuhinya. Meski dalam masa dan posisi yang berbeda, kamu dan Bapak nyatanya memang pernah berbagi kenangan yang sama di sana, Hawa.

Slow Days (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang