Prolog

1.2K 97 17
                                    

welcome welcome~
tandain ye tgl 14 march ini aku up story baru. pengen liat nyampe setahun ga nyelesein cerita ini awkwkwk

diliat dari cover yg soft kalian harus tau kalo cerita ini jg bakal ringan, bahkan lebih ringan cerita ini dripd dosaku, astagfirullah.

pokoknya enjoy, semangat berpuasa untuk yg menjalankan! buat yg engga, ya selamat makan hwhwhw~

oh iye, baydewey ini pake pov si tokoh cewek ya, pertama kali nih pen nyoba 🤪

°~•~°

"Teh, punya pacar?"

"Engga, Ayah."

Ayah mengangguk dengan senyum tipis yang jarang aku lihat. Ayah itu tegas, jadi aku segan dan sungkan pada beliau. Diajak mengobrol seperti ini pun, aku deg-degan.

"Ada yang mau berniat baik sama kamu, anaknya Pak Kades. Gimana?"

"Gak mau."

Setelah menjawab seperti itu, aku mendapat banyak wejangan dari Ibu. Katanya tidak baik menolak dengan cara seperti itu, Ibu bilang itu kasar. Padahal menurutku biasa saja.

Kata Ibu, setidaknya, jika ingin menolak, ya tolak dengan halus. Buka langsung to the point. Untung saja aku menolak itu di depan Ayah, bukan di depan Pak Kades.

---

"Teteh, pernah ketemu anak bungsu Pak KS Bina Mulya?"

Bina Mulya adalah PAUD tempat aku bekerja, sebagai guru tentunya. Aku bekerja disana bukan karena keinginanku, tapi karena warga-warga disini memang membutuhkan jasa guru PAUD dan berakhir aku yang dicalonkan paksa.

"Pernah, Ayah, dua kali."

"Tadi Ayah ketemu Pak Rusli, katanya beliau ingin meminang kamu untuk anak bungsunya."

Mulai lagi.

"Shafa belum ada niat, Ayah."

Ayah tersenyum.

---

"Teh, dipanggil Ayah."

Jika sudah dipanggil seperti ini, aku sudah bisa menebak apa yang akan Ayah obrolkan. Saat sampai diruang tamu, aku sudah mendapatkan Ayah yang tengah membaca koran dengan kacamata yang menggantung di hidung mancungnya, hidung yang membuatku iri.

"Ayah,"

Ayah menutup koran, memandangku sebentar dan langsung masuk kedalam obrolan. Ayah memang seperti itu. "Tau Pak Hartono?"

"Yang punya toko karpet itu?"

Ayah mengangguk, "tadi beliau ngajak Ayah ngobrol."

"Shafa gak mau jadi istri ketiga Pak Hartono." Aku seolah tau apa maksud kata ngobrol yang sering Ayah gunakan setiap kali berbincang denganku.

Ayah tertawa kecil, "bukan buat Pak Hartono. Tapi buat anak dari istri keduanya."

Aku menggeleng, "Shafa belum mau nikah, Yah."

Kulihat Ayah menganggukkan kepala dan tersenyum, "yasudah."

---

"Teh, sore nanti Pak RT mau datang, ngelamar kamu buat Reno."

Aku berjengit kaget. Kenapa urusan lamar-melamar dan pinang-meminang ini belum selesai? Lama-lama aku trauma mengobrol dengan Ayah.

"Gak mau?"

Aku menggeleng. "Shafa gak bisa Ayah."

"Yasudah, itu hak kamu untuk menolak."

---

"Shafa,"

Aku menggaruk ujung telinga, tidak tenang saat mendengar Ayah memanggil namaku tanpa embel-embel Teteh seperti biasanya. Di halaman belakang rumah, Ayah mengajakku mengobrol dengan ditemani biskuit roma dan teh kesukaannya.

"Iya, Ayah,"

"Kapan mau menikah?"

Keningku mengerut. Tumben bertanya seperti ini? Biasanya Ayah akan langsung mengatakan ada orang yang ingin melamar ku. "Belum tau, Ayah."

"Yang kemarin-kemarin kamu tolak karena mereka yang datang pada Ayah," Ayah menyeruput teh nya dengan khidmat, "nah, kalo sekarang ada yang ngelamar kamu karena pilihan Ayah, bagaimana?"

"Hah?" Sepertinya aku benar-benar akan trauma mengobrol dengan Ayah.

"Ayah sudah punya calon suami untuk kamu. Dia akan datang lusa bersama keluarganya." Ayah menatapku dengan senyum manis, "bersiap, ya?"

Aku masih cengo. Berusaha memproses semua perkataan Ayah. Ini ... maksudnya aku dijodohin gitu?

"Aku dijodohin? Sama Ayah?"

Ayah mengangguk santai, "pilihan Ayah dan Kakek."

"Siap-siap, ya, Teh."

Ingin pingsan saja rasanya.

---

how gurls?
suka?

masih ada satu part lagi, ntar kalian kasih nilai ya lanjut apa engga cerita ini

Ayo Jatuh Cinta!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang