Episode 4 || Sok Tau

53 31 0
                                    

Berjalan menuju parkiran mencari mobil Rebecca yang terparkir di sana. Mobil berwarna putih dengan bentuk yang tidak terlalu besar tidak terlalu kecil, sangat cocok untuk para pengemudi wanita. Di dalam mobil milik Rebecca ada beberapa pernak-pernik yang di hias oleh Elin, sejak pertama kali mobil itu di beli sampai saat ini benda-benda yang menghiasi mobilnya tidak pernah Rebecca buang. Djanu melihat sebuah gantungan Lego yang bertuliskan nama Rebecca, dibuat oleh adik perempuannya saat mereka pergi ke salah satu Mall yang berada di luar kota.

Saat itu, empat orang yang berada di dalam mobil sedang melihat beberapa daftar tempat untuk di kunjungi. Namun, daftar itu terbengkalai saat Elin yang ingin mengunjungi tempat Lego terbesar di salah satu Mall kota yang mereka kunjungi. Benar-benar sangat berbeda jauh 180⁰ dari daftar beberapa hari yang lalu. Baiklah, mau tidak mau ketiga Kakak harus menuruti permintaan Adik kecilnya itu.

Tujuan mereka yang pertama akan pergi ke Lego Store. Posisi duduk Rebecca yang mengemudi mobil, Adik laki-laki nya yang pertama duduk di samping pengemudi, terakhir Djanu dan juga si adik kecil perempuan mereka yang duduk di belakang sambil memegangi boneka berkarakter koala.

Djanu tersadar dari lamunan, tanpa disadari sebuah senyuman merekah di wajah tampan miliknya. Salah satu kenangan yang tidak akan pernah dia lupakan, menghabiskan waktu dengan Kakak dan juga Adiknya. Menghabiskan waktu bersama, itu sudah menjadi rutinitas mereka untuk saling memahami satu sama lain. Kegiatan yang mungkin sederhana namun, sangat penting bagi mereka berempat.

≿━━━━ ⋆⋅𑁍⋅⋆ ━━━━≾

Tiba di dalam sebuah rumah yang bertuliskan Kost Putra, Kost yang memang khusus untuk laki-laki saja. Parkiran yang cukup luas untuk sebuah mobil dan terlihat beberapa kendaraan milik temannya dan beberapa yang nge-kost di rumah itu. Rumah yang sudah dimodifikasi oleh pemiliknya untuk dijadikan sebuah Kost-kost-an. Pemilik Kost-an itu adalah seorang pria tua dan istrinya yang tinggal tidak jauh dari sana, sebulan sekali suami istri itu mengunjungi rumah Kost Putra.

Djanu menekan bel dan seorang pemuda di Kost-an itu membuka kan pintu, mempersilahkan Djanu masuk. Kost yang sangat luas dengan berisikan, 6 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 dapur, dan juga halaman belakang yang begitu asri. Dia berjalan menuju kamar yang berada di ujung dekat salah satu kamar mandi, mengetuk daun pintu, lalu yang berada di dalam kamar itu berteriak untuk membalas ketukan. Djanu membuka pintu kamar Kalendra, dirinya yang sudah ditatap oleh ketiga temannya dengan tatapan mengintrogasi pelaku.

Kamar yang cukup luas bisa menampung 5 orang dewasa didalamnya, dengan satu AC untuk menyejukkan ruangan itu. Kost-an yang cukup terbilang mahal karena fasilitas yang tidak kaleng-kaleng. Setiap sebulan sekali akan ada acara yang bertema Keakraban Penghuni dan Pemilik Kost-an, acara kecil-kecilan seperti makan bersama terasa seperti keluarga yang harmonis.

"Cepet ceritain dari awal." Ujar Kalendra kepada Djanu yang masih berdiri di ambang pintu kamar nya.

"Duduk dulu Bang, baru cerita." Kala yang selalu peka terhadap suatu hal di sekitarnya.

"Ke sini naik apa?" Tanya Haidar setelah Djanu duduk di samping dirinya.

Laki-laki itu menatap sekelilingnya sebelum ia menjawab pertanyaan Haidar. "Mobil punya Kak Becca." Djanu menatap Kalendra, "Dari awal banget nih?" Tanya nya.

Yang di tanya mengangguk termasuk Haidar terkecuali Kala, ia hanya diam, tidak merespon apapun. Djanu terdiam sebentar untuk menyiapkan kata-kata yang pas dan singkat. Cerita pun dimulai, dari awal hingga akhir. Djanu bercerita sejujur-jujurnya, tidak ada lagi yang harus dia sembunyikan dari teman yang telah bertahun-tahun bersama dan sudah Djanu anggap sebagai saudaranya.

Djanu bercerita tentang Elin saja, adik perempuan satu-satunya. Temannya hanya tidak tahu soal adik Djanu yang sudah mereka temui saat 50 menit yang lalu. Kalendra, Haidar, dan Kala sudah lama tahu soal Kakak perempuan dan Kakak laki-laki Djanu, termasuk tentang kondisi keluarganya. 25 menit bercerita tanpa di potong oleh ketiga teman yang duduk manis mendengarkan, awalnya Haidar menyela saat Djanu sedang bercerita. Namun, mulut Haidar di tutup oleh satu tangan Kalendra dan tangan satunya memperagakan jari telunjuk menempel di bibir mengisyaratkan untuk tetap senyap jangan menyela, serta memberikan tatapan tajam kepada Haidar, menyuruh nya diam dan biarkan Djanu bercerita sampai habis.

"TUH KAN APA GUE BILANG!!" Teriak Haidar yang menggelegar di dalam ruangan.

"Sok tau, lu." Ujar Kalendra sambil mengunyah kacang.

"Gua kira adek tiri lu, Jan." Kata Haidar sambil menyengir.

"Iya, soalnya kaga mirip samsek!" Balas Kalendra dengan nada cukup tinggi.

"Ngikutin bae ni bocah."

"Diem dah, awalnya gua mau ngomong gitu tapi keduluan elu."

"Siapa suruh telat ngomong." Haidar yang tidak mau kalah adu mulut dengan Kalendra yang lebih tua dari dirinya.

Kala yang hanya diam dari awal Djanu cerita sampai saat ini, dia tidak suka berkomentar, Kala tipikal orang yang hanya menjadi pendengar yang baik dan tidak mau berkomentar tapi, jika lawan bicaranya meminta pendapat atau solusi ia akan memberikan solusi terbaik ataupun pendapat yang bisa meyakinkan seseorang. Dia sangat tertutup terutama dengan privasi yang dimilikinya serta tatapan seperti elang yang menjadi ciri khas Kala menjadi laki-laki yang terlihat garang.

"Parah pisan si Janu mah, info kek gini di tutupin." Kata Haidar dengan menodongkan sebuah vape yang dia pegang.

"Serah gua? Kenapa lu yang riweuh."

"Gausah ribut di kamar gue wahai kedua kambing."

Seketika Djanu dan Haidar memelototi Kalendra, yang dipelototi menelan saliva nya. "Gak usah melotot, gue colok mata lu berdua." Kalendra menatap Kala yang sembari tadi hanya melihat pertengkaran kecil itu. "Noh, liat tuh si Kala, diem. Gak kayak lu berdua."

"Ngaca. Lu juga ribut tadi sama Si Biang Kerok." Djanu melirik Haidar, orang yang dia sebut sebagai Si Biang Kerok adalah teman yang berada disamping dirinya, terkadang panggilan itu sering digunakan mereka jika sedang dibuat kesal oleh Haidar.

Haidar menatap Kala lalu menatap Kalendra lagi, "Dia mah emang begitu, diam-diam mematikan." Haidar terdiam sebentar, "Lu punya saudara, Kal?" Tanya nya kepada Kala.

Yang di tanya menggelengkan kepalanya, "Gak. Gua kan pernah bilang."

Djanu menepuk dahinya pelan, Kalendra menatap Haidar dengan tatapan frustasi, entah sudah berapa kali Haidar menanyakan hal yang sama kepada Kala. Namun, Kala yang selalu meladeni dan menjawab pertanyaan itu ribuan kali, dia sangat sabar menghadapi temannya yang pelupa itu.

Mengapa Harus Hujan [BERSAMBUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang