Bab 00 : Pintu gerbang menuju cahaya

176 96 92
                                    

Di bawah langit yang cerah, pemandangan sekolah tampak mempesona dengan warna-warni gedung yang serasi. Di depan gerbang, seorang gadis bernama Arabella Aisha Zalorra berdiri, kecantikannya memikat setiap pandangan. Rambut panjangnya yang tergerai indah dan softlens bening di matanya menambah kilauan pada tatapan alaminya.

Arabella melirik sekeliling, menjadi pusat perhatian. Ia berjalan menyusuri koridor, mencari ruang MOS, mengintip melalui jendela setiap kelas, mencari namanya. Setelah pencarian yang panjang, ia menemukan ruang 02, ruangan di ujung lorong yang menghadap lapangan upacara. Di depannya, tanaman bunga menambah keindahan, dan alas kaki siswa tertata rapi di rak sepatu, menciptakan suasana kelas yang bersih dan nyaman.

Di dalam kelas, suara riuh siswa terdengar berbaur. Arabella memilih duduk di pojok, sejajar dengan meja guru, di barisan kedua dari depan. Ia memilih untuk diam, belum siap membuka diri dan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Tak lama, perwakilan OSIS memasuki kelas, memperkenalkan diri satu per satu, termasuk Kak Raihan Mahendra dan Kak Shalsabila Michella. Mereka mengabsen siswa dengan teliti, memastikan tidak ada yang terlewat. Hari itu adalah hari pertama MOS, sebuah sambutan hangat untuk para siswa baru.

Berbagai permainan diselenggarakan, mulai dari teka-teki hingga tantangan, semuanya dirancang untuk memeriahkan MOS. Kelas pun menjadi semarak dan penuh keceriaan dengan games yang disajikan.

Saat kesempatan berbicara tiba, Arabella memanfaatkannya untuk berkenalan dengan seorang gadis yang duduk tepat di depannya.

"Hi, namamu siapa?" tanya Melca dengan lembut.

"Arabella Aisha Zalorra, tapi panggil saja Ara, Bella, atau Aisha," jawab Arabella, tersenyum manis.

"Nama yang indah. Senang bertemu denganmu, aku Melca Safira, tapi bisa dipanggil Mel atau Acha," balas Melca.

Arabella mengangguk, dan Melca kembali memfokuskan diri pada permainan yang disiapkan oleh OSIS. Suasana menjadi semarak saat Shalsabila selaku anggota OSIS, bertanya tentang kegiatan ekstrakurikuler yang diminati siswa.

"Basket," teriak salah satu siswa.

"Voli," sahut yang lain.

"Ada eskul badminton nggak?"

"Dan tari?"

"Sepak bola!"

"PMR!"

"Pramuka!"

"Musik!"

"Ada eskul paskibra nggak?"

"Kir?"

"Ada yang suka mendaki nggak?"

Raihan, dengan tenang, mengatur keriuhan. "Tenang, kita jawab satu per satu ya."

Shalsabila menambahkan. "Oke, kita mulai dari yang pertama."

Dan begitu, hari pertama MOS berlangsung dengan penuh antusiasme dan kegembiraan. Membuka lembaran baru bagi Arabella dan teman-teman barunya.

Raihan memberikan penjelasan yang mendetail tentang kegiatan ekstrakurikuler yang tersedia menegaskan bahwa badminton dan paskibra masih berjalan, sementara KIR sudah tidak aktif. Dia juga menyebutkan Sispala, klub pecinta alam, sebagai pilihan yang menarik bagi mereka yang suka mendaki gunung.

Shalsabila mengingatkan siswa bahwa mereka bebas memilih ekstrakurikuler sesuai dengan minat mereka, bahkan boleh memilih lebih dari satu asalkan mereka dapat mengatur waktunya dengan baik.

Raihan dengan ramah, meminta siswa untuk menulis pilihan ekstrakurikuler mereka di selembar kertas, mencantumkan nama, kelas, dan nomor ruangan. Sementara itu, Shalsabila menegaskan bahwa Pramuka adalah kegiatan wajib, sebuah peraturan yang tidak bisa ditawar.

Bagas, dengan nada sedih, bertanya apakah ada kemungkinan untuk tidak memilih Pramuka, tetapi Shalsabila dengan tegas mengatakan bahwa itu adalah peraturan sekolah yang harus diikuti.

Di tengah kebingungan memilih ekstrakurikuler, Rezky menepuk pundak Arabella dari belakang, bertanya apakah dia memiliki pulpen. Arabella, dengan ekspresi penasaran, menggelengkan kepala dan berkata bahwa dia tidak memiliki pulpen, tetapi menawarkan untuk membantu mencarikannya.

Dengan gerakan yang lembut, Arabella menepuk pundak Melca, memanggilnya dengan suara yang nyaris tidak terdengar. "Mel, Mel," bisiknya.

Melca menoleh, raut wajahnya bertanya. "Apa?" sahutnya dengan nada penasaran.

"Kamu punya pulpen dua nggak?" tanya Arabella, matanya berbinar dengan harapan.

Melca mengangguk dan segera merogoh tasnya, mencari di antara perlengkapan sekolahnya. "Tunggu sebentar ya," katanya sambil memberikan sebuah pulpen kepada Arabella.

"Terima kasih," ucap Arabella, senyumnya merekah. "Pinjam dulu ya, tapi ini untuk dia," katanya, matanya seakan menunjuk ke arah Rezky yang berdiri di belakangnya.

"Tentu saja, tidak masalah," jawab Melca dengan santai.

Arabella berbalik dan menyerahkan pulpen itu kepada Rezky. "Ini pulpennya, pinjam dulu ya," katanya dengan nada yang ramah.

Rezky menerima pulpen itu dengan ucapan terima kasih yang lembut. "Iya, makasih ya."

Kemudian, dengan rasa ingin tahu yang terpampang jelas di wajahnya, Rezky bertanya, "Oh ya, boleh tau nama kamu?"

Arabella tersenyum, sebuah senyum yang manis dan memancarkan kepolosan. "Arabella Aisha Zalorra," jawabnya dengan suara yang merdu.

"Nama yang indah, cocok dengan pemiliknya. Biasanya kamu dipanggil apa?" tanya Rezky, rasa ingin tahunya semakin bertambah.

"Ara atau Aisha," jawab Arabella dengan simpel.

"Oke, kenalin, nama saya Rezky Putra Dita, tapi panggil saja saya Rezky," kata Rezky, mengangguk dengan pengertian.

"Iya," kata Arabella, dan tanpa menunda lagi, dia kembali fokus pada tulisannya, menandai dimulainya sebuah persahabatan baru di hari pertama yang tak terlupakan.

Waktu berlalu begitu cepat, dan sebelum mereka menyadarinya, sudah sepuluh menit berlalu. Shalsabila, dengan semangat, meminta semua siswa untuk mengumpulkan kertas pilihan ekstrakurikuler mereka.

"Apakah semuanya sudah selesai?" tanyanya, memastikan tidak ada yang tertinggal.

"Sudah, Kak!" jawab para siswa, suara mereka serempak mengisi ruangan.

Raihan melihat kegembiraan di wajah mereka dan bertanya, "Bagaimana, masih semangat untuk hari ini?"

"Masih dong, Kak!" teriak mereka kembali, penuh antusiasme.

"Baiklah, sekarang saatnya sesi foto bersama. Kita akan foto-foto di lapangan, oke? Setelah itu, kita kembali ke kelas," instruksi Shalsabila mengalir dengan lancar.

Para siswa, satu per satu, beranjak dari kursi mereka dan bergerak menuju lapangan. Mereka berbaris, tersenyum lebar, siap untuk mengabadikan momen yang akan menjadi kenangan berharga selama masa SMA mereka. Itu adalah awal dari banyak kenangan yang akan mereka buat bersama, sebuah cerita yang baru saja dimulai.

Terima kasih telah mengikuti kisah ini sampai akhir.
Apakah kalian masih bersemangat untuk membaca lebih lanjut?

Jangan ragu untuk meninggalkan komentar dan dukungan kalian!

Semangat kalian adalah motivasi terbesar bagi Mimin untuk terus menghadirkan cerita-cerita menarik untuk kita semua. Sampai jumpa di update selanjutnya!

Fake smile Where stories live. Discover now