02

157 46 7
                                    

"Astaga, jidatmu panas sekali." Tobirama berucap setelah menempelkan keningnya pada kening Hinata.

Pantas saja gadis itu tidak beranjak dari kasur sejak tadi. Ternyata Hinata memang sedang masuk angin, dan suhu badan gadis itu tinggi.

"Aku harus melakukan apa?" tanya Tobirama dengan raut wajahnya yang panik.

Hinata terpaksa membuka sedikit kedua matanya karena mendengar suara Tobirama yang heboh. Pria itu berdiri di sisi ranjang sambil menatapnya cemas.

"Apa yang harus aku lakukan, wanita?"

"Hinata." gadis itu berucap lemah namun nadanya tetap terdengar kesal.
"Namaku Hinata. Jadi berhenti memanggilku seperti tadi." meski dalam keadaan masuk angin pun Hinata masih memiliki tenaga untuk mengomel pada Tobirama.

Sementara itu Tobirama terdiam setelah mendengar nama asli dari gadis yang menampungnya ini. Ternyata selain wajah mereka yang mirip, nama mereka juga sama. Yang membedakan hanya perihal sifat dan perilaku saja.

"Tobirama, bisa kau ambilkan aku obat penurun demam?" Hinata bertanya dan berhasil membuat Tobirama kembali fokus pada Hinata.

"Di mana aku harus mengambilnya?"

"Apakah di laut, di gunung atau di-"

"Di dalam lemari yang posisinya ada di belakangmu, Tobirama." kata Hinata memotong pertanyaan Tobirama.

Pria itu mengangguk patuh. Dengan cepat dirinya memutar tubuh ke belakang dan ia telah melihat lemari tersebut. Tobirama mulai mengayunkan beberapa langkahnya agar sampai di dekat lemari yang dimaksudkan oleh Hinata.

Setelah itu Tobirama membuka lemari yang tingginya hanya sebatas pinggang itu. Tobirama terdiam sejenak, tidak ada obat apapun yang dimaksud oleh Hinata.

"Tidak ada obat di sini. Hanya ada kotak berwarna susu saja." Tobirama berseru memberikan laporan pada Hinata yang masih berbaring di tempat tidur.

Hinata menghela nafas panjang, lama-lama ia kesal juga pada Tobirama. Tapi mau bagaimana lagi, pria itu memang masih belum banyak tahu tentang benda-benda yang ada di apartemennya.

"Ya, itu. Ambil kotaknya dan bawa kemari!" titah Hinata.

Lagi-lagi Tobirama menurut. Sungguh keanehan yang luar biasa bagi Hinata. Jika merujuk pada perangai asli karakter Tobirama dalam novel, seharusnya pria itu akan marah besar jika seseorang tanpa pangkat seperti dirinya memerintah pria itu.

Mungkin pria itu menahan diri untuk tidak mengamuk karena takut diusir oleh Hinata. Sepertinya itu dugaan paling masuk akal bagi Hinata.

Tobirama kembali ke sisi Hinata dengan membawa kotak obat yang dimaksud oleh gadis itu. Dan setelahnya Hinata pun memaksakan diri untuk bangun.

Gadis itu membuka kotak obat tersebut, lalu mengambil paracetamol dan lekas meminumnya. Semua yang dilakukan Hinata tidak lepas dari pengamatan Tobirama. Dan Hinata menyadari itu.

Belakangan ini pria itu menjadi sering menatap wajahnya. Hinata tidak tahu apa yang menarik dari wajahnya ini.

"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Hinata penasaran.

Tobirama terdiam tanpa mengalihkan pandangan matanya dari satu titik di wajah Hinata. Dan hal tersebut membuat Hinata semakin penasaran.

"Itu, aku hanya penasaran bagaimana tekstur dari bibirmu."

"APA?!"
"Dasar jenderal cabul!" Didorongnnya Tobirama hingga pria itu terjungkal dan jatuh dari kasur.

..

Kondisi Hinata sudah sepenuhnya membaik. Dan Tobirama meminta imbalan pada gadis itu agar mau membelanjakan dirinya makan malam yang enak. Padahal selama Hinata demam yang dilakukan Tobirama hanya memandangi wajahnya saja. Pria itu tidak melakukan apapun, bahkan ketika Hinata kelaparan pun ia memilih untuk memesan makanan secara online.

Jodohku Ternyata, ..... Where stories live. Discover now