I. Tragedi Malam Gelap

23 4 4
                                    

_________________________________________
_________________________________________

Suasana malam itu gelap dan mencekam. Kira-kira pukul dua dinihari, langit yang biasanya bercahaya dengan gemerlap bintang, kini tertutup rapat oleh awan hitam yang menggumpal, menambah kesan kesunyian dan ketegangan di udara.

Angin malam berbisik-bisik dengan suara seram, seolah membawa pesan-pesan gelap dari tempat yang jauh dan tidak diketahui. Jalan-jalan yang biasanya ramai dan cerah sekarang sunyi senyap, hanya dihiasi oleh bayangan-bayangan yang menyeramkan dari pepohonan, dan bangunan yang berdiri di sisi jalan.

Lampu-lampu jalan yang redup, hanya menyulut sedikit sinar ke dalam kegelapan, menciptakan kontras yang menakutkan antara terang dan gelap. Suasana ini membuat bulu kuduk merinding dan membuat hati berdebar-debar, seolah menanti kehadiran sesuatu yang mengerikan, di balik setiap sudut gelap yang menakutkan.

Seorang pemuda dengan tubuh lunglai, berjalan perlahan menuju sebuah rumah. Dengan terseok-seok, ia melewati jalanan yang sunyi seperti tiada kehidupan lain selain dirinya. Dari kejauhan, ia melihat pintu rumah masih terbuka lebar, hal itu membuatnya kebingungan, mengingat jam yang sudah lewat tengah malam.

Ia mendekati pintu rumah dengan hati-hati, langkahnya melambat saat mendekati teras depan. Jantungnya berdebar kencang, pikirannya dipenuhi kekhawatiran.

Tepat di depan pintu rumah, ia tercengang melihat keadaan di dalam yang berantakan. Pot bunga pecah berserakan di lantai, kursi patah, dan lukisan dinding tergantung tidak beraturan.

Perasaan panik melanda, napasnya memburu, dan jantungnya berdegup kencang. Ia bergegas menuju kamar utama, tempat kedua orang tuanya biasa berada, langkahnya gemetar saat ia mencoba melangkah secepat mungkin.

Di kamar itu gelap dan hening, Ia mencoba menyalakan lampu, namun sia-sia. Ia merogoh saku celananya, mengambil handphone untuk menyalakan senter.

Dan betapa terkejutnya ia, melihat kedua orang tuanya yang telah bersimbah darah. Perasaannya seketika menjadi kacau, ia dirasuki perasaan bingung dan putus asa, menyaksikan tubuh kedua orang tuanya.

Darah mengotori lantai, dan bau logam dari luka-luka mereka menyengat di udara. Kesedihan, marah, dan kehilangan melanda pemuda itu seketika, membuatnya merasa seperti dunia ini runtuh di hadapannya.

Ia terduduk lemah tak berdaya, apa yang telah ia saksikan, seolah seperti sebilah pedang yang sangat tajam, dihujamkan beratus kali lipat ke tubuhnya. Pandangannya menjadi gelap, ia berteriak dengan sekeras-kerasnya. Namun telinganya tidak mendengar apa-apa bahkan teriakannya tersebut.

Entah berapa lama ia terdiam, hingga kemudian ia mulai tersadar dari lamunannya, ia mempunyai seorang adik perempuan berusia enam belas tahun, dan sebentar lagi akan berulang tahun untuk usianya yang ke tujuh belas.

Seketika ingatan membawanya kesebuah taman pada beberapa waktu yang lalu, bersama gadis kecil mungilnya yang cantik dan lucu.

•••

"Abang, mau liat gak, aku sekarang bisa sulap, lho!" seru gadis kecil itu, matanya berbinar dengan antusias.

"Sulap?" tanya sang kakak, mengangkat alis dengan skeptis.

"Iya, mau liat gak?" Gadis itu menantang, sambil menggoyangkan tangannya yang kosong dengan lincah.

"Coba, kalo emang bisa! Tunjukkin sama Abang!" jawab sang kakak, tersenyum menantang.

Kemudian gadis kecil itu menunjukkan kedua tangannya yang kosong, lalu dengan gerakan cepat, dia mengalihkan pandangan ke arah seekor burung merpati "Liat deh, merpati itu," ujarnya sambil tersenyum lebar.

99 Dasar DendamWhere stories live. Discover now