VII. Rahasia dan Kenyataan

1 0 0
                                    

_________________________________________
_________________________________________

Meskipun Laras merasa lega karena berhasil menemukan Laskar dan memastikannya selamat dari bahaya di rumah sakit, ia juga merasa tertekan karena situasi semakin rumit. Rasa cemas yang menyelimuti pikirannya membuat detak jantungnya terasa semakin cepat.

"Untuk sementara, kita harus cari tempat yang aman untuk sembunyi." kata Laras dengan suara yang serius, tetapi penuh pertimbangan.

Laskar yang duduk di sampingnya menyela pembicaraan Laras dengan nada yang penuh keputusasaan. "Kenapa jadi ribet gini sih, urusannya. Cuman gara-gara gua nyelamatin cewek di lorong waktu itu doang."

"Kamu membunuh. Dan mungkin saja orang yang kamu bunuh itu adalah orang penting bagi Teddy, atau memiliki tujuan dan informasi yang sangat penting." jelas Laras, mencoba menjaga ketenangan meskipun kebingungannya semakin memuncak. "Atau mungkin, ada sesuatu yang lebih besar lagi dari itu."

"Kenapa lo mau ngelindungin gua? Dan apa hubungan lo dengan pria bertopi fedora itu?" tanya Laskar.

"Dia bukan Bos saya. Tapi saya berhutang budi dengan beliau." jelas Laras dengan tegas, menatap Laskar dengan serius.

"Maksudnya?" tanya Laskar, ekspresinya penuh dengan kebingungan.

"Panjang ceritanya. Kamu bisa bertanya lebih banyak lagi ketika kita sudah sampai nanti." kata Laras.

Laras kembali mengalihkan fokusnya mengemudi, melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, menghindari kemungkinan untuk bertemu dengan anak-anak buah Teddy. Laras memilih rute yang lebih tersembunyi, melalui jalan-jalan kecil dan gang sempit yang jarang dilalui orang. Cahaya matahari mulai redup pagi itu. menciptakan suasana misterius di sekitar mereka, menambah tegangnya situasi.

Setelah beberapa lama berkendara, mereka akhirnya tiba di sebuah vila tua yang terletak di pinggiran kota. Vila itu terlihat kosong dan terbengkalai, tetapi bagi Laras, itu adalah tempat yang sempurna untuk bersembunyi sementara. Udara pagi yang sejuk dan kicauan burung-burung kecil di sekitar menciptakan atmosfer yang menenangkan, namun di balik ketenangan itu, ketegangan terus menggelayuti pikiran mereka.

"Kita sudah sampai." ucap Laras sambil membuka pintu mobil dengan hati-hati, membiarkan suara gemerisik dedaunan menyambut kedatangan mereka.

Laskar mengikuti Laras dengan hati-hati, matanya penuh dengan ketidakpastian dan keraguan. Mereka berdua memasuki vila itu dan segera mencari tempat yang aman di dalamnya. Ruangan yang mereka masuki gelap dan berdebu, menciptakan suasana yang hening dan mencekam di dalamnya.

Dengan hati-hati, Laras membuka pintu sebuah ruangan kecil yang terletak di lantai bawah vila. Ruangan itu gelap dan berdebu, tetapi cukup besar untuk menyembunyikan mereka berdua. Suasana sunyi yang terasa begitu pekat di dalam ruangan itu membuat mereka semakin merasa terisolasi.

"Saya rasa kita aman di sini untuk sementara." kata Laras, mencoba untuk tetap tenang meskipun ia juga merasa khawatir. Udara yang terasa lembap dan bau yang menyengat dari kelembaban membuat mereka semakin merasa tertekan.

Laskar mengangguk setuju, namun ekspresinya penuh dengan kecemasan yang tak tersembunyi. Mereka berdua duduk di lantai yang dingin dan berdebu, mencoba untuk merencanakan langkah selanjutnya di tengah ketidakpastian yang menghantui mereka.

"Sekarang kita harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana cara kita keluar dari situasi ini." ucap Laras dengan suara yang mantap, meskipun dirinya sendiri terusik oleh gelombang emosi yang melanda.

"Serius amat sih, santai aja kali, istirahat dulu." cetus Laskar mencoba meredakan ketegangan yang semakin memuncak di antara mereka.

Laras berdecak kesal. "Apa kamu memang semenyebalkan ini?"

99 Dasar DendamWhere stories live. Discover now