XXXXVIII - Weirdness

844 62 2
                                    

Hari senin adalah hari sibuk bagi sebagian besar orang. Suasana lantai paling bawah pagi ini tampak begitu ramai. Hujan sudah turun sejak dini hari dan tidak kunjung berhenti hingga pagi. Membuat sebagian besar karyawan harus rela menerobos hujan untuk berangkat bekerja. Begitupun Ishvara dan Aluna yang kini baru saja turun dari taxi.

Posisi mobil yang tidak bisa berhenti terlalu dekat dengan pintu masuk mengharuskan mereka untuk menyeberang melewati hujan. Keduanya menutupi ujung kepala dengan telapak tangan masing-masing sambil berlari menghindar tetesan hujan dari atas langit.

Hari ini tampaknya akan menjadi hari yang cukup sibuk. Ishvara mencoba mengusap lengannya yang terkena tetesan air hujan. Kepalanya menengadah menatap lekat langit berwarna abu yang menyelimuti kota. Banyak dari karyawan yang baru saja tiba melihat masih banyak di antara mereka yang berbaris rapi menunggu giliran untuk masuk ke dalam lift.

Selagi menunggu Aluna sibuk membuka sebuah cermin kecil yang sepaket dengan bedak padat yang ia bawa. Kepalanya bergerak ke kanan dan kiri mengamati berbagai sisi wajahnya. Make up-nya yang sudah ia kerjakan dengan bersungguh-sungguh selama beberapa jam hampir saja terkena air hujan. Meskipun tipe make up yang digunakannya cukup tahan air. Tetap saja Aluna mengamati wajahnya dengan seksama seola memastikan tak ada celah dari riasannya hari ini.

"Baru saja sampai?" tanya salah seorang rekan kerja lain yang turut berbaris di depan Ishvara serta Aluna. Aluna pun menanggapi dengan anggukan serta senyuman ramah. Setelah dipastikan tak ada masalah pada riasannya. Tangannya langsung menutup bedak padat tersebut lalu menyimpannya ke dalam tas.

"Tadi aku melihat wanita yang pernah bersinggungan dengan Ishvara. Aku tidak tahu dia memiliki urusan apa. Tetapi wanita itu sudah pergi sebelum kalian tiba."

Kalimat dari rekan kerja di depan mereka membuat keduanya kebingungan. Aluna dan Ishvara tampak saling bertukar pandangan sesaat sebelum akhirnya Aluna memulai pembicaraan mereka kembali.

"Maksudmu Hiera?" tanya Aluna memastikan.

Wanita dengan rambut bergelombang itu mengangguk setuju. "Iya benar. Aku mengingat jelas wajahnya. Wanita itu memiliki pipi yang sedikit berisi. Belum lagi style nya yang cukup khas dan agak sedikit kekanak-kanakan dengan warna pink."

Mendengar nama Hiera membuat Ishvara mengingat teror di apartemen. Pihak keamanan apartemen hanya bisa menangkap salah satu dari mereka. Tampaknya orang-orang itu memang sudah dilatih secara khusus. Bahkan senjata api dibawa oleh pelaku yang tertangkap.

Dia tidak memiliki masalah dengan siapapun. Selain keluarga Wylian. Kemungkinan paling kecil hanyalah itu.

Ishvara masih tetap diam tak ingin mengatakan apapun. Wanita itu fokus menatap ke arah depan tanpa peduli.

Sedangkan Aluna sepertinya tak terlalu berpikir negatif. Lagipula tidak ada masalah apapun setelah Ishvara dan Hiera bersinggungan. Baguslah jika wanita muda itu mulai memahami betapa sulitnya bekerja.

"Mungkin memiliki urusan lain. Bukankah dia menggantikan ayahnya untuk mengurus perusahaan?" Aluna menanggapi dengan keyakinan penuh dan langsung ditanggapi dengan anggukan paham oleh rekan kerja di depannya.

Suara pintu lift terbuka membuat pembicaraan mereka terputus. Beberapa karyawan yang tersisa mulai masuk satu persatu ke dalam lift. Di dalam Ishvara berdiri berdampingan dengan Aluna.

Tidak ada satupun dari orang di dalam lift yang berbicara. Ishvara mulai tenggelam dengan pikirannya tentang Hiera yang tidak lagi mengganggunya. Bisa saja perkataan Aluna benar bahwa Hiera mulai sibuk dengan tugas-tugasnya. Namun ada sedikit kecurigaannya mengingat dua kotak misterius yang Ishvara temui beberapa hari lalu. Meskipun beberapa hari ini sudah ia lalui dengan lancar dan tak ada lagi masalah dengan Kave. Rasa gelisah nya tidak berkurang sedikitpun.

The Cruel Duke and DuchessWhere stories live. Discover now