XXXXX - Without conscious

584 40 0
                                    

Heels berwarna merah yang memiliki tinggi hak sekitar tujuh sentimeter masuk ke dalam sebuah restoran. Ishvara memandangi sekelilingnya masih membututi Kave. Dirinya begitu penasaran dengan orang yang dimaksud.

Matanya mengamati suasana sekitar. Restoran dengan gaya eropa klasik disertai alunan musik membuat suasana terasa begitu hangat.

Ada begitu banyak meja namun tetap berjarak dan tidak berdempetan. Semakin masuk matanya disuguhkan karya seni yang terukir jelas di dinding bar. Di dalamnya terdapat dua orang barista yang terlihat sibuk.

Dirinya memang tidak terlalu mengetahui tentang seni. Tetapi ia mengakui bahwa ukiran serta banyaknya seni yang berada di dalam restoran ini cukup layak untuk dinikmati.

Keduanya berhenti ketika tiba di ujung jalan. Terdapat kolam renang serta gazebo yang berada tak jauh di sana. Hanya ada sebuah meja dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Mungkin hanya bisa di isi sekitar tujuh sampai delapan orang. Tempatnya pun tersembunyi. Dapat dipastikan gazebo ini memang sengaja disewa bagi orang-orang yang menginginkan privasi lebih.

Ishvara menggenggam erat hand bag yang ia bawa di depan tubuh dengan kedua tangannya. Keduanya perlu berjalan sedikit memutari kolam renang untuk dapat tiba di gazebo. Ketika Kave berjabat tangan dengan seorang pria Ishvara memindahkan tas yang ia bawa bersiap untuk berjabat tangan setelah Kave. Meskipun tidak tahu seberapa penting orang di depannya. Ishvara hanya perlu bersikap formal seperti biasa.

Kini giliran Ishvara yang maju dan menjabat tangan orang tersebut. Setelah mengamati dari dekat ternyata orang tersebut memiliki usia yang hampir sama dengan Kave. Rambut kurus dengan kemeja lengan panjang yang terlihat berantakan membuat Ishvara sedikit tidak yakin.

Senyuman yang diberikan pria tersebut pun seperti memiliki maksud lain. Jabatan tangan berlangsung beberapa detik dan Ishvara terlebih dahulu menarik telapak tangannya.

"Apa ini Ishvara? Cantik, kupikir kau cukup pintar dalam mencari seorang wanita." Pria itu menahan dagu Ishvara hingga membuat wanita tersebut mendongakkan kepalanya.

Ishvara yang sudah merasa aneh dengan tindakan kurang ajar tersebut hanya menepiskan wajahnya dan memilih menjauh. Sikap dan gerak-gerik Ishvara membuat sudut bibir pria tersebut terangkat.

"Vara, duduklah," titah Kave ketika menyadari tindakan yang dilakukan Arno pada Ishvara. Kave memundurkan salah satu kursi memberikan petunjuk agar wanita di sampingnya duduk. Ia dengan sengaja membiarkan Ishvara duduk di kursi yang cukup jauh dari tempat Arno.

Wanita itu menggigit bibirnya menahan kekesalan. Namun ini hanyalah awalan. Ia yakin, tidak mungkin Kave membawanya jauh-jauh hanya untuk menemui seseorang yang tidak berarti. Dengan perasaan terpaksa dirinya harus duduk.

Ishvara menyilangkan kakinya serta melipat kedua tangannya di depan dada. Wanita itu tidak berharap apapun. Hanya karena rasa penasarannya lah ia bertahan di sini bersama dengan Kave. Jika tidak ia bisa saja menampar atau bahkan menginjak dan meninggal pria asing itu.

"Katakan padanya tentang keluarga Wylian." Kave berkata dengan nada datar. Ucapan itu ditujukan untuk Arno yang kini duduk di depan keduanya.

Arno, pria itu tersenyum tipis. "Sebelumnya perkenalkan diriku, Arno."

Arno mengeluarkan sebuah kartu dari dalam jasnya. Ia meletakkan kartu namanya di atas meja dan mengarahkannya kepada Ishvara. Namun Ishvara tidak menanggapi sama sekali. Wanita itu tampaknya masih tidak ingin bergerak dari posisinya satu sentipun.

"Katakan intinya," tekan Ishvara tak tahan lagi dengan segala basa-basi yang ia dengar.

Arno tertawa mendengar kalimat menekankan yang di ucapkan Ishvara padanya. Tubuh pria itu bersandar pada kursi sambil menyangga dagunya.

"Baiklah, sebenarnya tidak tahu ini cukup berarti atau tidak."

Arno mulai menceritakan beberapa kejadian yang ia alami. Sejak awal memasuki dunia kelas atas. Ada banyak hal asing yang tidak ia ketahui. Namun kabar tuan Wylian selalu saja melintas di telinganya tanpa diminta.

Pernah pada suatu saat di pertemuan pertamanya, Arno berbincang dengan pria tua tersebut. Sosok Tuan Wylian yang cukup disegani membuat Arno sengaja mendekati. Pada saat itu sedang ada pesta yang diselenggarakan oleh salah satu rekannya. Arno memanfaatkan kesempatan itu untuk terus menjalin hubungan dengan lebih banyak orang berpengaruh.

Tetapi belum sampai satu hari. Arno mendengar kabar miring tentang pria tersebut. Kabar mengenai satu keluarga yang mengetahui tentang rahasia besar Tuan Wylian. Tanpa segan Tuan Wylian menargetkan keluarga yang mengetahui rahasianya dan membakar habis rumah beserta isinya tanpa sisa.

Namun karena tidak ingin dicurigai. Tuan Wylian justru membawa dua anak dari orang yang mengetahui rahasianya untuk dirawat. Yaitu dengan alasan bahwa ia memiliki hubungan yang cukup baik dengan sepasang suami-istri dari kedua anak tersebut.

Seorang anak laki-laki yang hampir berusia remaja serta anak perempuan yang masih cukup kecil. Entah apa yang terjadi tetapi informasi tentang kedua anak itu mulai lenyap setelah Tuan Wylian mengambil alih hak asuhnya. Terlebih lagi informasi tentang keluarga Wylian sangat jarang sekali keluar. Arno menambahkan tentang Tuan Wylian yang rela melakukan apapun untuk mencapai tujuannya.

Baru sampai disana Arno menceritakan sedikit tentang apa yang ia ketahui. Ishvara tampaknya juga sudah mulai mendengarkan. Tangannya yang terlipat di depan dada kini kembali pada posisinya.

"Maksudmu kedua orang tuaku mengetahui sesuatu yang dapat merugikan mereka?" Ishvara bertanya dengan pandangan mata yang hampir tak percaya.

Apakah kematian kedua orangtuanya masih tak cukup untuk menghapus perasaan dendam yang dirasakan tuan Wylian serta keluarganya? Bahkan sampai sekarang pun keluarga itu terus saja mengusiknya.

Ishvara seketika berdiri dari kursinya. Namun lengannya langsung ditahan oleh telapak tangan Kave.

"Vara!"

Kave menahan Ishvara karena ia tahu wanita itu akan bertindak penuh resiko. Mengingat kejadian sebelumnya bukan tidak mungkin Ishvara akan lebih tidak peduli. Seluruh keluarga mati di tangan berdosa tuan Wylian. Apalagi yang harus di tunggu selain menemui pelakunya secara langsung.

"Pria tua itu akan keluar dari jeruji besi akhir minggu ini." Raut wajah pria bernama Arno itu kini mulai serius. Berbanding terbalik sesaat sebelum mereka memulai pembicaraan dimana raut wajah pria itu terlihat tidak memiliki keseriusan.

Ishvara menarik napasnya perlahan dan membuangnya. Dirinya tampak menenangkan diri sebelum berpikir untuk bertindak apa.

"Pikirkan dengan kepala dingin sebelum bertindak."

Ishvara menatap Kave disampingnya sambil berkedip serta mengangguk perlahan. Ia tidak menyangka akan mendapat informasi yang selama ini dicari-cari olehnya.

Dirinya termenung sejenak masih berusaha mencerna semua yang dia dengarkan. Meskipun pada awalnya ia cukup pesimis. Ternyata informasi yang dibawakan oleh Arno cukup banyak membantunya.

Kave berdiri dari posisinya dengan tangan kanan membawa jas kerja. Serta tangan kiri menggenggam telapak tangan Ishvara yang berdiri di sampingnya.

"Terima kasih. Mungkin kami memerlukan sedikit waktu, " ucap Kave mewakili Ishvara untuk berterima kasih lalu segera beranjak meninggalkan Arno seorang diri.

"Istirahatkan dirimu." Di sepanjang perjalanan keluar dari restoran. Pria itu tampak menatap setiap detail yang dikenakan Ishvara. Bahkan memberikan jasnya untuk menutupi pundak wanita di sampingnya.

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang