62 : Impending threat

434 108 28
                                    

Welson termenung. Di depannya hamparan samudra lepas membentang. Para camar menari di atas permukaan, terbang lebih tinggi menuju langit.

Bahunya ditepuk oleh seseorang berbadan besar dari belakang. Welson berkedip, menoleh pada pelaku.

Pria tua berkulit sawo matang, pelaku, melipat tangannya di depan dada. "Apa yang membuatmu termenung begitu lama, Lee?"

Hercules.

Welson hanya diam, memasukan jaring ke dalam peti. Membawanya ke dalam gerobak. Hercules mengikuti, setiap jalan berusaha memamerkan otot-otot tangannya pada para nelayan lain.

Pasar ribut. Belum sampai saja sudah terdengar hiruk-pikuknya. Welson mendorong gerobak, melewati gerombolan manusia yang saling tawar-menawar. Biasanya memang ramai, tetapi kali ini berbeda. Mereka bertengkar.

"Kenapa mereka lepas kendali begini?" Welson bergumam penasaran. Matanya terperanjat, seseorang berteriak-teriak dan menjatuhkan gerobak gadang orang lain. Gerobak milik pedagang toast.

Welson mendorong gerobaknya cepat menuju si pedagang toast yang histeris roti-rotinya berserakan mencium tanah. Diikuti Hercules yang langsung berlari memisahkan dua juragan yang bertengkar. Langsung terpisah beberapa meter, ia mengeluarkan tenaga terlalu banyak.

Pedagang toast bersiap-siap akan menangis. "Oh, Dewa! Roti-rotiku jadi kotor, gerobakku pun rusak sudah!"

Welson beralih pada gerobak milik pegadang toast. Mengangkatnya kembali.

"Ini ada apa? Kenapa mereka ribut-ribut?" Welson mengernyit.

"Kau tahu, kan? Penangkapan ikan menurun drastis, ikan-ikan jadi semakin mahal demi menjaga pendapatan para nelayan. Karena di pusat kota lebih mahal lima kali lipat, mereka turun ke pinggiran berebut ikan-ikan."

Makanan pokok Mercene adalah ikan. Karena itu, banyak orang pinggiran pulau bekerja sebagai nelayan. Licik sekali kota menaikkan harga lima kali lipat dari harga biasa.

Penyebab penurunannya penangkapan nelayan masih belum terjawab. Welson diam-diam khawatir. Tidak mau menghubungkan ini dengan hal-hal aneh.

Pantai juga semakin surut.

Jangan-jangan, bencana sebentar lagi akan menimpa warga-warga Mercene.

"Hercules, beri tahu kepala desa agar kita segera mengungsi ke kota." Welson menoleh. Sepertinya situasi menjadi semakin serius.

Sementara jauh di sana, tempat yang sulit dijangkau dunia. Arienne, melewati pasar. Masih misterius dari mana pemukiman di bawah pulau ini berasal. Di tengah-tengah, terdapat patung yang menjadi pusat pasar tersebut.

Patung yang pahatannya menyerupai perempuan, memejam. Tangannya yang memiliki retakan, membawa benda bundar. Mungkin itu bola? Mutiara raksasa? Arienne menyelidik penasaran.

Karena terlalu memperhatikan patung perempuan itu, Arienne tersandung tanah yang tak rata. Demian di sampingnya menarik lengan Arienne, tidak lucu jika gadis itu mencium tanah kotor.

"Maaf, aku tidak fokus." Arienne tersenyum kikuk, berjalan sendiri, lanjut mengedarkan pandangannya pada orang-orang di sekitar.

Ada yang mengeringkan jemuran di samping rumah, sementara anaknya menjaga tenda buah. Namun, warna buahnya asing sekali, bentuknya juga berbeda. Arienne serasa masuk ke dunia lain.

"Jangan terlalu memperhatikan mereka, jalan terus saja." Demian berbalik, menenteng tas di pundaknya. Arienne mengangguk.

Dari malam hingga matahari hendak lagi tenggelam, mereka mengikis jarak. Mulai tampak daratan yang mengapung di udara, berbaris melingkar yang tiap tanahnya semakin tinggi. Mereka dihubungkan oleh tali jembatan.

PHANTOM'S WAY Where stories live. Discover now