01

374 47 0
                                    


notes: LITERALLY NGEREOG NGETIK INI NGEBUT KRN INTERVIEW SPOTIFY DREAMIES HSJWASDFGHJKL

___

Tengah malam Seoul adalah pusat gemerlap kehidupan duniawi. Bass keras berdentum, gelas berdenting, campur aduk aroma cologne di lantai dansa. Di antara hiruk pikuk lindur mabuk kapital yang tak pernah tidur, berdiri sebuah klub dengan suasana berbeda.

Musik jazz mengalun tenang, temaram lampu kuning, mebel kayu asli terpoles sempurna hingga mengkilap. Suasana eksklusif melingkupi seisi properti mahal yang menghadap riak tenang Sungai Han—klub eksklusif dengan pelang Midnight Serenade di ukir grafir emas.

Waitlist selalu penuh dan setiap minggu ada saja perbincangan tentang klub misterius ini—beberapa memuja, ada yang skeptis, dan banyak yang penasaran. Midnight Serenade tak cuma jazz club untuk mendengar rendisi Sinatra dan menyesap sampanye, ini adalah billionaire's private club: perkumpulan eksekutif yang hanya menerima tamu kelas atas lewat undangan.

Dibalik double door tersimpan puluhan tahun rahasia Midnight Serenade—klub ini bukan sembarang klub, tapi sarang utama siren di Peninsula Korea.

Pada pusat arena utama, berdiri Huang Renjun—dengan rambut tertata menutupi sedikit dahinya, kemeja abu-abu yang memeluk lekuk tubuhnya sempurna. Kecantikan yang ia miliki seperti dari dunia lain, wajah tampan menggoda di atas fisik langsing dan ringan.

Renjun menunggu seseorang sambil harap-harap cemas. Jarinya ia mainkan dan kaki bergoyang gusar. Kala bulan bersinar cukup terang, samar-samar mata Renjun berkilau turquoise bagai batu kristal laguna dan tulang pipi tingginya berkerlip sisik keperakan.

Begitu orang yang Renjun tunggu menampakkan batang hidungnya, Renjun melompat berdiri menyambut seorang pria tinggi yang tak kalah menawan. Laki-laki tampan tersebut seolah menyita perhatian semua yang beradu pandang dengannya. Memang siren itu begitu mencolok: dia mengenakan ronce berlian mengalung leher jenjang, belahan provokatif mengintip di bawah jas desainer berhias sekuin berkilauan.

“Malam, Doyoung hyung.” senyum Renjun, mempersilakan Doyoung dan plus one nya duduk di samping tempat yang sudah disiapkan.

Doyoung menginspeksi Renjun dari atas ke bawah, berdecak setuju, “Aku cuma mendengar hal-hal hebat tentangmu dari Ten.” ujar Doyoung

“Ten-hyung suka berlebihan,” kekeh Renjun—tertawa karir— sambil menerima jabatan tangan Doyoung.

Meski Renjun berhutang banyak pada Ten—siren senior keturunan Tiongkok yang merekomendasikan Renjun bergabung asosiasi hunter Peninsula Korea—mulut Ten itu besarnya dua kali lipat samudera. “thank you, the pleasure's all mine, hyung.”

“Aku sangat percaya pada Ten, kita banyak melalui hal susah bersama.” yakin Doyoung. Doyoung menyesap margarita di tangannya sebelum mengangkat gelas di hadapan Renjun, “Kamu bisa anggap aku hyung sungguhan selama waktumu disini.”

Renjun melemparkan senyum seraya ia menyambut tawaran toast Doyoung dengan semangat. Sejak Ten pertama kali menyebut nama mantan partner hunter nya, Doyoung adalah sosok hunter yang Renjun kagumi. Bekerja dengan Doyoung secara langsung, rasa kagum tersebut hanya teramplifikasi. Doyoung benar setajam dan secepat yang Ten katakan, menjelaskan pembukuan klub yang Renjun perlu lakukan begitu cermat dan teliti, semua di bawah 15 menit.

Seraya Renjun mendengarkan Doyoung, ia membatin bagaimana kehidupan Doyoung, seorang hunter.

Ribuan tahun telah berlalu tapi konon siren sangat membenci manusia, sebab sejak homo sapiens pertama mulai melaut, siren dengan cepat tergusur dan kehilangan tempat tinggal. Siren yang semakin terpukul dari habitatnya membuat perjanjian konsensus bahwa mengekstrak jantung manusia diperbolehkan demi bisa bertahan hidup. Lahirlah profesi hunter sebagai istilah siren yang memburu manusia.

midnight serenade [noren]Where stories live. Discover now