01. Perekrutan Anggota (1)

148 15 373
                                    

Lagi dan lagi. Sebagai seseorang yang lahir di hari Kamis, perundungan bukan lagi hal asing. Serene sudah menghadapi hal ini berkali-kali. Mereka selalu mencari kesalahannya, terutama segala hal yang berhubungan dengan game.

"Lihat. Anak itu bulan depan akan mati, tapi tetap saja tidak tahu diri. Malah asik main game yang tidak ada gunanya," komentar salah seorang pemuda dari lima orang pemuda bertampang preman yang tiba-tiba menghadang jalan Serene.

Serene tetap fokus pada gawai di tangannya. Lima pemuda itu tidak asing lagi bagi si gadis. Ia sudah sering bertemu dengan mereka—walau setiap pertemuan tidak pernah berakhir baik. Bisa dibilang, mereka adalah satu dari segala kesialan Serene.

Serene melirik sekilas. Wajah-wajah memuakkan itu terus memandangnya rendah, seolah ia adalah serangga menjijikan dan harus dimusnahkan. Yah, sepertinya memang begitu pandangan orang-orang untuk mereka yang lahir di hari Kamis. Buktinya saja ada pemusnahan manusia di jaman modern. Mengerikan.

Serene terbiasa bersikap tidak acuh pada sekitarnya. Salah satu pemuda berdecih, memberi aba-aba pada keempat lainnya untuk bergerak.

Membalas salah, diam juga salah. Serene tahu, apapun yang dilakukannya untuk menghadapi kelima preman itu, dirinya hanya akan berakhir dipukuli.

Lantas yang dilakukan Serene hanya menarik napas dalam, menyiapkan diri untuk merasa sakit badan keesokan harinya.

Kaki yang terangkat untuk menendang itu berhenti bergerak. Seluruh tatapan tertuju ke arah belakang Serene. Serene mau tak mau menoleh, mendapati seorang gadis kecil berambut putih panjang dengan jepit rambut bintang berkilau. Tingginya sekitar 145 sentimeter.

Gadis itu jalan mendekat. Berkali-kali Serene menoleh ke depan dan belakang, tapi para pemuda itu tetap diam. Kaki mereka kembali ke posisi semula, berdiri dengan tegak menopang tubuh.

"Aku tidak percaya hampir melihat penindasan terhadap remaja di sini malam-malam," kata gadis kecil itu. "Pergilah. Lakukan kebiasaan buruk kalian pada orang lain saja."

Sangat patuh. Kelimanya pergi, bahkan tidak melemparkan protes atau sebagainya. Serene mengerutkan kening heran.

Gadis itu yang tidak lain adalah Kirellyne menghela napas. "Kamu tidak apa-apa, kan?"

"Kaki mereka belum mendarat di tubuhku."

"Oh, baguslah. Keberuntunganmu bagus karena bertemu denganku. Omong-omong, kamu lahir di hari Kamis, ya?"

Serene hanya menatap diam. Terlihat dari wajahnya ia merasa tersinggung karena Kirellyne mengatakan hal itu di depan wajahnya. Tentu saja, secara alami Serene membenci hari kelahirannya.

Kirellyne menepuk pelan bibirnya. Ia salah bicara. "Maaf. Kalau begitu, aku boleh bertanya beberapa hal padamu?"

"Apa itu?"

Kirellyne menyodorkan enam lembar kertas usang di tangannya. "Kamu kenal mereka?"

Dahi Serene refleks berkerut melihat tulisan di bagian bawah kertas paling atas. Ia terkejut melihat namanya berada di halaman pertama.

"Kamu." Satu patah kata dari Serene membuat Kirellyne mendongakkan kepala dengan ekspresi bertanya. "Siapa?" lanjut Serene.

"Aku?" tunjuk Kirellyne pada dirinya sendiri. "Kirell, Kirellyne."

Serene menggeleng. "Bukan namamu. Identitasmu."

"Kenapa menanyakan itu? Yang jelas, aku bukan orang jahat."

Yang lebih tinggi membalikkan kertas, menunjukkannya di depan wajah Kirellyne, menunjuk salah satu foto di atas kertas. "Itu aku."

"Hah?" Kirellyne bolak-balik memastikan matanya tidak salah lihat. Ia bahkan mengusap-usap matanya dengan keras. "Loh, iya!? Bisa-bisanya aku tidak sadar."

Thursday's Child Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang