5. MATA BATIN

104 14 18
                                    

Aku nggak tau kalian baca ini jam berapa, tapi yang jelas aku upnya malem, btw lagi apa? Rebahan sambil baca ini? Gimana puasa kalian? Moga lancar sampe buka ya. Jangan mokel, nanggung mau lebaran.

~Happy Reading~


Bagas beringsut duduk di bibir ranjang, menoleh pada Iwan di sebrang sana sedang tidur pulas membelakanginya. Bagas tidak tahu kenapa perutnya bisa sakit begini, ah, apa karena makan terlalu banyak sore tadi? Ia tidak yakin juga, tapi kalau dipikir akhir-akhir ini Bagas memang banyak makan.

"Duhh ... mulesnya napa pas bener sih jam setengah tiga! Ck, nggak tau apa wc letaknya di luar?" Gumamnya lantas berjalan ke ranjang Iwan, menabok pantat anak itu kencang.

Defan tertidur di atas sana, akan sulit membangunkannya jam segini lantaran kebiasaan tidurnya yang seumpama kebo. Iya, bisa-bisa kering tenggorokan Bagas memanggil namanya.

Sementara Jo tidak terlihat di kasurnya, entah ke mana manusia berwajah cuek itu, Bagas yakin Jo bukan makhluk bumi, buktinya ia suka sekali keluyuran tanpa kenal situasi.

"Wan! Gue tau lo masih melek, temenin gue ke wc yuk, nggak tahan nih!"

Iwan menggurutu seraya mengibaskan tangan ke belakang, lalu memeluk gulingnya mengabaikan Bagas.

"Iwan! Budeg lo?! Cepetan!!"

Tanpa aba-aba Bagas menarik guling dipelukan Iwan, membuangnya asal kemudian menarik kerah belakang bajunya sampai Iwan terguling ke lantai.

"ADUH, GAS, APAAN SIH LO?!"

"Cepetan, gue kebelet!"

Diliriknya Defan di atas sana. "Kenapa nggak bangunin Defan, kenapa mesti gue?"

"Nggak bakal bangun kecuali gempa bumi, mending lo lah yang udah jelas-jelas kipas mati aja bangun."

"Dasar, lo nggak kasian sama gue?" Iwan beranjak, memungut gulingnya dan dilempar ke ranjang, lalu mulai berjalan ke luar kamar.

Bagas terkekeh. "Maaf, tapi ini beneran darurat."

Iwan menghela, menutup pintu kamar sebelum melangkah bersama Bagas ke kamar mandi di lorong asrama. Memang tak jauh, tapi suasananya sangat seram apalagi tidak ada lampu yang meneranginya sama sekali.

"Lo duluan, Gas!" Iwan berbalik, bersembunyi di belakangnya bermaksud menyuruh Bagas jalan lebih dulu.

"Cie ... takut,"

"Emang lo nggak?"

"Takut sih,"

"Kampret!"

"Sttt ... diem, idupin aja senter hape lo biar nggak gelep."

"Punya lo lah,"

"Batre gue tinggal sepuluh persen, buat persediaan dalem wc."

"Wc apaan kagak ada lampu,"

"Namanya juga umum, ya wajar aja. Lagian asrama murah meriah gini masa wcnya pake lampu disko, kan nggak lucu."

"Hihiihihi ..."

"HEH, APA TU?!"

Keduanya menghentikan langkah tepat di bibir lorong saat mendengar suara anak kecil tertawa, sama-sama tidak bisa bergerak karena terkejut.

"Belum juga masuk lorong, udah ada aja gangguannya."

"Wan, duluan sono," Bagas menggerakkan bahunya yang dicekal Iwan, tentu cowok itu menggeleng tidak mau.

24/7 Terror |XODIAC| Where stories live. Discover now